Waspadalah titik hitam dijidat akibat bekas sujud
Posted by Marz
- -
“Bagaimana cara menyamarkan/menghilangkan noda hitam di kening/di jidat karena sewaktu sujud dalam shalat terlalu menghujam sehingga ada bekas warna hitam?”
Jawab:
مُحَمَّدٌ
رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ
رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا
مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ
السُّجُودِ
Yang artinya, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang
yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” (QS al Fath:29).Banyak orang yang salah paham dengan maksud ayat ini. Ada yang mengira bahwa dahi yang hitam karena sujud itulah yang dimaksudkan dengan ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’. Padahal bukan demikian yang dimaksudkan.
Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksudkan dengan ‘tanda mereka…” adalah perilaku yang baik.
Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang kuat dari Mujahid bahwa yang dimaksudkan adalah kekhusyukan.
Juga diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Qatadah, beliau berkata, “Ciri mereka adalah shalat” (Tafsir Mukhtashar Shahih hal 546).
عَنْ
سَالِمٍ أَبِى النَّضْرِ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ
فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ : مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ : أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌ.
وَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً سَوْدَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا
الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ؟ فَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ
فَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ؟
Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar.
Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya,
“Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut.Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ رَأَى أَثَرًا فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنَّ
صُورَةَ الرَّجُلِ وَجْهُهُ ، فَلاَ تَشِنْ صُورَتَكَ.
Dari Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat
bekas sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya
penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699).
عَنْ
أَبِى عَوْنٍ قَالَ : رَأَى أَبُو الدَّرْدَاءِ امْرَأَةً بِوَجْهِهَا
أَثَرٌ مِثْلُ ثَفِنَةِ الْعَنْزِ ، فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا
بِوَجْهِكِ كَانَ خَيْرًا لَكِ.
Dari Abi Aun, Abu Darda’ melihat seorang perempuan yang pada wajahnya
terdapat ‘kapal’ semisal ‘kapal’ yang ada pada seekor kambing. Beliau
lantas berkata, ‘Seandainya bekas itu tidak ada pada dirimu tentu lebih baik” (Riwayat Bahaqi dalam Sunan Kubro no 3700).
عَنْ
حُمَيْدٍ هُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ : كُنَّا عِنْدَ السَّائِبِ
بْنِ يَزِيدَ إِذْ جَاءَهُ الزُّبَيْرُ بْنُ سُهَيْلِ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَالَ : قَدْ أَفْسَدَ وَجْهَهُ ، وَاللَّهِ مَا
هِىَ سِيمَاءُ ، وَاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ عَلَى وَجْهِى مُذْ كَذَا
وَكَذَا ، مَا أَثَّرَ السُّجُودُ فِى وَجْهِى شَيْئًا.
Dari Humaid bin Abdirrahman, aku berada di dekat as Saib bin Yazid
ketika seorang yang bernama az Zubair bin Suhail bin Abdirrahman bin Auf
datang. Melihat kedatangannya, as Saib berkata, “Sungguh dia telah
merusak wajahnya. Demi Allah bekas di dahi itu bukanlah bekas sujud.
Demi Allah aku telah shalat dengan menggunakan wajahku ini selama
sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi bekas sedikitpun pada
wajahku” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3701).
عَنْ
مَنْصُورٍ قَالَ قُلْتُ لِمُجَاهِدٍ (سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِمْ مِنْ
أَثَرِ السُّجُودِ) أَهُوَ أَثَرُ السُّجُودِ فِى وَجْهِ الإِنْسَانِ؟
فَقَالَ : لاَ إِنَّ أَحَدَهُمْ يَكُونُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلُ رُكْبَةِ
الْعَنْزِ وَهُوَ كَمَا شَاءَ اللَّهُ يَعْنِى مِنَ الشَّرِّ وَلَكِنَّهُ
الْخُشُوعُ.
Dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid tentang maksud dari firman
Allah, ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’
apakah yang dimaksudkan adalah bekas di wajah?Jawaban beliau, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapal’ yang ada di antara kedua matanya itu bagaikan ‘kapal’ yang ada pada lutut onta namun dia adalah orang bejat. Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3702).
Bahkan Ahmad ash Showi mengatakan, “Bukanlah yang dimaksudkan oleh ayat adalah sebagaimana perbuatan orang-orang bodoh dan tukang riya’ yaitu tanda hitam yang ada di dahi karena hal itu adalah ciri khas khawarij (baca: ahli bid’ah)” (Hasyiah ash Shawi 4/134, Dar al Fikr).
Dari al Azroq bin Qois, Syarik bin Syihab berkata, “Aku berharap bisa bertemu dengan salah seorang shahabat Muhammad yang bisa menceritakan hadits tentang Khawarij kepadaku. Suatu hari aku berjumpa dengan Abu Barzah yang berada bersama satu rombongan para shahabat. Aku berkata kepadanya, “Ceritakanlah kepadaku hadits yang kau dengar dari Rasulullah tentang Khawarij!”.
Beliau berkata, “Akan kuceritakan kepada kalian suatu hadits yang didengar sendiri oleh kedua telingaku dan dilihat oleh kedua mataku. Sejumlah uang dinar diserahkan kepada Rasulullah lalu beliau membaginya. Ada seorang yang plontos kepalanya dan ada hitam-hitam bekas sujud di antara kedua matanya. Dia mengenakan dua lembar kain berwarna putih. Dia mendatangi Nabi dari arah sebelah kanan dengan harapan agar Nabi memberikan dinar kepadanya namun beliau tidak memberinya.
Dia lantas berkata, “Hai Muhammad hari ini engkau tidak membagi dengan adil”.
Mendengar ucapannya, Nabi marah besar. Beliau bersabda, “Demi Allah, setelah aku meninggal dunia kalian tidak akan menemukan orang yang lebih adil dibandingkan diriku”. Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda,
يَخْرُجُ
مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ رِجَالٌ كَانَ هَذَا مِنْهُمْ هَدْيُهُمْ هَكَذَا
يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ
الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ثُمَّ لاَ
يَرْجِعُونَ فِيهِ سِيمَاهُمُ التَّحْلِيقُ لاَ يَزَالُونَ يَخْرُجُونَ
“Akan keluar dari arah timur orang-orang yang seperti itu penampilan
mereka. Dia adalah bagian dari mereka. Mereka membaca al Qur’an namun
alQur’an tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama
sebagaimana anak panah melesat dari binatang sasarannya setelah
menembusnya kemudia mereka tidak akan kembali kepada agama. Ciri khas
mereka adalah plontos kepala. Mereka akan selalul muncul” (HR Ahmad no
19798, dinilai shahih li gharihi oleh Syeikh Syu’aib al Arnauth).Oleh karena itu, ketika kita sujud hendaknya proporsonal jangan terlalu berlebih-lebihan sehingga hampir seperti orang yang telungkup. Tindakan inilah yang sering menjadi sebab timbulnya bekas hitam di dahi.
sumber :http://ustadzaris.com/
Bantahan terhadap yang membolehkan agama demokrasi
Posted by Marz
- -
MUKADIMAH :
Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:
Dia-lah yang telah menurunkan Al Kitab (Al Qur'an)
kepadamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi
Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam
hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang
mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal
tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang
mendalam ilmunya:" Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat,
semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran
(darinya) melainkan orang-orang yang berakal. (Mereka berdoa):"Ya Tuhan
kami janganlah Kalian jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Kalian
beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi
Kalian; karena sesungguhnya Kalianlah Maha Pemberi karunia". Ali Imran:
7-8
Allah subhaanahu wa ta'aala menjelaskan dalam ayat yang
mulia ini bahwa manusia dalam mensikapi syari'at-Nya ada dua kelompok:
1.
Ahli ilmu dan yang mendalam
ilmunya: Mereka mengambil dan beriman
kepadanya secara menyeluruh, mereka menghubungkan dalil yang umum dengan dalil
yang mengkhususkannya, yang muthlaq dengan yang membatasinya (muqayyad), yang
masih global dengan yang terperinci, dan setiap yang mereka anggap sukar
memahaminya mereka kembalikan kepada
landasan pokoknya berupa ushul-ushul yang muhkam lagi terang dan kaidah-kaidah
yang baku lagi pasti yang ditunjukan oleh dalil-dalil syari'at yang sangat
banyak.
2.
Orang-orang yang sesat dan di
dalam hatinya ada kecenderungan kepada kesesatan: Mereka mengikuti hal-hal yang
samar, mereka mengambilnya dan girang dengannya saja dalam rangka mencari
fitnah seraya berpaling dari yang muhkam, mubayyan, serta yang mufassar.
Bergitu juga di sini dalam masalah demokrasi dan majelis
perwakilannya yang syirik serta majelis-majelis lainnya, ada orang-orang yang
menempuh jalan orang-orang sesat lagi cenderung kepada kesesatan, mereka
sengaja mencari-cari kejadian-kejadian tertentu serta syubuhat-syubuhat dan
mengambil itu saja tanpa menghubungkannya dengan pokok-pokok yang
menjelaskannya atau memberikan batasannya atau menafsirkannya berupa
kaidah-kaidah agama ini dan landasan-landasannya yang sangat kokoh. Mereka
lakukan itu dalam rangka mengkaburkan yang haq dengan kebatilan dan cahaya
dengan kegelapan.
Oleh sebab itu kami di sini akan mengetengahkan
syubuhat-syubuhat mereka kemudian kami bantah dan mematahkannya dengan
pertolongan Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa Yang Menjalankan awan dan
Yang Menghancurkan musuh.
SYUBHAT PERTAMA
Jabatan Yusuf di sisi
raja Mesir
Ketahuilah sesungguhnya syubhat ini dilontarkan oleh
sebagian orang yang sudah kehabisan dalil.
Mereka mengatakan: Bukankah Yusuf pernah menjabat
sebagai menteri di sisi raja kafir yang tidak berhukum dengan apa yang Allah
subhaanahu wa ta'aala turunkan? Dengan demikian bolehlah
ikut serta dalam pemerintahan kafir, bahkan bolehlah masuk menjadi anggota
dalam parlemen dan majelis permusyawaratan/perwakilan rakyat dan yang
sebangsanya.
Kita jawab dengan taufiq Allah subhaanahu wa ta'aala:
Pertama: Sesungguhnya berhujjah dengan syubhat ini untuk bisa masuk dalam perlemen-parlemen
pembuat hukum dan kebolehannya adalah batil dan rusak, karena parlemen-parlemen
syirik ini berdiri di atas dasar agama/paham yang bukan agama Allah subhaanahu
wa ta'aala, yaitu agama demokrasi yang dimana wewenang (uluuhiyyah) tasyrii'
(pembuatan perundangan) dan wewenang tahlil (pembolehan) serta tahrim
(pelarangan) di dalam agama ini adalah milik rakyat bukan milik Allah saja.
Sedangkan Allah subhaanahu wa ta'aala mengatakan:
Barangsiapa mencari
agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi. (Ali Imran:85)
Apakah ada orang yang berani yang mengatakan bahwa Yusuf
'alaihissalam telah mengikuti agama selain agama Islam, atau mengikuti millah
selain millah bapak-bapaknya al muwahhidun….atau (apakah ada yang berani
mengatakan bahwa) Yusuf bersumpah untuk menghormati undang-undang kafir? Atau
dia membuat hukum sesuai dengan undang-undang itu?..sebagaimana keadaan
orang-orang yang terpedaya dengan parlemen-parlemen itu…???
