berbagi pengetahuan tentang Islam diakhir zaman.بِـسْـمِ اللهِ

Premium Blogger Themes - Starting From $10
#Post Title #Post Title #Post Title

10 HAL YANG DAPAT MENUMBUHKAN CINTA !


Oleh : M. Ashabus Samaa'un

(www.ashabul-muslimin.tk)

 

Mukadimah Hadits

 

"Barangsiapa mengutamakan kecintaan Allah atas kecintaan manusia maka Allah akan melindunginya dari beban gangguan manusia."

(HR. Ad-Dailami)

 

PENJELASAN

 

Apa itu cinta?" cinta adalah satu kata berjuta makna . Cinta adalah satu kata yang sulit dimengerti maknanya". begitulah kata seorang penyair.

Namun apakah makna cinta itu sebenarnya? Apakah cuman sekedar yaitu rasa saling suka kepada lawan jenis. Tapi umumnya orang mengartikan cinta seperti itu. Ada lagi yang mengartikan cinta adalah sebuah Kisah seorang remaja, ketika jalinan asmara yang menggebu-nggebu dalam batinnya sehingga dia mengatakan orang yang dicintainya adalah cinta sejatinya. Padahal Cinta itu tidak bermakna sesempit itu. Dan bisa jadi orang tersebut adalah salah kaprah mengartikan cinta sejati itu apa. Namun jika orang telah salah mengartikan cinta dampaknya bisa jadi sangat berbahaya. Kenapa? Mari kita simak kajian berikut.

 

 Memang cinta adalah kata yang paling sensitif dikatakan orang ketika dia telah menemukan seseorang yang dicintainya, apalagi bagi mereka yang masih remaja, percintaan adalah topik pokok dalam kehidupannya. Karena masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa kemudian rasa tertarik kepada lawan jenis itu tumbuh menjadi subur ketika dia mulai menginjak usia remaja alias masa pubertas. Maka tak heran sinetron-sinetron ABG kebanyakan membahas masalah itu-itu saja. Begitulah sinetron jaman sekarang, mungkin produser film sudah tahu kalau kebanyakan orang Indonesia itu pemirsanya kebanyakan ABG. Sehingga jika yang dibahas masalah asmaradana mungkin filmnya akan laku keras. Tapi mungkin dampaknya bisa jadi buruk karena sinetron itu mengajari pacar-pacaran anak-anak remaja yang masih labil mentalnya. Anak usia belasan umumnya gampang terpengaruh tontonan dan omongan orang lain, terkadang habis nonton dia terinpirasi untuk melakukannya dengan lawan jenisnya. Padahal pacaran itu adalah 'pemanasan' menuju zina besar (zina kemaluan). Tapi kebanyakan remaja sekarang mungkin telah jauh dari ilmu agama, ditambah lagi  juga dampak perkembangan globalisasi yang semakin menjauhkan manusia dari budi pekertinya. Sehingga tidak tahu bahaya pacaran sebenarnya. Justru kata remaja sekarang malah pacaran dibilang  gaul, trend, modern dan sebagainya. Padahal tidak tanggung-tanggung dampaknya akibat pacaran itu, yaitu merajalelanya perzinaan dan aborsi besar-besaran, naudzubillah. Karena pacaran adalah pintu terlebar dari semua pintu menuju perzinaan.

 

Kemudian kembali kepada masalah makna cinta. Berbeda dengan orang beriman, ia akan mengartikan cinta sebagai seluruh kepasrahan hidup, mati, ibadah dan amalannya segalanya hanya untuk Allah karena ia mengharapkan ridha Allah saja supaya mendapatkan keselamatan hidup dunia dan akhirat. Cinta adalah sesuatu yang sangat berbahaya jika disalah gunakan, misalnya seseorang yang mencintai wanita berlebihan namun wanita itu kafir sehingga dia bisa terancam terancam murtad dari agamanya karena ingin menikahi wanita kafir itu, tapi wanita itu menolaknya kecuali dengan syarat orang itu murtad, naudzubillah. hal itu pernah diceritakan dalam sejarah tentang seorang yang shaleh kemudian murtad karena jatuh cinta kepada wanita kafir, sebelum dia sempat menikahi wanita itu dia jatuh dari tangga  kemudian mati dalam keadaan kafir, sungguh sia-sia seluruh amal dan sesungguhnya balasan bagi orang yang kafir / murtad adalah kekal dijahanam selama-lamanya, naudzubillah. Senada apa yang difirmankan Allah ;

"Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya" [Al-Baqarah: 217].

