berbagi pengetahuan tentang Islam diakhir zaman.بِـسْـمِ اللهِ

Premium Blogger Themes - Starting From $10
#Post Title #Post Title #Post Title

Hukum MLM (multilevel marketing) dalam Islam

LATAR BELAKANG
 
Baru-baru ini ada salah seorang teman dari jurusan Tarbiyah yang sudah menginjak semester 9 di STAIN Pekalongan menawarkan tentang bisnis Multi Level Marketing (MLM), awalnya saya belum paham apa itu MLM. Suatu saat saya diajak untuk menghadiri sebuah diskusi yang diisi oleh seorang usahawan sukses, dan dihadiri pula oleh seorang Habaib yang masing-masing dari mereka memberikan motivasi untuk giat dalam bekerja. Ternyata setelah saya amati modus mereka mengajak seseorang untuk diajak mengikuti presentasi mengenai bisnis mereka, kemudian ditawari untuk bergabung dengan membeli tanda anggota dengan membayarnya. Setelah kita bergabung kita disuruh menjualkan barang dari mereka yang sudah kita beli, nah dengan semakin banyaknya produk yang kita beli, maka akan semakin banyak pula komisi yang kita dapat tiap bulannya. Selain hal itu kita juga diharapkan untuk merekrut anggota-anggota lain yang mau bergabung dengan jaringan tersebut, semakin banyak anggota-anggota dibawahnya semakin banyak pula komisi yang didapat dari setiap penjualan produk-produk tersebut.
Disamping menjalankan hal tersebut para anggota diharapkan menghadiri sebuah seminar yang diisi oleh seorang yang sudah sukses, dengan harapan mendapat motivasi dari narasumber tersebut. Berkaitan dengan hal ini, saya juga ingin menggagas bagimana hukum Multi Level Marketing. Apakah diperbolehkan? Atau tidak diperbolehkan? Atau bahkan ada hal-hal tertentu yang harus diperhatikan?
Pertanyaan ini patut muncul sebagai kegelisahan ilmiah kami, mengingat maraknya praktek-praktek MLM baik yang menawarkan lewat jasa barang, pelatihan ataupun bentuk-bentuk lain.
Memang salah satu cara perusahaan untuk menembus pasar dengan cepat adalah dengan sistem pemasaran bertingkat (Multi Level Marketing) atau biasah disingkat menjadi MLM. MLM adalah sistem pemasaran yang mengandalkan penjualan langsung (direct selling) melalui jaringan distributornya yang terbentuk secara berantai, dimana setiap distributor yang merecrut dan direkrut selalu ada kaitan perhitungan komisi dan bonus. Tujuan dari sistem pemasaran bertingkat ini adalah menyebarkan produk dan mensejahterahkan distributor sekaligus konsumenya. Karena pemasaran produk dilakukan secara langsung ke konsumen, maka sukses tidaknya kegiatan pemasaran sangat tergantung pada jumlah dan kemampuan distributor dalam menjual. Disamping atau berhasil tidaknya suatu MLM juga ditentukan oleh kualitas produk dan layanannya, yaitu produk yang memenuhi keinginan konsumen, akrab dengan kesehatan dan lingkungan, dan tentu saja sang distributor harus mengikuti aturan main bisnis perusahaan MLM (Wiratmo,Pengantar Kewiraswastaan.1996).
Praktik bisnis MLM banyak diminati, banyak kalangan diantaranya mengingat jumlah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar mencapai 200 juta jiwa. Bayangkan kalau rata-rata minimal belanja per bulan Rp. 10 ribu per jiwa, akan terjadi transaksi dan perputaran uang sejumlah Rp. 2 trilyun per bulan.
Hal itu menjadi menarik dibahas dengan harapan tahu apa sebenarnaya MLM itu, bagaimana cara kerjanya dan yang tidak kalah penting dan harus tahu adalah hukum dari MLM tersebut dalam perspektif hukum islam, mengingat MLM sudah marak dan menyebar luas di seluruh Indonesia.