Bagaimana itu boleh dikatakan sedangkan Yusuf dengan
terang-terangan mengumumkan pada saat dia tertindas:
Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang
tidak beriman kepada Allah, sedangkan mereka ingkar kepada hari kemudian. Dan
aku mengikuti agama bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan ya'qub. Tidaklah
patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah. Yusuf:
37-38
Dan dia juga berkata:
Hai kedua penghuni penjara manakah yang baik, tuhan-tuhan
yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa ? Kalian
tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama yang kalian
dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun
tentang nama-nama itu. Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia
telah memerintahkan agar kalian tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang
lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti. (Yusuf 39-40)
Apakah Yusuf mengumumkan itu dan terang-terangan
menyatakannya sedangkan dia dalam masa ketertindasan…..kemudian dia justru
menyembunyikannya atau melanggarnya setelah Allah memberikan kepadanya
kekuasaan??!!
Jawablah wahai para penyeru maslahat (yang sedikit-sedikit
mengatakan ini untuk masalahat)..!!
Kemudian apakah kalian tidak mengetahui wahai para pakar
politik bahwa wizaarah (kementerian) ini adalah kekuasaan tanfidziyyah
(eksekutif) sedangkan parlemen adalah sulthah tasyrii'iyyah (kekuasaan
legislatif). Dan di antara kedua hal ini terdapat perbedaan yang sangat jauh,
sehingga tidak sah melakukan qiyas di sini menurut orang-orang yang mengatakan
ada qiyas….dari sinilah diketahui bahwa berdalih dengan kisah Yusuf
'alaihissalam atas bolehnya (masuk) parlemen adalah tidak benar sama sekali.
Dan tidak ada salahnya bila kita lanjutkan bantahan untuk
menggugurkan dalih mereka dengan kisah Yusuf atas bolehnya menjabat sebagai
menteri karena samanya dua jabatan pada zaman kita ini dengan kekafiran..
Kedua:
Sesungguhnya banyak orang-orang yang tergiur dan terpedaya dengan jabatan
menteri di payung negara-negara thaghut yang di mana negara-negara itu membuat
hukum bersama Allah, memerangi para auliyaaullaah serta memberikan loyalitas
kepada musuh-musuh-Nya, mereka (orang-orang yang menjabat menteri itu)
mengqiyaskan perbuatan mereka kepada perbuatan Yusuf 'alaihissalam (yang
menjabat sebagai menteri bagi raja yang kafir), dan qiyas mereka itu adalah
batil lagi rusak ditinjau dari beberapa sisi:
1.Sesungguhnya orang yang menjabat jabatan menteri pada
pemerintahan-pemerintahan yang berhukum dengan selain apa yang Allah subhaanahu
wa ta'aala turunkan ini wajib atas dia untuk menghormati undang-undang mereka,
dia harus loyalitas dan ikhlas bekerja untuk thaghut yang padahal itu adalah
sesuatu yang paling pertama Allah perintahkan untuk kufur kepadanya, Dia
subhaanahu wa ta'aala berfirman:
Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah
diperintah mengingkari thaghut itu. (Qs: An-Nisaa': 60)
Bahkan sebelum menjabat jabatan ini mereka diharuskan untuk
bersumpah
untuk menghormati kekufuran ini, sebagaimana halnya yang dilakukan oleh para
anggota parlemen. Dan siapa orangnya yang mengklaim bahwa Yusuf Ibnu Ya'qub
Ibnu Ishaq Ibnu Ibrahim 'alaihissalam memang melakukan hal itu padahal Allah
telah mensucikannya dan mengatakan tentangnya:
Demikianlah agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran
dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang
terpilih,"(Yusuf:24)
Maka orang yang mengatakan itu adalah termasuk makhluk yang
paling kafir dan paling busuk, dia telah berlepas diri dari millah ini dan
keluar dari dien Islam, bahkan dia itu lebih busuk dari Iblis terlaknat yang
telah mengecualikan saat bersumpah:
Demi Kukuasaan Kalian aku akan menyesatkan mereka semuanya
kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka,"(Shad 82-83)
Sedangkan Yusuf 'alaihissalam secara pasti dan sesuai nash
Firman Allah adalah termasuk hamba-hamba Allah yang terpilih, bahkan tergolong
penghulunya.
2.Sesungguhnya orang yang menjabat jabatan menteri pada
paying pemerintahan ini – baik dia bersumpah dengan sumpah dustuur itu atau
tidak – dia wajib tunduk patuh kepada undang-undang kafir dan tidak boleh
keluar dari relnya atau menyalahinya. Dia itu tidak lain adalah hamba yang
mukhlis (patuh/setia) kepadanya, pelayan yang taat kepada yang mengangkatnya
baik dalam yang hak atau yang batil, kefasikan, kedhaliman, dan kekafiran.
Maka apakah Yusuf Ash Shiddiiq 'alaihissalam seperti itu
sehingga perbuatannya bisa dijadikan hujjah untuk membolehkan jabatan-jabatan
kafir mereka itu..??Sesungguhnya orang yang mengatakan/menuduh bahwa
Nabiyyullah Ibnu Nabiyyillah Ibnu Nabiyyillah Ibnu Khalilillah dengan sebagian
tuduhan itu, maka kami tidak meragukan kekafiran orang itu, kezindikannya, dan
keluarnya dia dari Islam, karena Allah subhaanahu wa ta'aala mengatakan:
“Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah
Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu,”(An Nahl : 36)
Ini
adalah pokok segala pokok dan maslahat yang paling agung dalam kehidupan ini
bagi Yusuf 'alaihissalam dan para Rasul lainnya.
Apakah
masuk akal bila Yusuf mengajak orang-orang kepada tauhid itu saat situasi
lapang dan sempit saat bahaya dan saat berkuasa, kemudian dia melanggarnya
sehingga menjadi golongan orang-orang musyrik? Bagaimana itu bisa terjadi –
Demi Allah – sedangkan Allah telah menggolongkannya dalam jajaran
hamba-hamba-Nya yang terpilih?? Sebagian ahli tafsir telah menyebutkan bahwa
firman Allah subhaanahu wa ta'aala:
Tidaklah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut
undang-undang raja." (Yusuf 76)
Para ahli tafsir menyebutkan bahwa
ayat ini merupakan dalil bahwa Yusuf 'alaihissalam tidak pernah menerapkan
undang-undang raja, tidak pernah tunduk kepadanya, dan tidak diharuskan untuk
menerapkannya.
Apakah ada dalam kementerian - kementerian thaghut -thaghut
itu atau parlemen-parlemen mereka hal seperti ini?? Yaitu keadaan sang menteri
di dalamnya seperti pernyataan (Negara dalam Negara)…??? Kalau tidak ada maka
janganlah melakukan qiyas di sini.
3. Sesungguhnya Yusuf 'alaihissalam telah menjabat sebagai
menteri dengan tamkiin dari Allah
subhaanahu wa ta'aala, Dia berfirman:
Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di
negeri mesir." (Yusuf: 56)
Jadi kedudukan itu adalah tamkiin (anugrah) dari
Allah subhaanahu wa ta'aala, sehingga si raja atau yang lainnya tidak kuasa
untuk mengganggunya atau mencopotnya dari kedudukan itu meskipun menyalahi
perintah raja atau undang-undang dan keputusannya.
Apakah orang-orang hina yang memiliki jabatan di sisi
thaghut-thaghut pada masa sekarang memiliki sedikit bagian dari itu (kebebasan
seperti Yusuf dan tamkiin dari Allah) dalam jabatan-jabatan mereka yang kotor
yang pada hakikatnya itu adalah bola mainan di tangan thaghut itu, sehingga
bisa pantas dikiaskan kepada jabatan Yusuf 'alaihissalam dan kedudukannya yang
Allah berikan kepadanya?.
4.Sesungguhnya Yusuf 'alaihissalam menjabat jabatan menteri
itu dengan perlindungan penuh lagi sempurna dari sang raja, Allah subhaanahu wa
ta'aala berfirman:
Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia
berkata:"Sesungguhnya kalian (mulai) hari ini menjadi seorang yang
berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada kami” (Yusuf: 54)
Si raja memberikan kebebasan penuh tanpa dikurangi kepada
Yusuf dalam jabatannya:
Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di
negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana saja ia kehendaki di
bumi Mesir ini." (Yusuf: 56)
Sehingga tidak ada orang yang protes kepadanya, tidak ada
orang yang meminta pertanggung jawabannya, dan tidak ada orang yang mengawasi
segala bentuk kebijaksanaan dan perbuatannya apapun hasil dan bentuknya.
Maka apakah kebebasan seperti ini ada di kementerian
thaghut-thaghut pada masa sekarang atau yang ada justeru perlindungan yang
dusta lagi palsu. Jabatan itu dicabut dan dicopot dengan cepat bila si menteri
berani bermain-main dengan ekornya, atau nampak dari dia sedikit penyimpangan
atau keluar dari garis amir (presiden) atau undang-undang raja?? Si menteri di
sisi thaghut-thaghut itu tak ubahnya seorang pelayan bagi politik amir
(presiden) atau raja, dia hanya melaksanakan perintah tuannya itu dan hanya mau
berhenti bila tuannya melarang, dan dia sama sekali tidak memiliki hak untuk
menyalahi sedikitpun dari perintah-perintah raja atau undang-undang buatan
meskipun itu bertentangn dengan perintah Allah dan hukum-Nya.
Barangsiapa mengklaim bahwa sesuatu dari hal ini menyerupai
keadaan Yusuf 'alaihissalam dalam jabatannya, maka sungguh dia telah melakukan
kedustaan yang maha besar, kafir kepada Allah, dan telah mendustakan tazkiyah
(rekomendasi/penilaian suci) Allah subhaanahu wa ta'aala terhadap Yusuf
'alaihissalam.
Bila telah diketahui bahwa keadaan Yusuf 'alaihissalam dan
kedudukannya itu tidak ada pada masa sekarang di kementerian thaghut-thaghut, maka
tidak ada tempat untuk melakukan qiyas di sini. Dan kalau masih tetap ngotot
biarkanlah orang-orang kebelinger itu terus berbicara ngawur dalam
masalah ini.
Ketiga: Di antara bantahan yang mematikan akan syubhat ini adalah
apa yang disebutkan oleh sebagian mufassiriin bahwa si raja itu telah masuk
Islam, dan ini diriwayatkan dari Mujahid murid Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma.
Pendapat ini menghancurkan syubhat tersebut dari pangkalnya.
Kami tunduk kepada Allah dan meyakini bahwa mengikuti
keumuman atau dhahir ayat dalam Kitabullah subhaanahu wa ta'aala adalah lebih
utama daripada perkataan, penafsiran, lontaran, dan istinbath-istinbath makhluk
seluruhnya yang kosong dari dalil-dalil dan bukti. Dan di antara dalil yang
menguatkan hal ini adalah firman Allah subhaanahu wa ta'aala tentang Yusuf 'alaihissalam:
Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di
negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana saja ia kehendaki di
bumi Mesir ini." (Yusuf: 56)
Ini adalah mujmal (global) yang telah Allah subhaanahu wa
ta'aala jelaskan di tempat lain dalam Kitab-Nya, di mana Dia menjelaskan
ciri-ciri orang-orang yang Dia beri kedudukan di bumi ini dari kalangan kaum
mukminin:
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan
mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat yang ma ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar dan
kepada Allah-lah kembali segala urusan.(Al Hajj:41)
Dan tidak diragukan lagi bahwa Yusuf 'alaihissalam adalah
termasuk mereka itu bahkan beliau termasuk para penghulunya, yaitu orang-orang yang jika
Allah teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka menyuruh berbuat
yang ma ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar.