 

Selain cinta kepada lawan jenis yang membabi buta, ada lagi yang bisa menyebabkan orang mendapatkan kesengsaraan dunia dan akhirat, yaitu orang dewasa yang mencintai anak-anak, istri, harta kekayaan, pangkat dan jabatan melebihi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Sehingga semua hal yang dicintainya itu melalaikan dia dari beribadah. Oleh karena itu mencintai sesuatu lebih besar daripada cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya dan juga kepada Islam maka bisa dibilang haram/termasuk perbuatan musyrik. Karena terancam apa yang difirmankan Allah SWT berikut ini ;

"Katakanlah: 'Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya (pada hari kiamat).' Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (Qs. At Taubah: 24)

 

Kemudian Ibnu Katsir rahimahulullah menjelaskan , "Jika semua hal-hal tadi lebih dicintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah, maka tunggulah musibah dan malapetaka yang akan menimpa kalian." (dari kitab Al Qur'an Al 'Azhim, karya Ibnu katsir 4/124)

 

Sungguh karena berbahayanya penyakit cinta buta yaitu cinta yang dilandasi hawa nafsu bukan dilandasi keimanan, maka hanya karena cinta buta itu seseorang bisa masuk neraka walaupun amalnya sebesar bola dunia. Karena Nabi Muhammad saw telah mengatakan bahwa seseorang pada hari kiamat nanti akan masuk surga atau neraka bersama seseorang yang paling dicintainya, jika yang dicintai termasuk ahli surga maka dia akan ikut masuk surga meski amalnya tak seberapa, jika yang dicintainya ahli neraka maka dia akan masuk neraka meski amalnya sebesar bola dunia. maka kita sebagai orang beriman pantas hati-hati dalam masalah cinta.

 

Tetapi selain cinta buta yang berbahaya ada juga cinta yang membawa manusia kedalam surga yaitu cinta yang dilandasi keimanan dan ketakwaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sehingga dia mengihlaskan segala amalan dan seluruh umur hidupnya hanya untuk  berjuang dijalan Islam. Itulah yang menyebabkan Allah ridha memberikan surga yang abadi untuknya. Nabi SAW pernah bersabda Dari Anas bin Malik RA, "Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi SAW tentang hari kiamat, "Kapankah kiamat datang?" Nabi pun SAW menjawab, "Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?" Orang itu menjawab, "Wahai Rasulullah, aku belum mempersiapkan shalat dan puasa yang banyak, hanya saja aku mencintai Allah dan Rasul-Nya SAW" Maka Rasulullah SAW pun bersabda, "Seseorang (di hari kiamat) akan bersama orang yang dicintainya, dan engkau akan bersama yang engkau cintai." Anas pun berkata, "Kami tidak lebih bahagia daripada mendengarkan sabda Nabi SAW, 'Engkau akan bersama orang yang engkau cintai.'" Anas kembali berkata, "Aku mencintai Nabi SAW, Abu Bakar dan Umar, maka aku berharap akan bisa bersama mereka (di hari kiamat), dengan cintaku ini kepada mereka, meskipun aku sendiri belum (bisa) beramal sebanyak amalan mereka." (HR. Al-Bukhari) 

 

Artinya dalam hadits diatas walaupun seseorang itu amalnya sedikit namun dia bisa beruntung masuk kedalam surga karena mencintai Allah dan Rasul-Nya. Karena jika kita mencintai Allah, Allah juga akan mencintai kita. Jika sebaliknya kita menaruh cinta kepada makhluk lebih besar daripada cintanya kepada Allah maka berhati-hatilah, karena Allah akan mengacuhkannya. Bahkan tidak mendengar doanya karena dia telah syirik kepada-Nya. Dan dia bisa terancam masuk neraka jika yang dicintainya itu melalaikan dia dari Ibadah, atau bahkan memurtadkannya dari agama.

