Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu
sebagai anak kandungmu . Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja.
Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan . Panggilah
mereka dengan nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah,
dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka saudara-saudaramu
seagama dan maula-maulamu . Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu
khilaf padanya, tetapi apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al-Ahzab : 4-5).
Latar
Belakang
Kita
sering mendengat fenomena adopsi anak entah itu karena sebab ingin punya anak
karena belum punya keturunan, atau ingin menolong anak itu karena yatim piatu.
Sungguh Mulia memang, sehingga anak angkat itu merasakan punya orang tua dan
merasa ketenangan batin karena ada yang mengasihi dan menyayangi. Tapi bagaimanakah
hukum status anak angkat dalam islam itu disini kita akan menjelaskannya.
Dari
ayat diatas sebenarnya sudah jelas bahwa dalam islam itu tak ada anak angkat
itu hanya sebutan dalam masyarakat saja, statusnya tetap bukan mahram alias dia
anak orang lain. Jika anak angkat itu lain jenisnya dengan kita misal kita
laki-laki dia perempuan maka anda sah sah saja menikahi anak perempuan itu
karena memang statusnya halal dinikahi karena dia bukan mahram. syariat Islam
yang agung telah menjelaskan dengan lengkap dan gamblang hukum-hukum yang
berkenaan dengan masalah anak angkat ini, sehingga jika kaum muslimin mau
mempelajari petunjuk Allah Ta’ala dalam agama mereka maka mestinya
mereka tidak akan terjerumus dalam kesalahan-kesalahan tersebut di atas.
Kisah
turunnya ayat al-quran diatas atau asbabun nuzulnya sebagaimana menurut Imam
Ibnu Katsir berkata, “Sesungguhnya ayat ini turun (untuk menjelaskan) keadaan
Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, bekas budak Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Sebelum diangkat sebagai Nabi, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengangkatnya sebagai anak, sampai-sampai dia dipanggil
“Zaid bin Muhammad” (Zaid putranya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam),
maka Allah Ta’ala ingin memutuskan pengangkatan anak ini dan penisbatannya
(kepada selain ayah kandungnya) dalam ayat ini, sebagaimana juga firman-Nya di
pertengahan surah al-Ahzaab,
“Muhammad
itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi
dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu” (QS al-Ahzaab: 40)”
Sebenarnya
adopsi anak sudah terjadi sejak jaman jahiliyah.Di masa silam, masyarakat arab
memiliki kebiasaan adopsi anak. Menurut aturan mereka, anak yang diadopsi
statusnya sama persis dengan anak kandung. Sampai nasabnya diubah, tidak lagi
ke orang tua asli, tapi ke orang tua angkat. Dan semua hubungan nasab anak
angkat, berpindah ke orang tua angkat. Mereka bisa saling mewarisi, bisa
menjadi mahram, bisa menjadi wali nikah, dst. Memiliki hak dan hukum yang sama
sebagaimana anak kandung.
Ini
menjadi aturan umum dan dibakukan di masyarakat, sampai Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri sebelum menjadi nabi, beliau
mengangkat mantan budaknya Zaid untuk menjadi anak angkatnya. Sehingga semua
orang menyebutnya: Zaid bin Muhammad. Padahal ayah aslinya bernama Haritsah.
Ibnu Umar mengatakan,
Kami
tidak pernah memanggil Zaid bin Haritsah, namun Zaid bin Muhammad, sampai Allah
menurunkan firmannya di surat Al-Ahzab ayat 5. (HR. Bukhari)
Haramnya
Status anak angkat dalam Islam
Mengangkat
seorang anak dalam islam sehingga menjadikan status nasabnya berubah adalah
haram, sedangkan yang diperbolehkan adalah anak angkat itu diperlakukan
nasabnya seperti anak orang lain jangan sampai statusnya menjadi anak sendiri.
karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi ancaman
yang sangat keras bagi orang yang mengubah nasab. Dalam hadis dari Sa’d,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Siapa yang mengaku
anak seseorang, sementara dia tahu bahwa itu bukan bapaknya maka surga haram
untuknya.” (HR. Bukhari no. 6385)
Kemudian
hadits lainnnya ,
dari
Anas bin Malik ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa menasabkan diri kepada
selain ayahnya, atau kepada selain tuan-tuannya, maka ia akan mendapatkan
laknat Allah yang berturut-turut hingga datang hari kiamat."(HR Abu
Dawud)
dari
Abu Hurairah bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika telah turun ayat mengenai li’an beliau bersabda, "Bagi setiap
wanita yang memasukkan kepada kaumnya seseorang yang bukan berasal dari mereka,
maka ia bukan termasuk golongan Allah sama sekali, dan tidak akan Allah
masukkan ke dalam Surga. Dan bagi setiap laki-laki yang mengingkari anaknya
sementara ia mengetahui bahwa anak tersebut benar-benar anaknya, maka Allah menutup
diri darinya, dan Allah akan mempermalukan dirinya di hadapan orang-orang
terdahulu dan yang terakhir." (HR Abu dawud)
Tentu
saja dosa ini tidak ditimpakan pada si anak saja. Termasuk orang yang
mengajarkan kepada si anak nasab yang salah, dia mendapatkan dosa atau bahkan
sumber dosa. Karena dialah yang melakukanperubahan nasab pertama kalinya.Surat
Al-Ahzab ayat 5 ini sekaligus menghapus perlakuan adopsi masa silam. Anak
angkat yang dulu dinasabkan ke ortu asuh, nasabnya harus dikembalikan ke ortu
asli. Termasuk juga tidak berlaku mewarisi dan tidak berhak mendapatkan
warisan, tidak bisa jadi mahram, dan wali nikah.Untuk itu, siapapun dia,
anak angkat tetap dinasabkan kepada orang tuanya, baik di masyarakat, maupun
dalam catatan sipil. Jika alasannya malu, sesungguhnya tidak ada yang perlu
dianggap malu, karena ini bukan tabu. Ataupun jika masih malu, menanggung malu
di dunia, jauh lebih ringan dibandingkan hukuman di akhirat.
Solusi
mengambil anak angkat dalam islam
Mengambil
anak angkat adalah solusi terakhir bagi mereka yang tidak juga dikaruniai anak
dalam jangka waktu yang lama dan berbagai usaha sudah dilakukan. Akan tetapi
ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika hendak mengambil anak angkat
terutama masalah mahram dan penisbatan terhadap nasabnya.Perlu diketahui bahwa
Islam menghapuskan kebiasaan mengangkat anak dan kemudian menjadikan statusnya
sebagaimana anak kandung yang berlaku hak kemahraman dan warisan. Dibawah
ini adalah solusi alternative jika anda ingin memiliki anak angkat paling tidak
ada 2 solusi berikut ini :
1. Mengambil anak angkat dari keluarga yang
masih ada hubungan keluarga dengan istri atau suami.
Misalnya
ingin mengangkat anak perempuan, maka bisa mengambil anak dari saudara kandung
suami. Sehingga status anak perempuan tersebut adalah mahram bagi suami karena
suami adalah pamannya.
Jika
ingin mengangkat anak laki-laki, maka bisa mengambil anak dari saudara kandung
istri. Sehingga status istri adalah mahram bagi anak laki-laki tersebut karena
istri adalah bibinya.
Namun walau
demikian, tetap saja status anak angkat tersebut tidak memiliki status
sebagai anak secara nasab dan status waris.
2. Anak susuan
Jika
tidak ada anak dari keluarga yang bisa diangkat menjadi anak, maka bisa meminta
keluarga misalnya saudara kandung wanita agar menyusukan anak angkat yang masih
kecil. Sehingga menjadi mahram melalui jalur persusuan. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Persusuan
itu menyebabkan adanya hubungan mahram, sama seperti keturuanan.”
(HR.
Bukhari dan Muslim)
Adapun
syaratnya menurut pendapat terkuat:
- Usia anak minimal 2 tahun.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada persusuan (yang menjadikan mahram) kecuali pada umur dua tahun.” (HR. Baihaqi: 1544) - Minimal 5 kali persusuan dan patokannya sampai bayi kenyang dan melepas sendiri susuannya. Aisyah radhiallahu ‘anha berkata, “Yang pernah diturunkan dalam Al-Quran adalah bahwa sepuluh kali persusuan menyebabkan adanya hubungan mahram, kemudian hal itu dihapus menjadi lima kali persusuan. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan keadaan masih seperti itu.” (HR. Muslim dan At-Tirmidzi dan kitab Jami’-nya, dan lafal hadits ini diambil dari beliau).
Solusi
Terbaik lainnya dan Pahala Besar Menyantuni Anak Yatim
Memelihara
dan menyantuni anak yatim adalah sebuah pahala yang besar sekali. Jika anda
bermaksud baik buat mengambilnya untuk dirawat bukan untuk dijadikan anak
angkat, maka itu adalah sebuah keputusan yang sangat baik dan mulia. Karena
pahala yang utama bagi penyantun anak yatim adalah surga abadi, Begitu pula
sebaliknya orang yang kikir dan tidak mau menyantuni anak yatim padahal ia
orang kaya maka juga terancam siksa neraka. Allah menjelaskan tentang
sebab-sebab orang-orang dimasukan ke dalam neraka Saqar.
Allah
berfirman; ”Apa yang menyebabkan kamu masuk Neraka Saqar?” Mereka
berkata; ”Dulu kami termasuk orang-orang yang meninggalkan shalat. Dan
Kami kikir, tidak memberi makan orang miskin dan tidak memuliakan anak yatim.”