Dan tidak diragukan lagi oleh orang yang mengetahui ashlu dinil Islam (pokok
ajaran Islam) bahwa sesungguhnya ma'ruf yang paling agung di dalamnya adalah
tauhid yang merupakan inti ajaran dalam dakwah Yusuf 'alaihissalam, sedangkan
kemungkaran yang paling besar adalah syirik yang telah dihati-hatikan oleh
Yusuf, dia mengutuk, membenci, dan memusuhi para pelakunya. Dan ini merupakan
dalil yang paling jelas lagi pasti bahwa Yusuf setelah Allah meneguhkan
kedudukannya dia langsung terang-terangan mendakwahkan millah bapak-bapaknya
yaitu Ya'qub, Ishaq dan Ibrahim seraya dia memerintahkan untuk bertauhid serta
melarang lagi memerangi segala sesuatu yang menyalahi dan membatalkannya. Dia
tidak menghukumi dengan selain apa yang Allah turunkan, dia tidak ikut membantu
untuk menghukumi dengan selain apa yang Allah turunkan, dia juga tidak membantu
para arbaab yang membuat hukum dan perundang-undangan dan thaghut-thaghut yang
disembah selain Allah, serta dia tidak menyokong mereka atau berloyalitas
kepada mereka sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang-orang yang
terpedaya dalam jabatan-jabatan mereka saat ini.
Apalagi kalau dia (Yusuf) ikut serta dengan mereka dalam
membuat hukum dan perundang-undangannya sebagaimana yang dilakukan oleh
orang-orang yang terpedaya itu di parlemen-parlemennya, bahkan dikatakan dengan
pasti bahwa sesungguhnya Yusuf telah mengingkari keadaan mereka, merubah
kemungkarannya, menghukumi dengan tauhid, mengajak (orang) kepadanya,
meninggalkan dan menjauhkan orang yang menyalahi dan melanggarnya, siapapun
orangnya, ini dengan penegasan firman Allah subhaanahu wa ta'aala. Dan tidak
ada yang mensifati Yusuf yang jujur putra dari orang-orang yang jujur dengan
selain ini kecuali orang kafir yang busuk yang telah lepas dari ajarannya yang
suci lagi bersih.
Dan di antara dalil yang menyatakan hal ini dan sekaligus
menguatkannya adalah penjelasan dan penafsiran kalimat global firman Allah
subhaanahu wa ta'aala:
Dan raja berkata:" Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku
memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah
bercakap-cakap dengan dia, dia berkata:"Sesungguhnya kalian (mulai) hari
ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada kami” (Yusuf:
54)
Apa kiranya perkataan yang diucapkan oleh Yusuf kepada sang
raja di sini, sehingga membuatnya terkagum-kagum, memberinya kedudukan dan
mempercayainya?? Apakah kalian kira Yusuf sibuk menyebutkan kisah isteri al
Aziz, padahal itu sudah selesai dan jelas siapa yang benar… atau apakah kalian
mengira Yusuf berbicara kepada sang raja tentang persatuan nasionalisme!!krisis
ekonomi!!...ini…itu..atau apa yang dia katakannya???
Tidak seorangpun boleh menduga-duga dalam hal ini tanpa ada
dalil, dan jika ada yang melakukannya maka dia adalah termasuk para pendusta,
akan tetapi yang menjelaskan lagi menafsirkan firman Allah subhaanahu wa
ta'aala:Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia" adalah
jelas lagi terang dalam firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:
“Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah
Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu (An Nahl : 36)
Dan
firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:
Dan sungguh telah diwahyukan kepada kalian dan kepada
orang-orang sebelum kalian: "Sungguh bila kalian berbuat syirik maka
hapuslah amalanmu dan sungguh kalian pasti tergolong orang-orang yang
rugi" (Az Zumar: 65)
Dan firman Allah subhaanahu wa ta'aala tentang sifat inti
dakwah Yusuf 'alaihissalam:
Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang
tidak beriman kepada Allah, sedangkan mereka ingkar kepada hari kemudian. Dan
aku mengikuti agama bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya'qub. Tidaklah
patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah.
(Yusuf: 37-38)
Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala tentangnya:
Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu
ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa ? Kalian tidak menyembah yang
selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama yang kalian dan nenek moyangmu
membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama
itu. Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan
agar kalian tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengerti. (Yusuf 39-40).
Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah perkataan yang paling
agung bagi Yusuf 'alaihissalam, ini adalah agama yang lurus baginya, pokok
segala pokok dakwahnya, millahnya, dan millah bapak-bapaknya. Bila dia
memerintahkan yang ma'ruf maka tauhid adalah hal ma'ruf yang paling agung yang
dia ketahui. Bila dia melarang dari yang mungkar, maka tidak ada yang lebih
besar kemungkaran baginya selain apa yang membatalkan dan bertentangan dengan
pokok segala pokok ini (tauhid). Bila ini sudah jelas dan ternyata jawaban sang
raja terhadapnya," Sesungguhnya kalian (mulai) hari
ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada kami" maka ini merupakan dalil yang sangat jelas yang menunjukan
bahwa si raja itu telah mengikutinya dan merestuinya, serta sesungguhnya dia
telah meninggalkan ajaran kekafiran dan mengikuti millah Ibrahim, Ishaq, ya'qub
dan Yusuf 'alaihimussalam.
Atau katakan bila kalian mau mengatakannya: Minimal keadaan
raja itu telah mengakui Yusuf atas tauhidnya dan millah bapak-bapaknya, dan dia
memberikan kebebasan penuh tanpa batas untuk berbicara dan mendakwahkannya,
menjelek-jelekan orang yang menyalahinya, si raja tidak sedikitpun
merintanginya atas hal itu, tidak memerintahkan dia untuk melakukan hal yang
membatalkannya atau menyalahinya. Cukuplah ini sebagai perbedaan yang sangat
besar antara keadaan Yusuf 'alaihissalam dengan orang-orang yang tertipu dari
kalangan pembantu thaghut-thaghut dan kaki tangannya dalam
kementerian-kementerian masa sekarang, atau orang-orang yang ikut serta bersama
thaghut dalam pembuatan hukum dan perundang-undangan di parlemen-parlemen
tersebut.
Keempat:
Bila kalian telah mengetahui semua yang lalu dan kalian merasa yakin bahwa
jabatan Yusuf 'alaihissalam akan kementerian itu sama sekali tidak menentang
tauhid dan tidak menohok millah Ibrahim, sebagaimana penohokan dan penentangan
itu terjadi pada jabatan-jabatan itu sekarang, maka seandainya si raja itu
tetap di atas kekafirannya maka jadilah masalah penjabatan Yusuf akan posisi
ini sebagai satu masalah dari masalah-masalah furuu' yang tidak ada isykaal di
dalamnya dalam ashluddien berdasarkan apa yang telah pasti sebelumnya bahwa
Yusuf tidak pernah muncul darinya kekafiran atau kemusyrikan, atau tawalli
(loyalitas penuh) terhadap orang-orang kafir, atau tasyrii' bersama Allah, akan
tetapi dia selalu memerintahkan akan tauhid lagi melarang akan hal itu semua.
Allah subhaanahu wa ta'aala telah mengatakan dalam masalah furuu'ul ahkaam
(hukum-hukum furuu'):
Dan bagi tiap-tiap umat dari kalian, Kami berikan aturan
dan jalan yang terang (Al Maidah: 48)
Syari'at-syari'at para nabi itu sangat beragam dalam
furuu'ul ahkaam, akan tetapi dalam masalah tauhid hanya satu, Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: Kami sekalian para nabi adalah
saudara sebapak sedangkan agama (tauhid) kami satu," (HR Al Bukhari
dari Abu Hurairah) maksudnya saudara-saudara dari ibu-ibu yang berbeda
sedangkan ayahnya satu…ini merupakan isyarat akan kesatuan dalam pokok tauhid
dan beragam dalam furuu' syarii'ah dan hukum-hukumnya. Terkadang sesuatu dalam
masalah hukum pada syarii'at sebelum kita diharamkan kemudian dihalalkan dalam
syari'at kita, dan terkadang sebaliknya. Bisa jadi dalam syari'at terdahulu
dipersulit sedangkan dalam syari'at kita dipermudah,,,dan seterusnya. Oleh
sebab itu tidak setiap syari'at yang ada pada syari'at sebelum kita menjadi
syari'at bagi kita, apalagi bila bertentangn dengan dalil dalam syari'at kita.
Sedangkan telah ada dalil yang shahih dalam syari'at kita
yang menyelisihi apa yang disyari'atkan bagi Yusuf 'alaihissalam, dan
mengharamkannya atas kita, Ibnu Hibban telah meriwayatkan dalam Shahihnya, juga
Abu Ya'Laa dan Ath Thabraniy bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata:
Sungguh akan datang kepada kalian para penguasa yang tidak
baik, mereka mendekatkan orang-orang yang
paling jahat dan mengakhirkan shalat dari waktu-waktunya, maka siapa saja yang
mendapatkan keadaan itu, janganlah dia menjadi pejabat, janganlah menjadi
aparat keamanan, janganlah menjadi petugas pengambil harta, dan janganlah
menjadi penyimpan perbendarahaan,".
Dan yang raajiih (yang kuat) sesungguhnya penguasa-penguasa
dalam hadits itu adalah bukanlah orang-orang kafir, akan tetapi mereka adalah
orang-orang yang durjana lagi bodoh, karena biasanya orang yang
menghati-hatikan bila dia menghati-hatikan hanyalah dengan menyebutkan keburukan
dan kerusakan yang paling besar, dan seandainya mereka itu adalah orang-orang
kafir tentu Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menjelaskannya. Akan tetapi
perbuatan durjana terbesar yang beliau sebutkan di sini adalah mendekatkan
orang-orang paling jahat dan mengakhirkan shalat dari waktu-waktunya. Namun
demikian Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam telah melarang dengan larangan
yang sangat dari keberadaan seseorang menjadi khaaziin (petugas
logistik) bagi mereka. Bila saja menjabat sebagai khaaziin di samping
para penguasa muslim yang dhalim adalah dilarang dengan larangan yang amat
keras dalam syari'at kita, maka apa gerangan dengan jabatan kementerian
logistik/keuangan di sisi para penguasa yang kafir dan pemerintah yang syirik?
Firman Allah subhaanahu wa ta'aala:
Yusuf berkata: "jadikanlah aku bendaharawan Negara
(Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi
berpengalaman" (Yusuf:55)
Merupakan dalil yang tegas dan bukti yang terang bahwa hal
ini adalah bagian dari syari'at sebelum kita, dan hal itu sudah dimansukh
(dihapus) dalam syari'at kita. Wallahu A'lam.