 

Oleh karena itu Rasulullah telah memberi nasehat besar bahwa siapa saja yang mencintai kepada makhluk maka jangan berlebihan karena suatu saat nanti dia akan berpisah (entah karena mati/perceraian) tapi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya tak mengenal perpisahan. Nabi saw bersabda "Hiduplah sesukamu maka sesungguhnya kamu akan mati. Cintailah sesuatu sesukamu maka sesungguhnya kamu akan berpisah. Berbuatlah sesukamu maka sesungguhnya kamu akan bertemu dengannya." (H.R. Hakim) 

 

Orang mukmin pun belum dikatakan sempurna imannya meski sempurna ibadahnya  sebelum dia mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada segala sesuatu. Nabi Muhammad SAW pernah memberi nasehat begini "Tidak sempurna keimanan seseorang diantara kalian hingga ia lebih mencintai aku daripada kedua orangtua dan, anaknya dan manusia semuanya"(HR. Al-Bukhari)

 

Cinta memang sudah menjadi fitrah (bawaan) manusia sejak lahir. Cinta tidak akan bisa hilang dari naluri manusia. Tapi cinta bisa berbahaya jika disalah gunakan atau mencintai sesuatu yang tidak semestinya secara berlebihan. Karena begitu pentingnya cinta maka bagaimanakah cara menumbuhkan dan menambahkan cinta supaya kita benar-benar jadi hamba-Nya yang bahagia. Ibnul Qayyim rahimahullâh menyebutkan sepuluh sebab yang akan menumbuhkan dan menambah rasa cinta seorang hamba kepada Rabb-nya. Berikut sepuluh sebab tersebut :

1.      Membaca Al-Qur`ân dengan tadabbur (penghayatan) dan memahami maknanya.

2.      Memperbanyak ibadah nafilah (sunnah) setelah menunaikan ibadah-ibadah wajib. Misalnya puasa senin-kamis, atau shalat dhuha.

3.      Memperbanyak dzikir kepada Allah dalam segala keadaan.

4.      Lebih mendahulukan pelaksanaan dari apa yang dicintai oleh Allah, walaupun hal tersebut menyelishi hawa nafsunya.

5.      Membawa hati untuk mencermati nama-nama dan sifat-sifat Allah dan menelusuri taman-tamannya (majelis ilmu).

6.      Menyaksikan kebaikan, kebajikan dan nikmat-nikmat Allah kepada makhluk-Nya.

7.      Menundukkan diri di hadapan Allah Subhânahu wa Ta'âla.

8.      Berkhalwat dan bermunajad (berdzikir) kepada-Nya di waktu malam, terkhusus pada sepertiga malam terakhir.

9.      Duduk dengan orang-orang shalih.

10. Menghindari segala sebab yang bisa memisahkan antara hatinya dengan Allah 'Azza wa Jalla.

 

Demikianlah semoga bermanfaat dan segala kekurangan kami mohon maaf.

 

Wallahu'alam

 

Refrensi Tulisan :

- muslim.or.id,

- alsofwah.or.id 

berbagai sumber

[ Read More ]

[Hadits Nabi] : Syarat-syarat Keluarga Yang Sakinah dan Bahagia

Rasulullah pernah bersabda"Apabila Allah menghendaki, maka rumah tangga yang Bahagia itu akan diberikan kecenderungan senang mempelajari ilmu- ilmu agama, yang muda-muda menghormati yang tua-tua, harmonis dalam kehidupan, hemat dan hidup sederhana, menyadari cacat-cacat mereka dan melakukan taubat."
(HR Dailami dari Abas ra)