A.    Pengertian Dan Cara Kerja MLM
MLM adalah singkatan dari Multi Level Marketing yang juga disebut dengan istilah Network Marketing. Secara Etimologi Multi Level marketing (MLM) berasal dari bahasa Inggris,Multi berarti banyak sedangkan Level berarti jenjang atau tingkat. Adapun marketing berarti pemasaran. Jadi dari kata tersebut dapat difahami bahwa MLM adalah pemasaran yang berjenjang banyak.[1]Dalam bahasa Indonesia MLM dikenal dengan istilah Pemasaran Berjenjang, atau Penjualan Langsung Berjenjang,
Secara umum Multi Level Marketing adalah suatu metode bisnis alternatif yang berhubungan dengan pemasaran dan distribusi yang dilakukan melalui banyak level (tingkatan), yang biasa dikenal dengan istilah Upline (tingkat atas) dan Downline (tingkat bawah), orang akan disebut Upline jika mempunyai Downline. Inti dari bisnis MLM ini digerakkan dengan jaringan ini, baik yang bersifat vertikal atas bawah maupun horizontal kiri kanan ataupun gabungan antara keduanya.[2]
MLM adalah menjual atau memasarkan langsung suatu produk baik berupa barang atau jasa konsumen sehingga biaya distribusi dari barang yang dijual atau dipasarkan tersebut sangat minim bahkan sampai ke titik nol yang artinya bahwa dalam bisnis MLM ini tidak diperlukan biaya distribusi.[3] MLM juga menghilangkan biaya promosi dari barang yang hendak dijual karena distribusi dan promosi ditangani langsung oleh distributor dengan sistem berjenjang.
Mekanisme operasional pada MLM ini adalah seorang distributor dapat mengajak orang lain untuk ikut juga sebagai distributor. Kemudian orang lain itu dapat mengajak pula orang lain lagi untuk ikut bergabung. Begitu seterusnya, semua yang diajak dan ikut merupakan suatu kelompok distributor yang bebas mengajak orang lain lagi sampai level yang tanpa batas. Inilal salah satu perbedaan MLM dengan pendistribusian secara konvensional yang bersifat single level.
Pada pendistribusian konvensional, seorang agen mengajak beberapa orang bergabung ke dalam kelompoknya menjadi penjual atau sales atau wiraniaga. Pada sistem single level para wiraniaga tersebut meskipun mengajak temannya, hanya sekedar pemberi referensi yang secara oraganisasi tidak di bawah koordinasinya melainkan terlepas. Mereka berada sejajar sama-sama sebagai distributor.
Dalam MLM terdapat unsur jasa. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya seorang distributor yang menjualkan barang yang bukan miliknya dan ia mendapatkan upah dari presentase harga barang. Selain itu jika ia dapat menjual barang tersebut sesuai dengan target yang telah ditetapkan maka ia mendapatkan bonus yang ditetapkan perusahaan. Menurut catatan APLI (Asosiasi Penjual langsung Indonesia), saat ini terdapat sekitar 200-an perusahaan yang menggunakan sistem MLM dan masing-masing memiliki karakteristik, spesifikasi,pola, sistem dan model tersendiri. Sehingga untuk menilai satu persatu perusahaan MLM sangat sulit sekali.[4]
  1. Hukum Multi Level Marketing Perspektif Hukum Islam
secara fiqh sebuah akad (transaksi) harus ada ma’qud ‘alaih (obyek transaksinya), akad tanpa ma’qud alaih adalah batal.Tidak bias disebut dengan Multi Level Marketing, kalau tidak ada sesuatu yang di marketing -kan. Untuk MLM yang menjual produk berupa barang, maka pada hakekatnya kegiatan MLM adalah transaksi jual beli ( al-bai’ atau al-buyuu’),[5] dan sudah menjadi kesepakatan ulama’[6] bahwa jual beli adalah merupakan akad yang dihalalkan oleh syariah Islam, berdasarkan Al-quran, sunnah dan Ijma’.
Semua bisnis yang menggunakan sistem MLM dalam literature syariah Islam pada dasarnya termasuk kategori muamalah yang dibahas dalam bab al-Buyu’ (jual beli) yang hukum asalnya secara prinsip boleh berdasarkan kaidah fiqh (al-ashlu fil asya’ al-ibahah) hukum asal segala sesuatu termasuk muamalah adalah boleh selama bisnis tersebut bebas dari unsur-unsur haram seperti riba (system bunga), gharar (tipuan), dharar (bahaya), dan jahalah (ketidakjelasan). Dzulm (merugikan hak orang lain) disamping barang atau jasa yang dibisniskan adalah halal.
Diantara dalil halanya jual beli adalah firman Allah swt :