Ini adalah cukup bagi orang yang menginginkan hidayah, akan
tetapi orang yang lebih mendahulukan anggapan baik, kepentingan (yang dia klaim
sebagai maslahat), dan perkataan manusia atas dalil-dalil dan bukti-bukti itu,
maka orang seperti ini meskipun
gunung-gunung meletus di hadapannya dia itu tidak bakal mendapatkan hidayah…(Barangsiapa
yang Allah kehendaki kesesatannya, maka sekali-kali kalian tidak akan mampu
menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah (Al Maidah: 41)
Pada akhirnya dan sebelum saya menutup bantahan terhadap
syubhat ini, saya ingin mengingatkan bahwa sebagian orang-orang yang terpedaya
yang membolehkan syirik dan kekafiran dengan anggapan baik mereka, alasan
maslahat dakwah untuk masuk di kabinet-kabinet kekafiran dan parlemen-parlemen
syirik, mereka dalam dalih-dalih dan syubhat-syubhatnya mencampurkan perkataan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah tentang jabatan menteri yang
dipegang Yusuf 'alaihissalam….. ini sebenarnya termasuk perbuatan
mencampuradukan yang hak dengan yang batil, berdusta atas nama Syaikhul Islam,
dan mengada-ada atas beliau apa yang tidak pernah beliau katakan, karena beliau
tidak berhujjah dengan kisah itu atas bolehnya ikut serta dalam tasyrii',
kekafiran, atau dalam memutuskan dengan selain apa yang Allah turunkan.
Mustahil beliau melakukan hal itu, bahkan kami mensucikan beliau, agamanya,
bahkan kami mensucikan akalnya dari ucapan yang keji ini yang di mana tidak ada
seorangpun berani berkata seperti itu kecuali mereka orang-orang hina di atas
pada zaman-zaman mutakhkhir ini. Kami katakan ini…hatta meskipun kami belum
membaca ungkapan beliau pada masalah ini, karena ucapan seperti ini tidak
mungkin dikatakan oleh orang yang berakal, apalagi sampai bisa bersumber dari
'aalim rabbaniy selevel Syaikhul Islam rahimahullah. Bagiamana itu bisa terjadi
sedangkan perkataan beliau dalam masalah ini sangatlah jelas lagi gamblang…di
mana perkataan beliau berkisar akan kaidah menolak kerusakan paling besar dari
dua kerusakan serta upaya mendapatkan maslahat paling tinggi dari dua maslahat
saat bersebrangan, sedangkan kalian sudah mengetahui bahwa maslahat paling
besar dalam kehidupan ini adalah tauhid, sedangkan kerusakan paling besar
adalah kerusakan syirik dan menjadikan tandingan (bagi Allah). Beliau telah
menyebutkan bahwa Yusuf telah menegakan keadilan dan ihsan sesuai dengan
kemampuan beliau, sebagaimana dalam Al Hisbah di mana beliau berkata saat
menyebutkan sifat kekuasaan beliau:Dan dia melakukan dari keadilan dan ihsan
apa yang beliau mampu, serta beliau mengajak mereka kepada keimanan sesuai
dengan kesempatan/kemungkinan. Dan beliau mengatakan lagi: “Akan tetapi beliau
melakukan apa yang mungkin dari keadilan dan ihsan"
Dan beliau sama sekali tidak menyebutkan bahwa Yusuf
'alaihissalam membuat undang-undang menandingi Allah subhaanahu wa ta'aala atau
ikut serta dalam memutuskan dengan selain apa yang Allah turunkan atau
mengikuti paham demokrasi atau paham-paham lainnya yang bersebrangan dengan
dienullah, sebagaimana halnya keadaan mereka orang-orang yang terpedaya yang
mencampurkan perkataan beliau rahimahullah dengan hujjah-hujjah mereka yang
kotor dan syubhat-syubhatnya yang rendahan dalam rangka menyesatkan orang-orang
bodoh/umum, dan untuk mengaburkan yang hak dengan yang batil serta cahaya
dengan kegelapan.
Kemudian kita wahai saudara setauhid, panutan dan dalil
kita yang di mana kita merujuk kepadanya saat terjadi perselisihan adalah wahyu
yaitu firman Allah dan sabda Rasul-Nya shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak
yang lainnya, adapun setiap orang selain Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
sallam maka ucapannya itu bisa diterima dan bisa ditolak. Seandainya seperti
apa yang mereka klaim itu bersumber dari Syaikhul Islam – dan itu tidak mungkin
terjadi – tentu kita tidak akan menerimanya darinya dan bahkan dari ulama yang
lebih agung darinya, sehingga dia datang kepada kami dengan membawa dalil dari
wahyu atas hal itu,
"Katakanlah (hai Muhammad): "Sesungguhnya aku
hanya memberi peringatan kepadamu sekalian dengan wahyu," (Al Anbiyaa:45)
"Katakanlah: Tunjukilah bukti kebenaran kalian jika
kalian adalah orang-orang yang benar" (Al Baqarah:111)
Perhatikanlah hal itu dan pegang eratlah tauhidmu,
janganlah kalian tertipu atau peduli dengan talbiis-talbiis (pengkaburan) dan
dalih-dalih murahan para penghusung kemusyrikan dan musuh-musuh tauhid, atau
janganlah kalian merasa tidak enak dengan sebab menyalahi mereka, dan jadilah
kalian dari golongan yang menegakkan dienullah yang telah disebutkan
ciri-cirinya oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam," orang-orang yang mengucilkan dan menyelisihi mereka tidak
membuat mereka gentar hingga datang
ketentuan Allah sedang mereka dalam keadaan seperti itu"
SYUBHAT KEDUA
Sesungguhnya Najasyi tidak
berhukum dengan apa yang Allah turunkan, namun demikian dia tetap muslim
Ahlul ahwaa berhujjah juga dengan kisah Najasyi dalam
rangka melegalitas thaghut-thaghut mereka yang membuat hukum dan
perundang-undangan, baik mereka itu sebagai penguasa, para wakil rakyat di
parlemen atau yang lainnya.
Mereka mengatakan: Sesungguhnya Najasyi tidak berhukum
dengan apa yang Allah turunkan setelah dia masuk Islam hingga meningal dunia,
namun demikian Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menamakannya sebagai hamba
yang shalih, beliau menshalatkan (ghaib) untuknya dan memerintahkan para
sahabat untuk menshalatkannya.
Kita katakan dengan taufiq Allah subhaanahu wa ta'aala:
Pertama: Orang yang berdalih dengan syubhat yang rendahan ini
sebelum apa-apa dia harus menetapkan bagi kami dengan nash yang shahih lagi
sharih qath'iyy dilalahnya bahwa Najasyiy itu tidak memutuskan dengan apa yang
Allah turunkan setelah keislamannya. Sungguh saya sudah mengamati ucapan mereka
(para penebar syubhat) dari awal sampai akhir, ternyata saya tidak mendapatkan
di kantong mereka itu kecuali sekedar istinbath dan klaim-klaim yang kosong
lagi kering dari dalil shahih dan bukti benar yang menguatkannya, sedangkan
Allah subhaanahu wa ta'aala telah mengatakan:
"Katakanlah: Tunjukilah bukti kebenaran kalian jika
kalian adalah orang-orang yang benar," (Al Baqarah:111).
Dan bila ternyata mereka tidak mampu membawa bukti kuat
atas klaimnya itu, maka mereka itu bukanlah tergolong orang-orang yang jujur,
akan tetapi mereka itu tergolong orang-orang yang dusta.
Kedua: Sesungguhnya termasuk sesuatu yang sudah diterima antara
kami dengan musuh-musuh kami adalah bahwa Najasyi itu telah meninggal dunia
sebelum sempurnanya tasyrii', jadi beliau secara pasti meninggal sebelum
turunnya firman Allah subhaanahu wa ta'aala:
Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian agamamu,
dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridlai Islam itu sebagai
agamamu (Al Maidah :3)
Sebab ayat ini diturunkan pada hajji wadaa', sedangkan Najasyi
meninggal dunia jauh sebelum penaklukan kota
Mekkah sebagaimana yang disebutkan oleh Al Hafidh Ibnu Katsir rahimahullah dan
yang lainnya.
Berhukum dengan apa yang diturunkan Allah saat itu bagi dia
adalah menghukumi, mengikuti dan mengamalkan ajaran agama yang telah sampai
kepadanya, karena nadzarah (peringatan) dalam masalah seperti ini harus adanya
buluughul Qur'an (sampainya wahyu Al Qur'an kepadanya), Allah subhaanahu wa
ta'aala berfirman:
Dan Al Qur'an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya itu
aku memberikan peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang Al Qur'an sampai
(kepadanya) (Al An'am :19)
Sarana-sarana perhubungan dan informasi saat itu keadaannya
tidak seperti zaman sekarang, di mana saat itu sebagian hukum syari'at tidak
bisa sampai kepada seseorang kecuali setelah bertahun-tahun, dan bisa jadi dia
tidak mengetahuinya kecuali bila memaksakan diri datang kepada Nabi
shallallaahu 'alaihi wa sallam. Agama ini saat itu masih baru, Al Qur'an masih
terus turun, dan tasyrii' masih belum sempurna. Dan ini dibuktikan kuat oleh
apa yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan yang lainnya dari Abdullah Ibnu
Mas'ud bahwa beliau berkata: "Kami dahulu mengucapkan salam kepada Nabi
shallallaahu 'alaihi wa sallam di dalam shalat maka beliau terus menjawabnya,
dan tatkala kami pulang dari negeri Najasyi kami mengucapkan salam kepada
beliau, namun ternyata beliau tidak menjawab salam kami, dan justeru setelah
itu beliau berkata: Sesungguhnya di dalam shalat itu terdapat kesibukan,"
jika para sahabat yang dahulu pernah berada di negeri Najasyi Ethiopia sedang
mereka itu mengerti bahasa arab dan selalu memantau berita tentang Nabi
shallallaahu 'alaihi wa sallam, belum sampai kepada mereka berita dinasakhnya
berbicara dan salam di dalam shalat padahal shalat itu urusannya adalah nampak,
sebab Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam melaksanakan shalat bersama para
sahabatnya sebanyak lima kali sehari semalam…maka apa gerangan dengan
ibadah-ibadah yang lain, tasyrii'-tasyrii', dan huduud yang tidak
berulang-ulang seperti diulang-ulangnya shalat??.
Maka apakah ada seorang dari kalangan yang berpaham syirik
demokrasi pada masa sekarang dia mampu mengklaim bahwa Al Qur'an, Islam, atau
agama ini belum sampai kepada dia sehingga dia bisa mengqiyaskan kebatilannya
dengan keadaan Najasyi sebelum sempurnanya tasyrii'???.
Ketiga: Bila ini telah ditetapkan lagi pasti, maka wajib diketahui
bahwa sesungguhnya Najasyi telah menghukumi dengan apa yang Allah turunkan yang
sampai kepada dia, dan siapa yang mengklaim selain ini maka tidak boleh
dipercayai dan diterima perkataannya kecuali dengan bukti yang terang,"Katakanlah:
Tunjukilah bukti kebenaran kalian jika kalian adalah orang-orang yang
benar" (Al Baqarah: 111)
Dan semua yang disebutkan oleh orang-orang yang menyebutkan
kisahnya menunjukan bahwa dia itu menghukumi dengan apa yang sampai kepadanya
dari apa yang Allah turunkan saat itu…
1.