Penjelasan Hadits


Salah satu dari sekian banyak hajat hidup manusia baik laki-laki maupun perempuan dalam kehidupan di dunia ini ialah membentuk rumah tangga. Untuk membentuk rumah tangga antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan harus diikat dengan sebuah pertalian akad yang biasa disebut dengan pernikahan. Ikatan yang dijalin antara keduanya harus didasari pula dengan rasa cinta kasih agar dalam rumah tangga yang dibina itu akan tercipta rasa ketentraman dan kebahagiaan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Ar-Rum 21:

"Sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah, yaitu diciptakan-Nya untukmu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri agar supaya kamu mendapat sakinah (ketenangan hati). Dan dijadikan-Nya kasih sayang antara kamu (suami-isteri). Sesungguhnya yang demikian menjadi tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir."(Ar-Ruum ayat 21)

Menurut hadist Rasulullah SAW, yang dilansir di awal tulisan ini, paling tidak ada lima syarat yang harus dipenuhi oleh pasangan suami istri:


Pertama . Harus banyak mempelajari ilmu-ilmu agama. Faktor ajaran Islam memegang peranan penting karena ajaran agama (Islam) ini merupakan petunjuk untuk membedakan antara yang hak dan batil, antara yang menguntungkan dan merugikan, yang pada gilirannya merupakan pegangan dalam meniti kehidupan berkeluarga.

Salah satu contoh ajaran Islam, walaupun seorang laki-laki dan perempuan sudah membina rumah tangga, harus tetap berbakti kepada kedua orangtua kedua belah pihak sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut ini: "Ridho Allah tergantung kepada keridhaan orang tuanya dan murka Allah juga diakibatkan kemurkaan orang tuanya."

Berbakti kepada orang tua bukan cuma memberikan material semata, tetapi banyak cara termasuk berbakti kepada mereka yang sudah meninggal dunia dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT memohon keselamatan dan ampunan bagi mereka.

Pihak keluarga muslim yang bahagia adalah ketakwaan kepada Allah SWT yang didirikan berdasarkan ilmu keagamaan. Dengan pilar ini maka semua kekurangan akan dapat dilengkapi. Dia juga pematri pemandu hati, pembina watak dan pembersih jiwa. Dengan ketakwaan juga dia akan menjadi kompas penunjuk hak dan pengikat kewajiban dan dia pulalah pemudah semua kesulitan dan penangkal segala kejahatan. Takwa juga akan menjadi pemacu segala kebajikan dan pemersatu segala perbedaan.

Kedua. Akhlak dan Kesopanan. Di dalam rumah tangga yang bahagia sudah terjalin hubungan harmonis antara sesama keluarga. Mereka yang muda menghormati yang tua, begitu juga sebaliknya yang tua menghargai dan mencintai yang muda. Sikap saling menghormati dan menyayangi dalam keluarga ini digariskan dalam sebuah hadist Rasulullah SAW: "Tidaklah termasuk umatku orang-orang yang tidak menghormati orang tua dan orang yang tidak menyayangi orang-orang kecil/muda."

Ketiga. Etika Pergaulan. Dalam rumah tangga yang bahagia akan tercermin melalui keharmonisan antara sesama anggota keluarga. Masing-masing anggota keluarga dapat menempatkan diri dan menjalankan tugasnya masing-masing dengan penuh tanggung jawab. Suami bertanggung jawab terhadap isteri dan anak-anak, sedangkan isteri tidak membuat kebijakan tanpa sepengetahuan suami. Demikian pula anak-anak selalu mematuhi kehendak orang tuanya. Dalam rumah tangga yang bahagia tidak ada perasaan saling mencurigai dan saling salah menyalahkan.


Keempat. Hemat dan Hidup Sederhana. Rumah tangga yang serba berkecukupan dengan harta benda yang melimpah belum menjamin penghuninya berbahagia. Malahan dengan harta melimpah disertai kedudukan yang tinggi dan kekuasaan yang luas sering menimbulkan persoalan yang tiada henti.
Akibatnya kehidupan dalam keluarga kurang harmonis karena tidak ada lagi komunikasi atau terbatasnya untuk bersama dalam keluarga karena sibuk dengan kepentingan masing-masing. Inilah salah satu penyebab retaknya kehidupan rumah tangga. Namun sebagian besar penyebab kehancuran suatu rumah tangga karena tidak pandai berhemat dan tidak memikirkan bagaimana hidup esok hari.