(QS.Muddatstir 74 : 42-44)
Tetapi
orang yang menyantuni anak yatim akan menggapai kedudukan tinggi disurga bahkan
seperti kedudukan surga para Nabi karena seperti sabda rasulullah saw
Dari Sahl bin Sa’ad Radhiallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Aku dan orang yang menanggung anak yatim
(kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya.(HR al-Bukhari)
Nabi
kita muhammad saw tentu saja ada disurga yang tertinggi sedangkan orang yang
berada disurga dekat dengan rasulullah saw tentu saja berada ditempat surga
yang tinggi pula meski tidak menyamai kedudukan surganya rasulullah saw tapi
paling tidak kedudukannya tinggi dan dekat dengan surganya rasulullah saw.
Hadits ini bermakna, orang yang menyantuni anak yatim di dunia akan menempati
kedudukan yang tinggi di surga dekat dengan kedudukan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Arti “menanggung anak yatim” adalah mengurusi dan
memperhatikan semua keperluan hidupnya, seperti nafkah (makan dan minum),
pakaian, mengasuh dan mendidiknya dengan pendidikan Islam yang benar, Keutamaan
dalam hadits ini berlaku bagi orang yang meyantuni anak yatim dari harta orang
itu sendiri atau harta anak yatim tersebut jika orang itu benar-benar yang
mendapat kepercayaan untuk itu, juga berlaku bagi orang yang meyantuni anak
yatim yang punya hubungan keluarga dengannya atau anak yatim yang sama sekali
tidak punya hubungan keluarga dengannya.
Hadits
lainnya juga mengatakan bahwa pahala mengasuh anak yatim seperti pahala orang
yang berjihad dan kelak disurga bersama Rasulullah saw bagaikan saudara, betapa
besarnya pahala merawat anak yatim itu ;
Rasulullah
Saw. bersabda, “Barang siapa yang mengasuh tiga anak yatim, maka
bagaikan bangun pada malam hari dan puasa pada siang harinya, dan bagaikan
orang yang keluar setiap pagi dan sore menghunus pedangnya untuk berjihad di
jalan Allah. Dan kelak di surga bersamaku bagaikan saudara, sebagaimana kedua
jari ini, yaitu jari telunjuk dan jari tengah.” (H.R. Ibnu Majah)
Juga
dalam hadist lainnya orang yang mengasihi anak yatim tidak akan diazab
dineraka,
Rasulullah
Saw. bersabda, “Demi Allah yang mengutusku dengan kebenaran, di hari kiamat
Allah Swt. tidak akan mengazab orang yang mengasihi anak yatim, dan bersikap
ramah kepadanya, serta bertutur kata yang manis. Dia benar-benar menyayangi
anak yatim dan memaklumi kelemahannya, dan tidak menyombongkan diri pada
tetangganya atas kekayaan yang diberikan Allah kepadanya.” (H.R.
Thabrani)
Orang
yang menyantuni anak yatim telah dijamin surga, kecuali jika ada penghalangnya
semisal berbuat kemusyrikan karena syirik atau musyrik adalah dosa yang tidak
diampuni kecuali bertaubat sebelum mati ;
Rasulullah
Saw. bersabda, “Barang siapa yang memelihara anak yatim di tengah kaum
muslimin untuk memberi makan dan minum, maka pasti Allah memasukkannya ke dalam
surga, kecuali jika ia telah berbuat dosa yang tidak dapat diampuni (semisal
berbuat musyrik)” (H.R. Tirmidzi)
Tetapi
karena haramnya mengambil anak angkat maka anda bisa mengambil solusi terbaik,
semisal anda berniat baik buat menolong anak yatim maka anda bisa merawat dia
dirumah anda dengan menjadikannnya pembantu rumah tangga anda dan diperlakukan
dengan baik sebagaimana anda memperlakukan kepada anak sendiri, Tapi tetap anda
tidak boleh menganggap dia anak dalam artian yang sebenarnya. Dia tetap adalah
anak orang lain, jadi anda jangan berlebihan memperlakukannya sehingga
sebagaimana anak kandung sendiri yang mempunyai hak waris, hak wali, hak mahram
dan sebagainya.
Semisal,
Ketika dewasa kelak ketika anda punya anak perempuan dan anak yatim yang anda
rawat itu adalah laki-laki maka suatu kebetulan jika sudah sama sama baligh
anda nikahkan saja, meski anak perempuan anda menganggap dia kakak tapi tetap
saja bukan mahram jadi halal dinikahi, ketika sudah menikah hubungan keduanya
lebih dari sekedar hubungan kakak adik tapi hubungannya kepada anda adalah anak
menantu. Dengan begitu anda dapat pahala besar tanpa harus melanggar syariat
agama.
Wallahu
'alam
Daftar
Pustaka Penulisan :
Al-Qur'an,
Hadits,
Konsultasisyariah.com,
Muslimah.or.id
muslim.or.id
Eramuslim.com
dll