Di antara yang menjadi kewajiban
dia saat itu berupa mengikuti apa yang
diturunkan Allah adalah: (Merealisasikan tauhid, iman kepada kenabian Muhammad
shallallaahu 'alaihi wa sallam dan iman bahwa Isa adalah hamba dan utusan
Allah)…dan dia sudah melakukannya. lihatlah hal itu dalam dalil-dalil yang
digunakan orang-orang (untuk kepentingannya)…surat Najasyi yang dikirimkan kepada Nabi
shallallaahu 'alaihi wa sallam..surat
itu disebutkan oleh Umar Sulaiman Al Asyqar dalam buku kecilnya (kutaib) yang
berjudul hukmul musyarakah fil wizarah wal majaalis anniyabiyyah.
2.
Dan begitu juga bai'atnya terhadap
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dan untuk hijrah, dalam suratnya itu
Najasyi menyebutkan:( Sesungguhnya dia telah membai'at Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam, dan anaknya yang bernama Ja'far dan teman-temannya telah
membai'at pula serta masuk Islam di tangannya lillaahi rabbil'aalamiin, dan di
dalam suratnya itu dia menegaskan bahwa ia mengirim kepada Nabi anaknya Arihaa
Ibnu Ashhum Ibnu Abjur, dan ucapannya: Bila kalian berkehendak saya datang
kepadamu tentu saya melakukannya wahai Rasulullah, karena sesungguhnya saya
bersaksi bahwa apa yang kalian katakan adalah benar). Maka mungkin saja dia
meninggal dunia setelah itu langsung, atau mungkin saja Nabi shallallaahu
'alaihi wa sallam tidak menginginkan hal tersebut saat itu…..semua ini tidak
begitu jelas dan tidak ditegaskan dalam kisah itu, sehingga tidak halal
memastikan sesuatupun darinya dan tidak halal berdalil dengannya, apalagi kalau
dijadikan senjata untuk melawan tauhid dan ashluddien.
3.
Dan begitu juga pertolongannya
terhadap Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, agamanya, dan para pengikutnya.
Najasyi telah menolong kaum muhajiriin yang datang kepadanya, dia memberi
mereka tempat serta memberikan jaminan keamanan dan perlindungan, dia tidak
mengecewakan mereka dan tidak menyerahkan mereka kepada orang-orang Quraisy,
dia juga tidak membiarkan orang-orang nasrani Habasyah mengganggu mereka,
padahal para muhajirin itu telah menampakkan keyakinan mereka yang benar
tentang Isa 'alaihissalam. Bahkan terdapat dalam risalah lain yang dia kirimkan
kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam (yang dituturkan oleh Umar Al Asyqar
dalam kutaibnya itu hal 73) bahwa dia mengirimkan anaknya yang disertai enam
puluh laki-laki dari penduduk Habasyah kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa
sallam. Semua ini dilakukan sebagai bentuk dukungan, ittibaa, serta bantuan.
Meskipun ini adalah sangat jelas, namun Umar Al Asyqar
telah ngawur dalam kutaibnya itu (hal:73) dengan seenaknya dia memastikan bahwa
Najasyi tidak berhukum dengan syari'at Allah. Ini sebagaimana yang kalian
ketahui adalah dusta dan mengada-ada atas nama Najasyi yang muwahhid itu, akan
tetapi yang benar adalah bahwa dia menghukumi dengan apa yang Allah turunkan
yang telah sampai kepadanya saat itu. Dan siapa yang mengatakan selain ini maka
janganlah dipercayai kecuali dengan dalil yang shahih lagi qath'ii dilalahnya,
dan kalau tidak maka dia itu adalah tergolong orang-orang yang dusta,"Katakanlah:
Tunjukilah bukti kebenaran kalian jika kalian adalah orang-orang yang
benar" (Al Baqarah:111). Sedangkan Umar Al Asyqar ini tidak
mendatangkan dalil yang shahih lagi sharih atas klaimnya itu, akan tetapi dia
mengais-ngais dan meraba-raba dari kitab-kitab tarikh (sejarah) hal-hal yang
dia duga sebagai dalil (layaknya orang yang mencari kayu bakar di malam hari),
sedangkan sejarah itu keadaannya telah diketahui…
Maka dikatakan kepada Umar Al Asyqar dan para pengikutnya:
Tetapkan arasy terlebih dahulu baru kemudian diskusikan.
Keempat: Sesungguhnya gambaran dalam kisah Najasyi adalah bagi
seorang penguasa yang asalnya kafir dan baru masuk Islam di atas jabatannya,
terus dia menampakkan kejujuran Islamnya dengan cara istislaam secara sempurna
kepada perintah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dengan cara mengutus
anaknya yang disertai rombongan kaumnya, dia mengutus mereka kepada Nabi untuk
meminta izin hijrah kepadanya, dan menampakkan nushrahnya, dan nushrah akan
agama dan para pemeluknya, bahkan menampakkan baraa'ah dari segala yang
menyalahi agama barunya ini berupa keyakinan dia, keyakinan kaumnya dan nenek
moyangnya. Dia berusaha mencari kebenaran dan mempelajari agama ini, serta
berusaha semaksimal mungkin untuk bertemu Allah di atas keadaan ini, dan ini
terjadi sebelum sempurnanya tasyrii' dan sebelum sampai kepadanya secara
sempurna. Ini adalah gambaran sebenarnya yang ada dalam hadits-hadits, atsar-atsar
yang shahih lagi tsabit tentangnya. Kami menantang orang yang bersebrangan
dengan kami agar mereka menetapkan selain hal ini…akan tetapi dengan dalil yang
sharih lagi shahih, dan adapun sejarah-sejarah maka ini tidak bisa memuaskan
dan mengenyangkan dari rasa lapar dengan sendirinya tanpa adanya sanad.
Adapun gambaran yang hendak didalili dan hendak dikiaskan,
maka ini adalah gambaran yang buruk lagi berbeda jauh sekali, karena ini adalah
gambaran sekawanan gerombolan orang-orang yang mengaku beragama Islam tanpa
berlepas diri dari hal-hal yang membatalkan keislamannya, dan justeru mereka
itu dalam waktu yang bersamaan berintisab kepada Islam dan kepada hal-hal yang
membatalkannya, serta mereka merasa bangga dengannya. Mereka tidak berlepas
diri dari paham demokrasi seperti halnya Najasyi berlepas diri dari nasrani, ya
mereka tidak berlepas diri darinya, bahkan mereka tidak henti-hentinya memuji
demokrasi itu, menghusungnya, membolehkannya bagi orang-orang, mengajak
orang-orang untuk ikut bergabung dalam paham demokrasi yang busuk ini, mereka
menjadikan dirinya sebagai arbaab, dan aalihah (tuhan-tuhan) yang menetapkan
hukum dan perundang-undangan bagi manusia berupa ajaran yang tidak Allah
izinkan, bahkan mereka mengikut sertakan bersama mereka dalam tasyrii' yang
kafir yang terlaksana sesuai dengan materi undang-undang dasar itu orang-orang
yang sepaham bersama mereka di atas paham yang kafir itu dari kalangan para
wakil rakyat, para menteri, dan rakyat lainnya, mereka bersikeras di atas
kemusyrikan ini, bergelimang dengannya, bahkan mereka mencela orang yang
memeranginya, atau menentangnya, atau mencelanya dan berusaha untuk
menghancurkannya… dan mereka lakukan ini setelah syari'at sempurna, dan setelah
sampainya Al Qur'an bahkan assunnah dan atsar-atsar kepada mereka.
Dengan Nama Allah, wahai orang yang obyektif siapa saja
kalian ini, apakah sah gambaran yang buruk lagi busuk dan gelap ini yang
disertai dengan perbedaan-perbedaannya yang sangat jauh dikiaskan kepada orang
yang baru masuk Islam yang mencari kebenaran dan berusaha membelanya sebelum
syari'at ini sempurna dan sebelum sampai kepadanya secara utuh. Sungguh sangat
jauh sekali perbedaan antara dua gambaran ini…
Ya bisa saja keduanya bersatu dan berbarengan, akan tetapi
bukan dalam timbangan al haq, namun dalam timbangan orang-orang yang curang
dari kalangan orang yang telah dibutakan bashirahnya oleh Allah subhanhuu wa
ta'aalaa, sehingga mereka berpaham demokrasi yang bersebrangan dengan tauhid
dan Islam.
Kecelakaan besar bagi orang-orang yang curang, (yaitu)
orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka meminta
dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi. Tidaklah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan
dibangkitkan pada suatu hari yang sangat besar (Al Muthaffifin:1-5)
SYUBHAT KETIGA
Labelisasi demokrasi
dengan nama syuraa demi melegalkannya
Orang-orang yang buta pandangannya dan para kelelawar malam
telah mendalili paham mereka yang kafir lagi batil itu (paham demokrasi) dengan
firman Allah subhaanahu wa ta'aala tentang kaum mukminin muwahhidiin:
Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan cara musyawarah
antara mereka (Asy Syuraa:38)
Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala kepada Nabi-Nya
shallallaahu 'alaihi wa sallam:
Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu (Ali
Imran: 159)
Mereka menamakan demokrasi yang busuk itu dengan syuraa
(musyawarah) demi memberikan baju agama lagi syar'ii bagi paham kafir ini, dan
kemudian setelah itu mereka melegalitas dan membolehkannya.
Maka kita katakan dengan taufiq Allah:
Pertama: Sesungguhnya perubahan nama itu tidak ada artinya selama
isi dan hakikatnya adalah itu-itu juga. Sebagian jama'ah dakwah yang berjalan
di atas paham kafir ini dan yang menjadikannya sebagai pegangan mengatakan:
(Kami memaksudkan dengan demokrasi itu saat kami menyerukannya, menuntut
dengannya, menseponsorinya, dan berusaha untuk mencapai ke arahnya dan
dengannya adalah kebebasan berkata dan dakwah), dan kicauan-kicauan lainnya.
Maka kita katakan kepada mereka: Yang penting itu bukanlah
yang kalian maksudkan, dan yang kalian klaim dan kalian duga, akan tetapi yang
penting adalah apakah demokrasi yang diterapkan oleh thaghut itu, yang dia
serukan kepada kalian untuk masuk ke dalamnya, pemilu-pemilupun dilangsungkan
dalam rangka itu, serta tasyrii' dan hukum yang kalian akan ikut serta di
dalamnya sesuai dengan cara demokrasi? Bila kalian menertawakan manusia dan
menipu mereka, maka kalian tidak akan mampu melakukannya terhadap Allah:
Sesungguhnya orang-orang munafiq itu menipu Allah, dan
Allah akan membalas tipuan mereka (An Nisaa:142)
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman,
padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedang mereka tidak sadar (Al
Baqarah:9)
Jadi merubah nama sesuatu itu tidak merubah hukum-hukumnya,
tidak menghalalkan yang haram dan tidak bisa mengharamkan yang halal…Nabi
shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:Akan ada sekelompok dari umatku yang
menghalalkan khamr dengan cara nama yang mereka berikan kepadanya (HR Imam Ahmad dalam Musnadnya dari Ubadah Ibnu Ash Shaamit
radliyallahu 'anhu, hadits nomor: 22704)
Begitulah para ulama telah mengkafirkan orang yang mencela
tauhid, atau memeranginya sedang yang mencela dan memeranginya itu menamakan
tauhid itu sebagai paham Khawarij atau Takfiiriy…para ulama juga mengkafirkan orang yang memperindah syirik
dan membolehkannya, atau melakukannya sambil menamakannya dengan selain
namanya. Sebagaimana yang dilakukan mereka itu, mereka menamakan paham kafir
dan syirik (demokrasi) dengan nama syuraa dengan tujuan melegalkannya,
memperbolehkannya, serta mengajak manusia untuk masuk ke dalamnya….sungguh
binasalah mereka itu.