Kelima Menyadari Cacat Diri Sendiri masing-masing anggota keluarga. Sudah menjadi kebiasaan sampai sekarang tidak menyadari aib atau cacat diri sendiri. Tetapi melihat aib orang lain sudah menjadi tren yang populer. Dalam kehidupan rumah tangga yang bahagia, mereka tidak saling membuka aib, tetapi sebaliknya saling menutupi aib.  Kemudian yang harus disadari bahwa masing-masing orang memiliki kekurangan dan kelebihaan. Kekurangan dan kelebihan masing-masing inilah yang harus dimanfaatkan untuk saling mengisi dan menutupi sehinga selaras dan serasi.

Sebagai tambahan selain kelima faktor barusan, guna mewujudkan sebuah keluarga yang bahagia, adalah dengan tidak melupakan hidayah dan petunjuk-petunjuk Allah SWT sebagaimana dilukiskan dalam Alquranul karim Surat Al-Hasyr 19:

 "Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa akan dirinya sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik."  (QS Al-Hasyr 19)

Wallahu'alam

 

Sumber : (koran sriwijayapost)

 

[ Read More ]

Syair Islam : Waspadalah Teroris (khawarij)



wahai saudaraku,

ijinkan aku berbagi sesuatu

yaitu tentang serigala berbulu domba

ciri-ciri teroris yang dimurkai Allah dan Rasul-Nya

diantara miliaran manusia dimuka bumi

ada sekelompok manusia yang merasa dirinya paling benar jalannya

kemudian mengejek, mengolok-olok yang lain,

memboikot, merampas hak milik saudaranya

demi kepentingan golongannya,

katanya bertujuan untuk menegakkan kebenaran hakiki,

namun akhirnya hanya untuk memperkaya diri sendiri,

terkadang perbuatan bertolak belakang dengan apa yang mereka katakan,

mereka melarang orang lain berbuat kejelekan

tapi mereka melakukan kejelekan yang lebih berat,

mereka mengatakan kebenaran

tetapi mereka mengingkari kebenaran itu dengan perbuatan mereka.

Penampilan mereka bagus

namun sayang hati mereka kotor dan lusuh.

Kepada orang diluar golongannnya mereka menyombongkan diri,

kepada orang didalam golongannya sendiri terkadang mereka ribut sendiri

padahal hanya karena hal yang sepele.

Mereka lebih suka memandang orang dari penampilan bukan dari akhlaqnya.

Mereka menodai kitab suci dengan perkataan mereka yang sombong

dan mereka gunakan ayat suci untuk menyerang dan mencela orang lain,

Sungguh kitab suci mengajarkan kepada mereka supaya berakhlaq mulia kepada sesama

namun perbuatan mereka sebaliknya.

Meskipun mereka hafal kitab suci

namun tak lebih dari menyangkut dikerongkongannya,

sama sekali tak masuk kedalam hatinya.

Hal itu tercermin dari perbuatan mereka yang mengingkari ajaran kitab suci

padahal mulut mereka banyak mengatakan ayat suci.

Mereka menyangka mereka paling masuk surga,

padahal surga itu milik Allah Bukan milik nenek moyang mereka.

Mereka menyesatkan banyak manusia dengan cara yang samar,

memang tak ada yang lebih berbahaya daripada iblis berpakaian sorban

Wahai Saudaraku jangan ikuti jejak mereka

Jika tidak ingin divonis oleh Rasulullah sebagai…

Anjing-anjing penghuni neraka, ..

naudzubillah."