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“ Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. ( QS Al-Baqarah :275)[7]
Ada juga ayat lain :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.(QS An-Nisaa’: 29[8])
Mengenai produk atau barang yang dijual apakah halal atau haram tergantung kandungannya, apakah terdapat sesuatu yang diharamkan Allah seperti unsur babi, khamr, bangkai atau darah. Begitu pula dengan jasa yang dijual apakah mengandung unsur kemaksiatan seperti praktik perzinaan, perjudian atau perdagangan anak dsb, dan ini semua bisa kita rujuk pada serifikasi Halal dari LPPOM MUI.
Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya sekedar menjalankan penjualan produk barang, melainkan juga produk jasa, yaitu jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee, bonus sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan status keanggotaan distributor. Jasa penjualan ini (makelar) dalam terminologi fiqh disebut sebagai “Samsarah/simsar”. Maksudnya perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli) untuk memudahkan jual beli. Pekerjaan Samsarah/simsar yang berupa makelar, distributor atau agen dalam fiqh termasuk akad ijarah yaitu transaksi memanfaatkan jasa orang dengan imbalan. Pada dasarnya para ulama seperti Ibnu Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, Atha dan Ibrahim memandang boleh jasa ini.[9] Namun untuk sahnya pekerjaan ini harus memenuhi beberapa syarat diantaranya :
  1. Adanya Perjanjian yang jelas antara kedua belah pihak.
  2. Objek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan.
  3. Objek akad bukan hal-hal yang diharamkan dan maksiat.
Distributor dan perusahaan harus jujur, ikhlas, transparan, tidak menipu dan tidak menjalankan bisnis yang haram dan syubhat (tidak jelas halal/haramnya). Distributor dalam hal ini berhak menerima imbalan setelah berhasil memenuhi akadnya. Sedangkan pihak perusahaan yang menggunakan jasa marketing harus segera memberikan imbalan para distributor dan tidak boleh menghanguskan atau menghilangkannya.[10] Pola ini sejalan dengan firman Allah :
“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syuaib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman".( QS. Al-A’raf : 85)[11]
“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman”.( al- Baqarah : 233)
Dan hadis nabi “ Berilah para pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya.”
(H.R. Ibnu Majah, Abu Ya’la dan Thabrani). [12]
Jumlah upah atau imbalan jasa yang harus diberikan kepada makelar atau
distributor adalah menurut perjanjian sesuai dengan Qs. al-Maidah : 1.[13]
kemudian hadist nabi ; “ orang-orang muslim itu terikat dengan pejanjian-perjanjian mereka (H.R. Ahmad, Abu Dawud, hakim dari Abu Hurairah).[14]
Jadi pada dasarnya hukum dari MLM ini adalah mubah berdasarkan kaidah ushuliyahal-ashlu fil mu’amalah al-ibahah hatta dallad dalilu ala tahrimiha “ (asal dari semua transaksi atau perikatan adalah boleh sehingga ada indikator yang menunjukkan keharamannya). Selain itu bisnis ini bebas dari unsur-unsur Riba (sistem bunga), gharar (penipuan), dharar (bahaya), jahalah (tidak transparan) dan zhulm (merugikan orang lain) dan yang lebih urgen adalah produk yang dibisniskan adalah halal. Karena bisnis MLM merupakan bagian dari perdagangan oleh sebab itu bisnis ini juga harus memenuhi syarat dan rukun sahnya sebuah perikatan.[15]
Dalam pandangan jumhur yang termasuk rukun akad adalah sebagai berikut :
  1. Al-‘aqidain (subjek/ dua orang yang melakukan akad)
  1. Al-‘aqidain (subjek/ dua orang yang melakukan akad)
Yaitu para pihak yang melakukan akad. Sebagai pelaku dari suatu tindakan hukum (subjek hukum) tertentu dan sering kali diartikan sebagai pengemban hak dan kewajiban. Subjek hukum terdiri dari dua macam yaitu manusia dan badan hukum. Adapun syarat manusia yang menjadi subjek hukum adalah berakal, tamyiz (dapat membedakan), dan mukhtar (bebas dari paksaan atau suka sama suka).
  1. Objek Perikatan (mahallul ‘aqdi)
Yaitu sesuatu yang dijadikan objek akad dan dikenakan padanya akibat hukum yang ditimbulkan. Hal ini bisa berupa benda (produk) atau jasa (manfaat). Adapun syarat yang harus dipenuhi yaitu :