Kedua:Sesungguhnya pengkiasan demokrasi kaum musyrikin terhadap
syuraa kaum muwahhidin, menyamakan (tasybiih) majlis syuraa dengan majlis
kekafiran, kefasikan, dan maksiat adalah penyamaan yang gugur dan kias yang
batil lagi luluh lantak rukun-rukunnya, karena kalian telah mengetahui bahwa
majlis rakyat, atau dewan perwakilan rakyat, atau parlemen adalah sarang dari
sekian sarang paganisme dan bangunan dari bangunan-bangunan syirik, yang di
dalamnya dipasang tuhan-tuhan para demokrat, arbaab mereka yang beraneka ragam,
serta sekutu-sekutu mereka yang membuatkan bagi mereka undang-undang dari ajaran
yang tidak diizinkan Allah subhaanahu wa ta'aala sesuai dan selaras dengan
undang-undang dasar dan falsafah yang digali dari bumi. Allah berfirman:
Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu
ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa ? Kalian tidak menyembah yang
selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama yang kalian dan nenek moyangmu
membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama
itu. Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan
agar kalian tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengerti (Yusuf 39-40)
Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:
"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain
Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? "
(Qs: Asy-Syuura: 21)
Kias ini tak ubahnya bagaikan mengkiaskan syirik terhadap
tauhid, kekafiran terhadap keimanan, dan ini tergolong berbicara atas nama
Allah tanpa dasar ilmu, mengada-ada atas agama ini, berdusta atas nama Allah,
ngawur dan ilhaad dalam ayat-ayat Allah subhaanahu wa ta'aala, serta bentuk
pengkaburan yang hak dengan yang batil terhadap manusia, dan cahaya dengan
kegelapan.
Bila ini telah jelas, maka orang muslim hendaklah mengetahui
bahwa perbedaan yang jelas antara syuraa yang telah syari'atkan Allah bagi
hamba-hamba-Nya dengan demokrasi yang busuk adalah seperti perbedaan antara
langit dengan bumi, bahkan perbedaan itu dalam statusnya adalah layaknya
perbedaan antara Al Khaliq dengan makhluk.
Syuraa adalah aturan dan manhaj rabbaniy, sedangkan demokrasi
adalah hasil karya manusia yang serba kekurangan yang selalu diombang-ambing
oleh hawa nafsu dan emosional.
Syuraa adalah bagian dari syari'at Allah subhaanahu wa ta'aala,
dien-Nya dan hukum-Nya, sedangkan demokrasi adalah kekafiran terhadap syari'at
Allah, dan dien-Nya, serta penentangan akan hukum-Nya.
Syuraa adalah dilakukan dalam masalah yang tidak ada nash di
dalamnya, adapun dalam masalah yang sudah ada nashnya maka tidak ada syuraa di
sini, Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan
tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata." (Qs: Al-Ahzab: 36)
Adapun demokrasi maka itu adalah peremehan dan permainan dalam
setiap masalah, di dalam demokrasi ini nash-nash syari'at dan hukum-hukum Allah tidak dianggap, akan
tetapi yang dianggap dan dijadikan acuan satu-satunya di dalam demokrasi ini
adalah hukum rakyat dan kedaulatannya dalam setiap permasalahan. Oleh sebab itu
mereka mendefinisikan demokrasi itu dalam undang-undang mereka dengan ungkapan:
rakyat adalah sumber segala kedaulatan.
Demokrasi menganggap bahwa rakyat adalah pemegang kedaulatan
tertinggi di sini, sehingga demokrasi adalah hukum mayoritas rakyat, tasyrii'
suara terbanyak, dan paham/agama suara mayoritas. Mayoritas adalah yang
membolehkan dan mayoritas pula yang mengharamkan. Mayoritas adalah tuhan dan
sembahan dalam ajaran demokrasi.
Adapun dalam syuraa, maka keberadaan rakyat atau mayoritas
mereka itulah yang diharuskan dan diperintahkan untuk selalu taat kepada Allah,
kepada Rasul-Nya, kemudian kepada pemimpin kaum muslimin. Pemimpin tidak bisa
memaksakan suara dan hukum terbanyak, bahkan justeru mayoritas itulah yang
diperintahkan untuk selalu mendengar dan taat kepada para pemimpin (kaum
muslimin) meskipun mereka dzalim selama tidak memerintahkan kepada maksiat.
Aturan main dalam demokrasi, dan tuhannya adalah suara
mayoritas, dan mayoritas inilah sumber segala kedaulatan. Adapun syuraa maka
mayoritas itu tidak ada pengaruhnya sedikitpun dan bukanlah sebagai tolak ukur,
dan justeru Allah telah memvonis mayoritas dengan vonis yang jelas dalam
Kitab-Nya:
Dan
jika kalian menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya
mereka akan menyesatkan kalian dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah
mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap
Allah) (Al An'am: 116)
Dan
sebahagian manusia tidak akan beriman – walaupun kalian sangat menginginkannya-
(Yusuf:103)
Dan
sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan
dengan Tuhan-nya(Ar Ruum:8)
Dan
sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam
keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan yang lain) (Yusuf: 106)
Akan
tetapi kebanyakan manusia itu tidak bersyukur (Al Baqarah:243)
Akan
tetapi kebanyakan manusia itu tidak beriman (Al Mu'min 59)
Akan
tetapi kebanyakan manusia itu tidak mengetahuinya (Yusuf:21)
Tetapi
kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari(nya) (Al Israa:89)
Ini dari firman-firman Allah subhaanahu wa ta'aala, adapun dari
sanda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam,"Hanyasannya manusia
pilihan itu adalah bagaikan unta yang berjumlah seratus, hampir kalian tidak
mendapatkan di dalamnya unta yang layak pakai untuk tunggangan,"
diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah Ibni Umar
radliyallahu 'anhuma. Dan di dalam hadits Al Bukhari juga dari Abu Sa'id Al
Khudriy dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, beliau berkata: Allah
subhaanahu wa ta'aala berfirman:" Hai Adam…keluarkan utusan neraka!
Maka dia berkata: Apa utusan neraka itu? Dia berfirman: "Dari setiap
seribu ada sembilan ratus sembilan puluh sembilan," maka saat itulah anak
kecil beruban, setiap wanita hamil melahirkan anaknya, kalian melihat
orang-orang bagaikan yang mabuk, padahal mereka tidak mabuk, akan tetapi adzab
Allah lah yang sangat dasyat"
Ini syari'at Allah dan hukum-Nya menjelaskan kesesatan mayoritas
dan penyimpangan mereka, oleh sebab itu Allah subhaanahu wa ta'aala menetapkan
hukum-Nya, Dia berfirman:
Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah (Yusuf:40)
Akan tetapi demokrasi menolak ini, dan para
penyerunya-pun menolak tunduk kepada hukum Allah, dan syari'at-Nya, mereka
terus ngotot, serta mengatakan: Keputusan itu tidak lain adalah bagi
mayoritas." Maka binasalah dan enyahlah orang yang mengikuti mereka,
berjalan di atas rel mereka, dan membisikan kedemokratan mereka meskipun
jenggot dia itu panjang, atau kainnya tidak isbal (celananya setengah betis),
siapa saja orangnya….kami katakan ini kepada mereka di dunia mudah-mudahan
mereka itu mau kembali dan sadar. Ini lebih baik bagi mereka daripada mereka
nanti mendengarnya di tempat yang sangat agung saat manusia berdiri menghadap
Allah Rabbul 'aaalamiin, di mana mereka menuju telaga Rasulullah shallallaahu 'alaihi
wa sallam, akan tetapi mereka dihalangi oleh para Malaikat, dan dikatakan
kepada mereka: Sesungguhnya mereka telah mengganti dan merubah,"maka Nabi
shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata: Enyahlah, enyahlah bagi orang yang
merubah setelahku"
Demikianlah demokrasi itu secara asal-usul
dan secara makna lahir di lahan kekafiran dan ilhaad, dan tumbuh berkembang di
ladang-ladang kemusyrikan dan kerusakan di Eropa di mana mereka memisahkan
agama dari kehidupan, sehingga tumbuhlah lafadz itu dalam suasana-suasana yang membawa setiap racunnya,
dan kerusakannya yang akar-akarnya itu tidak ada hubungan sama sekali dengan
lahan keimanan atau siraman aqidah dan ihsan. Paham ini tidak bisa menampakkan
eksistansinya di dunia barat kecuali setelah berhasil memisahkan agama dari
Negara di sana, paham ini memperbolehkan bagi mereka liwath, zina, khamr,
percampuran keturunan dan perbuatan-perbuatan keji lainnya baik yang nampak
atau terselubung….oleh sebab itu tidak ada orang yang membela demokrasi,
atau memujinya, dan menyamakannya dengan syuraa, kecuali dua macam orang yang
tidak ada ketiganya, bisa jadi dia itu orang demokrat kafir, atau orang dungu
lagi jahil akan makna dan isi dari demokrasi itu.
Demi Allah kalian
bukan yang ketiga dari dua orang
Ya, kalian bisa jadi
keledai (yang dungu) atau kalian bagian dari bantengnya.
Sekarang adalah zaman di mana
istilah-istilah telah bercampur aduk, hal-hal yang kontradiksi telah berkumpul.
Dan tidak aneh kalau paham-paham kafir ini didengung-dengungkan oleh banyak wali-wali
setan, akan tetapi yang paling aneh adalah bila yang mendengungkannya,
membolehkannya, dan memberikan baju syar'iinya adalah banyak orang-orang yang
mengaku Islam. Dahulu saat orang-orang terpukau dengan paham sosialis muncullah
sebagian orang dengan membawa istilah baru sosialis Islam, dan sebelumnya ada
istilah nasionalisme, 'uruubah (arabisme) dan mereka menggandengnya dengan nama
Islam.[1]pada
masa sekarang banyak orang mendengungkan undang-undang buatan manusia dan
mereka tidak malu-malunya menamakan para hamba-hamba undang-undang (para pakar
hukum dan perundang-undangannya) dengan nama fuqahaa al qaanuun bentuk
penyerupaan dengan fuqahaa syari'ah, serta mereka pula menggunakan nama-nama
syar'ii yang sama, seperti musyarri', syari'ah, halal, haram, , jaaiz, mubaah,
mahdhur, terus setelah itu mereka mengira bahwa mereka itu masih berada dalam
agama Islam, bahkan mengira bahwa mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk, fa laa haula wa laa quwwata illaa billaahil 'aliyyil 'adzim. Ini
terjadi demi Allah tidak lain karena hilangnya ilmu dan ulama, serta
penyandaran urusan bukan kepada ahlinya, juga leluasanya suasana dan zaman bagi
orang-orang hina untuk berbuat sesuka hati mereka.