 

( Syair Ashabul Muslimin)

[ Read More ]

Nasehat Islam : Janganlah Suka Mencari Muka Manusia


Waspadalah kepada riya' dan atau cari muka

"Meskipun kau mampu lampui ujung barat sampai ujung timur bumi, kau daki seribu gunung, kau taklukan samudra luas, kau telasak seribu hutan rimba belantara, dan kau susuri padang pasir luas nan gersang kering kerontang namun jika  hanya untuk mencari wajah manusia (perhatian, kecintaan, popularitas dan simpati orang lain) hal itu sungguh perbuatan sia-sia hanya akan menimbulkan sesal akhirnya. Mencari wajah kepada manusia seperti bergantung pada akar yang lapuk sedangkan mencari wajah (ridha) Allah SWT seperti bergantung pada tali yang amat kuat. Kecintaan manusia bersifat sementara, dan kau hanya akan dibuat lelah seumur hidup jika mencarinya sedangkan kecintaan Tuhanmu kekal slamanya dan lebih baik balasannya. Hati-hatilah dengan amal yang sia-sia yaitu beramal untuk mencari muka manusia. Diakhirat amalnya seperti debu yang berterbangan, tak berarti apa-apa".

(Syair Ashabul Muslimin)


[ Read More ]

Islam Memang Mengajarkan Kerukunan dan Menghargai orang lain

Oleh : Azhari Akmal Tarigan

(Penulis Koordinator Tim Penulis Tafsir Al-Qur'an UTS dan  Dosen Fak. Syari'ah IAIN.SU Medan)
Saya yakin, kerukunan antar umat beragama tidak akan pernah terwujud secara harmonis dan langgeng sepanjang tidak ada penghargaan antar sesama. Penghargaan yang saya maksud adalah penghargaan minoritas (apakah Kristen yang menjadi minoritas ataukah Islam menjadi minoritas) terhadap kelompok mayoritas. Disparitas minoritas-mayoritas tidak perlu ditutup-tutupi karena realitasnya demikian. Tidak juga salah jika minoritas – mayoritas dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan termasuk dalam pendirian rumah ibadah.

 
Sebelum lebih jauh saya mendiskusikan tema di atas, saya ingin bercerita tentang pengalaman peribadi saya terlebih dahulu. Antara tahun 2003-2004 saya dan keluarga tinggal di Jln.****** pinggiran Kota Medan.  Di depan rumah kontrakan saya terdapat sebuah Geraja yang besar dan cukup ramai. Tidak saja pada hari minggu tetapi juga pada hari-hari lainnya. Jika hari minggu, sejak pagi sampai siang hari, gereja penuh sesak dikunjungi jama'atnya. Biasanya, anak-anak jadwalnya lebih pagi dan orang dewasa jadwal ibadahnya pada siang hari. Mereka melakukan ritual dan menyanyikan lagu-lagu rohani. Sangat jelas terdengar oleh saya lagu-lagu rohani yang menembus dinding rumah saya.

Apakah saya merasa terganggu ? Pada mulanya ia. Saya dan keluarga tertanggu. Anak saya yang masih berada di TK hampir hapal "lagu rohani" tersebut, setidaknya iramanya.. Bahkan beberapa kali saya menyaksikan ia bermain-main di halaman gereja bersama teman-temannya yang Muslim dan Kristen. Saya mengaku terganggu karena seumur-umur, saya tidak pernah tinggal dekat gereja. Jadi saya tidak pernah tahu bagaimana orang Kristen beribadah. Saya juga tidak pernah mendengar mereka bernyanyi. Tapi sewaktu tinggal di jln. P, saya menyaksikannya setiap minggu. Perlahan namun pasti  saya akhirnya dapat "menikmati" ibadah mereka. Mendengarkan lagu-lagu pujian yang bagi saya, itulah tasbih dan zikir mereka. Saya percaya, mereka sedang beribadah yang menurut mereka itulah yang benar. Apakah saya harus protes ! Haruskah saya mengekspresikan rasa tidak senang saya ! Tentu saja tidak. Saya sadar bahwa keyakinan tidak bisa dipaksanakan, tidak juga bisa disamakan. Sama sadarnya saya, bahwa kami adalah pendatang. Tambahan lagi, jumlah muslim di daerah tersebut sedikit. Wajarlah, kendati di belakang rumah saya ada mushalla, tetapi saya tidak pernah mendengar suara Toa berdering pada waktu shubuh. Paling-paling hanya azan. Mengapa orang Islam tidak memaksakan dirinya untuk menghidupkan Toa. Jawabnya karena kita menghargai mereka yang mayoritas. Kita tidak ingin menggangu mereka.