1)      Objek harus ada ketika akad dilangsungkan
2)      Objek harus dibenarkan oleh syariah
3)      Objek harus jelas dan dikenali
4)      Objek dapat diserah terimakan
Dalam bisnis MLM biasanya menjual sebuah produk baik itu barang maupun jasa. Produk tersebut haruslah memiliki kualitas yang cukup baik agar bisa bersaing di pasar dan ini merupakan faktor kunci dari sebuah perusahaan agar bisa disebutsebagai sebuah MLM atau tidak dan produk ini sudah disiapkan oleh perusahaan sebelum perusahaan menjual kepada calon member atau konsumen. Ketika seorang calon member membeli sebuah produk, dia diharuskan mempelajari terlebih dahulu kegunaan dan manfaat dari produk yang akan dibelinya, apakah sesuai dengan syariah atau tidak. Selanjutnya setelah dia membeli produk tersebut maka otomatis dia memiliki hak kepemilikan atas produk tersebut serta otomatis produk tersebut telah berpindah ketangan calon member/konsumen tersebut, dan pola ini
sesuai dengan syarat dan rukun diatas.
  1. Tujuan Perikatan (maudhu’ul aqdi)
Yaitu sebuah akad harus sesuai dengan azas kemaslahatan dan manfaat.
Ahamad Azhar Basyir menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu tujuan sebuah akad dipandang sah dan memiliki akibat hukum yaitu :
1)      Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak yang bersangkutan tanpa akad yang diadakan.
2)      Tujuan akad harus berlangsung adanya hingga berakhirnya pelaksanaan akad
3)      Tujuan akad harus sesuai syariat.
  1. Shigatul aqdi (Ijab-qobul)
Yaitu ungkapan para pihak yang melakukan proses transaksi. Ijab merupakan suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan sesuatu atau tidak sedangkan qobul merupakan pernyataan menerima atau persetujuan dari pihak kedua atas penawaran dari pihak pertama. Ijab dan Kabul dapat dilakukan dengan empat cara yaitu lisan, tulisan, isyarat dan perbuatan.
Sistem MLM melakukan sebuah transaksi atas keempat hal diatas, bisa dilakukan dengan tulisan dimana calon member atau konsumen diharuskan mengisi formulir pendaftaran yang disediakan oleh perusahaan sebelum membeli produk atau menjadi anggota dari perusahaan tersebut, kemudian ketika dia merekrut anggota baru otomatis dia mendapatkan bonus (fee) dari hasil kerjanya memasarkan produk tersebut kepada orang lain. Pendapatan bonus ini bekerja secara otomatis sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan dan ini bisa di analogikan dengan bentuk ijab-kabul secara perbuatan yang dalam istilah fiqhnya disebut ta’athi atau mu’athah (saling memberi dan menerima). Adanya perbuatan saling memberi dan menerima dari para pihak yang telah saling memahami perbuatan perikatan tersebut akan membawa kepada sahnya transaksi tersebut.[16]
KESIMPULAN
Secara umum Multi Level Marketing adalah suatu metode bisnis alternatif yang berhubungan dengan pemasaran dan distribusi yang dilakukan melalui banyak level (tingkatan), yang biasa dikenal dengan istilah Upline (tingkat atas) dan Downline (tingkat bawah), orang akan disebut Upline jika mempunyai Downline.
Salah satu ruang lingkup permasalahan dari bisnis MLM yaitu pendukung MLM senantiasa menekankan bahwa anda dapat menjadi kaya karena dimotivasi untuk dapat melakukan MLM di waktu luang sesuai kontrol anda sendiri karena sebagai sebuah bisnis, MLM menawarkan fleksibilitas dan kebebasan mengatur waktu. Beberapa jam seminggu dapat menghasilkan tambahan pendapatan yang besar dan dapat berkembang menjadi sangat besar sehingga kita tidak perlu lagi bekerja yang lain.
Sistem kerja MLM yang sesuai syariah menurut al-Quran dan al-hadits yaitu terhindar dari unsur-unsur haram seperti riba, gharar, dharar, dan jahalah. Dzulm, walaupun barang atau jasa yang dibisniskan adalah halal. Dan tidak diperbolehkan memakai sistem MLM atau hanya berkedok MLM yang masih meragukan ataupun yang sudah jelas ketahuan tidak sehatnya bisnis tersebut baik dari segi kehalalan produknya, sistem marketing fee, legalitas formal, maupun pertanggungjawabannya.

Leave a Reply

    close
    Banner iklan disini

    Kunjungan Anda

    Total Tayangan Halaman