Sungguh sangat disayangkan ilmu dan ulama,
kasihan sekali agama dan para du'aatnya yang tulus lagi setia. Demi Allah ini
adalah keterasingan yang tidak pernah terjadi sebelumnya, saya tidak mengatakan
(keterasingan itu) di tengah-tengah orang-orang awam, bahkan justeru di antara
banyak orang-orang yang mengaku Islam dari kalangan yang tidak memahami makna
Laa ilaaha Illallaah, mereka tidak memahami lawaazim, konsekuensi, dan
syarat-syaratnya, bahkan mayoritas mereka merobeknya siang dan malam, mereka
mengotori diri mereka dengan syirik modern dan jalan-jalan penghubungnya
kemudian setelah itu mereka mengira bahwa dirinya itu adalah muwahhiduun bahkan
mengira bahwa mereka itu adalah bagian dari para du'aat tauhid. Hendaklah
mereka menilai dirinya sendiri, dan duduklah di halaqah-halaqah ilmu untuk
belajar hakikat Laa ilaaha Illallaah, karena sesungguhnya Laa ilaaha Illallaah
adalah kewajiban pertama yang Allah fardlukan atas anak Adam untuk
mempelajarinya, hendaklah mereka mempelajari syarat-syarat dan
pembatal-pembatalnya sebelum mereka mempelajari pembatal-pembatal wudlu dan
shalat, sebab wudlu dan shalat itu tidak sah bagi orang yang melakukan pembatal
Laa ilaaha Illallaah. Dan bila mereka ternyata malah berpaling dan merasa
bangga diri, maka merekalah sendiri yang akan menanggung kerugiannya.
Saya akhiri ucapan saya ini dengan ungkapan
yang sangat berharga yang muncul dari Al 'Allamah Ahmad Syakir rahimahullah
saat membantah orang-orang yang melontarkan syubhat yang memalingkan firman
Allah dan berbicara dusta atas Nama Allah subhaanahu wa ta'aala dengan cara
menjadikan firman-Nya:"Sedang
urusan mereka (diputuskan) dengan cara musyawarah antara mereka,"Asy
Syuraa:38. sebagai dalil untuk membela dan
menerapkan demokrasi yang kafir itu, beliau berkata dalam catatan kaki
'Umdatuttafsiir 3/64-65 saat menjelaskan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:
Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu (Ali
Imran: 159), dan firman-Nya:
Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan cara musyawarah
antara mereka (Asy Syuraa:38)
Beliau berkata: Orang-orang yang mempermainkan agama pada
masa sekarang – dari kalangan ulama dan yang lainnya – telah menjadikan dua
ayat ini sebagai senjata mereka dalam penyesatan dengan cara menta'wil untuk
menyetujui perbuatan barat dalam aturan undang-undang mereka, yang mereka
namakan aturan demokrasi dalam rangka menipu manusia, kemudian mereka
orang-orang yang mempermainkan agama itu
menjadikan syi'ar dari dua ayat ini dalam rangka menipu masyarakan Islam
atau masyarakat yang mengaku Islam. Mereka mengungkapkan ucapan haq yang mereka
maksudkan kebatilan dengannya, di mana mereka mengatakan: Islam itu
memerintahkan syuraa" dan kata-kata seperti itu.
Ya, benar sesungguhnya Islam itu memerintahkan syuraa, akan
tetapi syuraa macam apa yang diperintahkan Islam itu? Sesungguhnya Allah
subhaanahu wa ta'aala berfirman kepada Rasul-Nya:
Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, dan
bila kalian sudah ber'azam maka bertawakkal-lah kepada Allah (Ali Imran: 159)
Makna ayat ini sangat jelas lagi terang, tidak membutuhkan
tafsiran dan tidak mengandung kemungkinan ta'wil. Itu adalah perintah kepada
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam kemudian kepada pemimpin sesudahnya:
Untuk meminta pendapat-pendapat para sahabatnya yang beliau anggap layak
diambil pendapatnya, yang di mana mereka itu adalah orang yang matang
pengetahuan dan pemikirannya, dalam masalah-masalah yang masih menerima
pendapat-pendapat dan ijtihad dalam penerapannya, kemudian dia memilih dari
pendapat-pendapat itu pendapat yang dianggapnya sebagai kebenaran atau
maslahat, terus ber'azam untuk merealisasikannya tanpa terikat dengan pendapat
kelompok tertentu, jumlah tertentu, pendapat mayoritas, atau pendapat
minoritas. Bila telah ber'azam maka tawakkallah kepada Allah, dan laksanakan
'azam itu sesuai dengan yang telah dipilih benar.
Termasuk hal yang sudah dipahami secara naluri yang tidak
membutuhkan dalil: Adalah sesungguhnya orang-orang yang di mana Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam diperintahkan untuk bermusyawarah dengan mereka
– dan orang sesudah beliau mencontohnya – adalah laki-laki yang shalih yang
berpegang di atas batasan-batasan Allah yang bertaqwa kepada Allah yang
mendirikan shalat, menunaikan zakat, berjihad di jalan Allah yang disabdakan
oleh beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam : Hendaklah mengiringi saya di antara
kalian orang-orang yang matang pemikirannya lagi berpengetahuan ,"
bukan orang-orang mulhiduun, bukan orang-orang yang memerangi agama Allah,
bukan orang-orang ahli maksiat yang tidak malu melakukan yang mungkar, bukan
orang-orang yang mengklaim bahwa mereka memiliki wewenang membuat hukum-hukum
dan perundang-undangan yang bertentangan dengan agama Allah dan menghancurkan
syari'at Islam. Mereka dan orang-orang itu – yaitu orang kafir dan orang fasiq
– tempat layak bagi mereka yang benar adalah di bawah tebasan pedang dan
cemeti, bukan tempat menyandarkan pandangan dan pendapat.
Dan ayat lain -ayat dalam surat Asysyuraa- adalah seperti ayat ini jelas, terang lagi tegas:
Dan orang-orang yang memenuhi panggilan Tuhan mereka,
mereka mendirikan shalat sedang urusan mereka (diputuskan) dengan cara
musyawarah antara mereka, dan mereka menginfakkan dari apa yang telah
dikaruniakan kepada mereka (Asy Syuraa:38)
SYUBHAT KEEMPAT
Keikutsertaan Nabi shallallaahu
'alaihi wa sallam dalam hilful fudluul
Sebagian orang-orang dungu di antara mereka berdalih dengan
keikutsertaan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam hilful fudluul sebelum
sebelum kenabiannya, (mereka berdalih dengan ini) untuk melegalitas
keikutsertaan dalam parlemen-parlemen tasyrii'iyyah syirkiyyah itu.
Maka kita katakan dengan pertolongan taufiq Allah:
Sesungguhnya orang yang berdalih dengan syubhat ini tidak
terlepas dari keadaan-keadaan ini: Bisa jadi dia itu tidak mengetahui apakah
hilful fudluul tersebut, sehingga dia ngelantur dengan apa yang tidak dia
ketahui dan berkata dalam hal yang tidak ada pengetahuan tentangnya, atau bisa
jadi orang itu adalah orang yang mengetahui hakikat hilful fudluul tersebut,
terus justeru dia membaurkan yang hak dengan yang batil di hadapan manusia untuk
mengaburkan cahaya dengan kegelapan, serta syirik dengan Islam. Ini dikarenakan
bahwa hilful fudluul itu terjadi sebagaimana apa yang dikatakan oleh Ibnu Ishaq
dalam Sirahnya, Ibnu Katsir dan Al Qurthubiy dalam tafsirnya tatkala
"kabilah-kabilah Quraisy berkumpul di rumah Abdullah Ibnu Jud'aan –karena
statusnya sebagai orang yang terhormat – terus mereka saling berjanji dan
saling bersumpah setia bahwa mereka tidak mendapatkan orang yang dianiaya di
kota Mekkah baik dari warganya atau dari warga lain melainkan mereka pasti
bangkit membelanya sehingga dia kembali mendapatkan haknya, kemudian pada
akhirnya orang-orang Quraisy menamakan hilf tersebut sebagai hilful fudluul
atau sumpah keutamaan."
Ibnu Katsir berkata: Hilful fudluul adalah hilf yang paling
mulia dan paling utama yang pernah didengar di kalangan arab, sedangkan orang
yang pertama kali memiliki ide itu dan mengajak kepadanya adalah Az Zubair Ibnu
Abdil Muthallib, dan penyebabnya adalah bahwa ada seorang laki-laki dari Zubaid
datang ke kota Mekkah dengan membawa barang dagangan, terus dibeli oleh Al
'Aash Ibnu Waa'il namun dia tidak membayarnya, maka laki-laki itu mengadukan
masalahnya kepada orang-orang terpandang di sana, akan tetapi mereka enggan
menolongnya untuk mengambil hak dari Al 'Aash Ibnu waa'il dan justeru mereka
malah menghardiknya. Dan tatkala laki-laki itu telah melihat keburukan yang
makin berlipat, maka dia mendaki ke atas bukit Abu Qubais saat matahari terbit
sedang orang-orang Quraisy berada di balai pertemuannya di sekitar Ka'bah, dia
menyeru dengan suara yang sangat lantang:
Wahai Alu Fihr tolonglah
orang yang didlalimi dengan barang dagangannya
Di lembah Mekkah, yang
jauh dari negerinya dan para penolongnya
Dan bantulah orang yang
sedang ihram yang berambut kusut lagi belum menyelesaikan umrahnya
Wahai orang-orang
terpandang, dan wahai orang-orang yang ada di antara Hijr (Ismail) dan Hajar
(aswad)
Sesungguhnya haraam itu
bagi orang yang kemuliannya sudah mati
Dan bukan haram bagi
orang yang aniaya lagi kotor
Maka bangitlah Az Zubair Ibnu Abdil Muththallib, seraya
berkata: Apakah ini boleh dibiarkan? Maka berkumpulah Bani Hasyim, Zuhrah, Taim
Ibnu Murrah di rumah Abdullah Ibnu Jud'aan, dia menyediakan makanan bagi mereka
dan kemudian saling berjanji pada bulan haram Dzul Qa'dah, mereka berjanji
karena Allah bahwa mereka akan satu tangan menolong orang yang didhalimi atas
orang yang dhalim hingga menunaikan hak kepada yang dia dhalimi, mereka akan
tetap teguh selama laut shuufah masih basah dan selama gunung tsabiir dan Haraa
masih terpancang. Maka orang-orang Quraisy menamakan hilf ini dengan hilful
fudluul, mereka mengatakan: Orang-orang itu telah masuk kedalam hal
keutamaan," maka mereka berjalan menuju Al 'Aash Ibnu Waa'il kemudian
mengambil paksa harta laki-laki itu dan kemudian menyerahkannya kepada dia.
Qasim Ibnu Tsabit menyebutkan dalam Gharibul Hadits: Bahwa
seorang laki-laki dari Hats'am datang ke kota Mekkah dengan tujuan haji dan dia
disertai oleh puterinya yang dipanggil Al Qatuul yang tergolong wanita
tercantik pada masanya, terus wanita itu diculik darinya oleh Nabih Ibnu Al
Hajjaj dan terus menyembunyikannya, maka si orang tua itu berkata: Siapa orang
yang bisa membantu saya untuk mengadili laki-laki itu? Maka dikatakan
kepadanya: Mintalah kalian bantuan dengan Hilful Fudluul," maka dia
berdiri di samping Ka'bah dan menyeru: Wahai orang-orang hilful fudluul
tolonglah!! Maka tiba-tiba mereka berdatangan menghampirinya dari setiap
penjuru dengan menghunuskan pedang-pedangnya seraya berkata: Telah datang
kepadamu pertolongan, ada apa? Maka dia berkata: Sesungguhnya Nabih telah
menganiayaku dengan menculik puteri saya,"maka mereka berjalan bersamanya
hingga sampai di pintu rumahnya, maka dia keluar menemui mereka, mereka berkata
kepadanya: Enyahlah, cepat keluarkan wanita itu! Kalian sudah mengetahui
perjanjian yang kami pegang,"maka dia berkata: Saya akan mengelurkannya,
akan tetapi izinkan saya untuk menikmatinya semalam saja,"maka mereka
mengatakan: Tidak meskipun sesaat saja," maka dia menyerahkan wanita itu
kepada mereka.