Menariknya, kehidupan di tempat tersebut cukup harmonis. Saya yang pendatang dan secara kolektif menjadi minoritas di tempat itu harus menghormati dan menghargai masyarakat sekitarnya. Inilah sunnatullahnya. Tidak ada konflik. Saya yang kerap pulang malam sehabis dakwah di tempat yang jauh tidak pernah di ganggu. Saudara-saudara saya yang Kristen begitu sangat bersahabat. Hampir satu tahun saya tinggal di tempat tersebut. Saya tidak pernah menghadapi masalah. Bahkan ketika saya pindah ke rumah yang permanent, mereka membantu saya. Pengalaman tersebut mengajarkan kepada saya, kerukunan antar pemeluk agama hanya dapat dibangun, jika ada saling menghargai dan menghormati; antara pendatang dengan penduduk asli, kelompok minoritas dengan mayoritas. Bukankah tidak ada manfaatnya membenturkan keyakinan dan kepercayaan yang sifatnya sangat ruhani tersebut.

Hemat saya, konflik yang terjadi antara Islam dan Kristen di Indonesia salah satu sebabnya adalah karena kelompok pendatang dan minoritas kerap memaksakan kehendaknya. Hubungan Islam dan Kristen dalam sejarahnya, termasuk di Indonesia, diwarnai rasa "marah" bahkan dalam tingkat tertentu rasa bermusuhan kendati dalam sunyi. Hal ini semakin dipicu, karena kedua agama tersebut merupakan agama risalah, yang memiliki dan mengakui klaim keselamatan hanya ada pada agamanya. Suasana yang seperti ini, jika tidak disikapi dengan jujur dan terbuka, akan melahirkan konflik horizontal.

Bagi saya, salah satu wujud keterbukaan dan keberterusterangan itu adalah, adanya keharusan bagi kelompok minoritas dan pendatang untuk menghargai kelompok asli dan menjadi mayoritas. Bagi umat Islam di Bali atau di daerah Batak, ketika menjadi minoritas, harus menghargai saudaranya yang mayoritas atau penduduk asli di daerah tersebut. Adalah sikap yang tidak bijaksana jika mereka yang minoritas memaksakan dirinya untuk mendirikan masjid. Harus dibedakan larangan beribadah dengan larangan mendirikan rumah ibadah. Selama ini kita kerap menyamakan antara beribadah dengan mendirikan rumah ibadah. Sesungguhnya mendirikan rumah ibadah tidak wajib. Ajaran Islam menegaskan bahwa seluruh bumi Allah ini dapat dijadikan masjid dalam makna "tempat sujud" bukan dalam arti bangunan yang memiliki kubah. Muslim yang minoritas tidak perlu untuk menggunakan Toa yang voltasenya maksimal ketika azan, baca Qur'an atau tabligh. Kita harus menenggang rasa terhadap mereka yang mayoritas. Itulah cermin kedewasaan beragama.

Demikian pulalah halnya jika umat Kristen menjadi pendatang dan minoritas di daerah tertentu. Adalah tidak bijaksana jika ekspresi keberagamaannya didemontrasikan sedemikian rupa. Wajar saja di sebuah kampung yang penduduknya mayoritas muslim merasa tersinggung, jika kelompok minoritasnya memaksakan diri untuk mendirikan rumah ibadah. Lebih-lebih jika aturan-aturan hukum dicoba untuk "diutak-atik". Tidak tepat juga jika kita menggunakan alasan Hak Asasi Manusia. Bagi saya yang menjadi hak asasi adalah beribadah bukan mendirikan rumah ibadah.

Saya terkadang heran saja, jika ada pihak yang mencoba menafikan logika mayoritas-minoritas.  Faktanya ada pemeluk agama yang menjadi mayoritas tetapi juga ada yang minoritas. Ini adalah realitas yang tidak dapat dibantah dan merupakan kenyataan sosial yang terdapat di mana-mana. Dalam konteks etnik realitasnya juga demikian; ada etnik asli, ada pula etnik pendatang. Di Indonesia Islam menjadi mayoritas secara totalitas penduduk negeri ini. Tetapi di daerah-daerah tertentu, Islam menjadi minoritas. Lihatlah di Karo juga di daerah Tapanuli atau di Nias. Lihat pula di Bali, Irian Jaya, Nusa Tenggara Timur, dan beberapa bagian Indonesia Timur lainnya. Tanyalah umat Islam di sana. Bagaimana mereka diperlakukan. Sudahkan adil dan bermartabat. Bagi saya, sepanjang hak-hak dasar, beragama (beribadah), keselamatan jiwa, keturunan, harta dan akal  (al-dauiriyat al-khamsah) kelompok minoritas tidak terganggu, maka tidak ada yang perlu di desakkan dan dipaksakan.

Saya teringat kejadian tahun 1967 ketika terjadi konflik agama di Indonesia. yaitu pengrusakan geraja di Meulaboh, Aceh (Juni 1967), perusakan gereja di Ujung Pandang, Makasar (Oktober 1967) dan beberapa kasus lainnya. Sewaktu M. Natsir pulang dari lawatannya ke luar negeri, ia diminta berkomentar tentang hubungan Islam – Kristen di Indonesia. Pokok pemikiran yang disampaikan Natsir adalah, apa yang terjadi itu sesungguhnya dampak-ekses dari satu peristiwa atau fenomena yang dirasakan tidak adil. Apakah masih sesuai dengan Pancasila jika pemeluk agama tertentu dengan berbagai caranya memaksakan orang-orang yang telah beragma untuk berpindah agama. Apakah sesuai dengan Pancasila, jika di daerah yang hampir tidak dijumpai pemeluk agama tertentu berdiri rumah ibadah yang cukup megah ! Akhirnya, M. Natsir menawarkan perlunya etika dalam dakwah. Tidak ada boleh pemaksaan dalam hal keyakinan beragama. Dakwah harus disampaikan dengan penuh kejujuran dan ketulusan. Dakwah memerlukan kearifan, kebijaksanaan, bukan provokasi apa lagi menghasut dan menjelekkan agama tertentu dengan tujuan untuk merubah dan menggeser keyakinan orang lain. Jika orang harus berpindah agama, sejatinya perpindahan itu didasarkan pada pencarian dan penemuan kebenaran itu sendiri.

Bagi saya salah satu bentuk perwujudan dari etika tersebut adalah saling menghargai dan menghormati kelompok minoritas terhadap kelompok mayoritas. Jika ini terwujud, maka efeknya akan muncul saling  menghargai antar sesama. Pada gilirannya, yang mayoritas menjadi pelindung bagi minoritas. Sejarah Islam menunjukkan, ketika Islam menjadi mayoritas dan non muslim menjadi minoritas, yang tercipta adalah kedamaian dan ketenteraman. Jika ada yang ragu, marilah kita kembali menolah sejarah dan membacanya dengan jujur.

Mungkin apa yang ditawarkan ini bagi sebagian orang terasa naïf. Namun semangat yang ingin dikemukakan adalah dalam membangun kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia, kita perlu terbuka, apa adanya, jujur dan tanpa perasangka. Saya khawatir, pemerintah kerap menyatakan tidak ada konflik agama, tetapi masyarakat merasakannya. Saatnya pemerintah, pejabat, tokoh organisasi agama (bukan tokoh agama) berhenti berbicara dan tanyalah umat beragama, apa sesungguhnya yang mereka rasakan. Selanjutnya apa yang mereka inginkan. Jangan-jangan, apa yang dinyatakan pemeluk agama dengan apa yang diinginkan tokohnya tidak sama.(sumber : koran waspada)

 


 




[ Read More ]

    close
    Banner iklan disini

    Kunjungan Anda

    Total Tayangan Halaman