Az Zubair berkata tentang hilful fudluul:
Sesungguhnya fudluul
telah bersepakat dan berjanji
Akan tidak tidak adanya
yang dlalim di lembah Mekkah
Itu adalah yang mereka
sepakati dan mereka janjikan
Maka orang yang
melindungi dan yang dalam kesusahan adalah selamat di antara mereka.
Dalam hilf ini dan sekitar tujuan-tujuan itu, orang-orang
yang berdalih dengannya menggabungkannya dengan apa yang diriwayatkan oleh Al
Baihaqi dan Al Humaidiy bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam
berkata: Saya telah menyaksikan dirumah Abdullah Ibnu Jud'aan suatu hilf
yang lebih saya sukai daripada unta merah (harta paling mahal), seandainya saya
diajak kepadanya di dalam Islam tentu saya menghadirinya
Oleh sebab itu Al Humaidiy menambahkan:”Mereka
bersepakat untuk mengembalikan hak kepada pemiliknya dan untuk tidak ada orang
dlalim menganiaya yang didhalimi"
Kami bertanya kepada mereka di sini:
Apa wajhuddilaalah (sisi pengambilan dalil) wahai ahli fiqh
dan istidlaal dari hilf ini dan keutamaan yang dikandungnya atas bolehnya masuk majelis yang didalamnya dilakukan
tasyrii' (pembuatan hukum dan perundang-undangan yang padahal hak khusus Allah)
sesuai dengan undang-undang Iblis, dan para penghuni majelis ini memulai majlis
mereka dengan sumpah untuk menghormati hukum kafir dan undang-undangnya, dan
untuk loyalitas terhadap para penyembahnya dan thaghut-thaghutnya yang selalu
memerangi dienullah dan para auliyaa-Nya yang dimana para thaghut itu berwalaa'
terhadap musuh-musuh Allah dan terhadap kekafiran-kekafiran mereka…??
Apakah dalam hilful fudluul itu ada kekafiran, kemusyrikan,
tasyrii bersama Allah, dan menghormati dien selain dienullah, sehingga kalian
bisa berdalil dengannya..??
Bila kalian mengatakan ya ada…berarti kalian mengklaim
bahwa Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam
telah ikut serta dalam kekafiran, tasyrii' dan telah mengikuti dien
selain dienullah, serta bahwa beliau bila diajak di dalam Islam terhadap hal
seperti itu tentu beliau akan memenuhinya!!! Siapa yang mengklaim ini maka
berarti dia telah menjadikan manusia dan jin
sebagai saksi akan kekafiran dirinya, kemurtaddannya, dan
kezindiqkannya..
Bila kalian mengatakan tidak: Tidak ada, di dalamnya tidak
ada kekufuran, tasyrii', dan bahkan tidak ada satupun kemungkaran. Semua yang
ada di dalamnya adalah menolong orang yang didhalimi, membantu orang yang dalam
bencana dan keutamaan-keutamaan lainnya.
Maka bagaimana kalian menghalalkan dan membolehkan untuk
mengkiaskannya dengan majlis-majlis kekafiran, fasiq, dan maksiat.
Kemudian kami bertanya kepada mereka dengan pertanyaan yang
jelas, dan kami menginginkan dari mereka kesaksian yang terang atas Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam jawaban pertanyaan ini {Kesaksian
mereka itu akan dicatat dan mereka akan dimintakan pertanggung jawaban}
Seandainya yang ikut serta dalam hilful fudluul ini –
bagaimanapun bentuk hilf itu – tidak bisa ikut serta di dalamnya kecuali bila
bersumpah terlebih dahulu sebelum masuk di hilf itu untuk menghormati Latta,
'Uzzaa,dan Manat, serta untuk selalu loyalitas terhadap dien Quraisy yang
kafir, terhadap berhala-berhalanya dan kejahiliyyahannya…kemudian untuk
menolong orang yang didhalimi, membantu orang yang dalam bencana serta yang
lainnya..
Saya katakana: Bila keadaannya seperti itu apakah Nabi shallallaahu
'alaihi wa sallam mau ikut serta di dalamnya, atau memenuhi undangannya bila
diundang untuk sepertinya di dalam Islam ini????
Jawablah wahai para penyembah maslahat dan
anggapan-anggapan baik…!! Dan (jawablah) Wahai orang-orang yang sering meramaikan
perayaan-perayaan dan pameran..!!!
Bila mereka berkata: Ya, Rasulullah akan menghadirinya dan
ikut serta di dalamnya…. Dan itu memang yang telah terjadi," maka berarti
umat telah berlepas diri dari mereka ini, dan mereka telah menjadikan seluruh makhluk
sebagai saksi akan kekafiran diri mereka.
Bila mereka berkata: Tidak, dan tidak mungkin itu terjadi
dari Rasulullah..
Maka kami mengatakan: Kalau demikian maka tinggalkanlah
igauan dan celotehan-celotehan murahan itu, dan kalianpun tahu bagaimana dan
dengan apa kalian berdalil itu.
SYUBHAT
KELIMA
Maslahat
dakwah
Mereka mengatakan: Sesungguhnya masuk majelis-majelis itu
mengandung banyak maslahat. Bahkan sebagaian mereka mengklaim bahwa majelis itu
pada dasarnya adalah mashlahat mursalah, dan mereka menyebutkan: Bisa dakwah
kepada agama Allah, bisa menyampaikan yang hak, mereka juga menyebutkan:
Merubah sebagian kemungkaran dan meringankan sebagian tekanan terhadap dakwah
dan para du'aat……mereka juga menyebutkan: Untuk tidak membiarkan tempat-tempat
dan majelis-majelis itu dipenuhi orang-orang nasrani, atau komunis atau yang
lainnya…dan sebagian mereka lebih dasyat lagi dan mengatakan: Ini adalah untuk
masalahat tahkiim syarii'at Allah (pemberlakuan hukum Islam) dan penegakkan
dien-Nya (penegakkan ajaran-Nya) lewat MPR/DPR/Parlemen…….dan maslahat-maslahat
yang mereka klaim, impiannya dan keinginanya………semua itu berkisar sekitar
masalahat (dakwah)..
Maka kami katakan dengan taufiq Allah subhaanahu wa ta'aala:
Siapa yang berhak menentukan maslahat-maslahat dien-Nya dan
hamba-hamba-Nya, serta mengetahuinya dengan sebenar-benarnya? Allah Yang Maha
Halus lagi Maha Mengetahui?? Atau kalian dengan anggapan-anggapan baik
(istihsan) kalian dan maslahat-maslahat (ishtishlaah) yang kalian klaim??
Bila kalian mengatakan: Kami.
Maka kami katakan: Berarti bagi kalianlah agama kalian dan bagi
kamilah agama kami, kami tidak akan menyembah apa yang kalian sembah, dan
kalian bukan penyembah Tuhan yang kami sembah….sebab Allah subhaanahu wa
ta'aala mengatakan:
Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab (Al-An’am:
38)
Dan Dia berfirman seraya mengingkari terhadap orang-orang
demokrat dan yang serupa dengan mereka:
Apakah
manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (Al-Qiyamah: 36)
Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:
Apakah kalian mengira bahwa kami
menciptakan kalian secara main-main (saja) (Al Mukminuun: 115)
Ini
dalam agama dan ajaran kami……adapun dalam ajaran dan agama demokrasi adalah
tidak adanya tempat bagi ayat-ayat yang muhkam ini, karena manusia menurut
mereka adalah penentu hukum buat dirinya….mereka mengatakan: Ya, manusia itu
sudah ditinggalkan begitu saja, dia memiliki kebebasan penuh untuk memilih,
mengakui, meninggalkan, dan menetapkan tasyrii' dan ajaran yang dia inginkan….baginya
tidak penting apakah aturan yang dia buat-buat itu sesuai dengan apa yang ada
di dalam Kitabullah atau justeru bertentangan….yang penting pedomannya adalah
jangan sampai bertentangan dengan aturan dan perundang-undangan dasar yang ada.
Ah (celakalah) kalian dan apa yang kalian sembah
selain Allah. Maka apakah kalian tidak berakal (Al Anbiyaa:67)
Bila mereka mengatakan: Justeru Allah subhaanahu wa
ta'aala sajalah Dzat satu-satunya yang berhak menentukan maslahat-maslahat itu
dengan sebaik-baik penentuan, karena Dia-lah yang telah menciptakan makhluk-Nya
sedang Dia lebih mengetahui akan maslahat-maslahat mereka.
Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui
(yang kalian lahirkan dan apa yang kalian rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi
Maha Mengetahui.(Al Mulk:14)
Kami bertanya kepada mereka: Apakah maslahat terbesar
dalam kehidupan ini yang telah Allah tetapkan, dan karenanya Dia telah mengutus
para rasul, Dia menurunkan Kitab-Kitab, Dia mensyari'atkan jihad dan
istisyhaad, serta untuk merealisasikannya daulah Islamiyyah ditegakkan…..wahai
para para du'aat (yang mengaku ingin mengembalikan) khilafah???????
Bila mereka kesana kemari ngawur kelabakkan dalam
maslahat-maslahat juz'iyyah (parsial) lagi nomor dua dan berpaling dari pokok
segala pokok.
Maka kami katakan kepada mereka: Buang dari kalian
ucapan ngawur dan igauan itu, dan duduklah untuk belajar pokok dien kalian,
pelajarilah makna Laa ilaaha Illallaah yang di mana dakwah, jihad, istisyhad
tidak mungkin diterima tanpa merealisasikannya dan tanpa mengetahui maknanya.
Dan bila mereka mengatakan: Maslahat terbesar dalam
kehidupan ini adalah memurnikan tauhid hanya bagi Allah subhaanahu wa ta'aala,
menjauhi apa yang menyalahinya dan yang
membatalkannya berupa syirik dan tandiid (menjadikan tandingan bagi Allah).
Maka kita katakan: Apakah masuk akal wahai
orang-orang yang berakal!!! Kalian menghancurkan maslahat yang agung lagi
menyeluruh dan qath'iy, kemudian kalian bersekongkol dengan thaghut-thaghut itu
di atas ajaran bukan ajaran Allah (demokrasi), kalian menerima dan menghormati
hukum yang bukan hukum-Nya subhaanahu wa ta'aala (yaitu undang-undang dasar),
dan kalian mengikuti arbaab musyarri'iin(tuhan-tuhan para pembuat hukum dan
perundang-undangan) yang bermacam-macam di samping Allah Yang Maha Esa lagi
Maha Perkasa…?? Kalian dengan perbuatan ini hancurkan maslahat terbesar dalam
kehidupan yaitu tauhid dan kufur terhadap thaghut…….demi mencapai maslahat
parsial yang hanya sekedar perkiraan yang tidak jelas???
Timbangan apa, akal siapa, ajaran apa, serta agama
apa yang rela akan hal ini. Tidak ada yang rela kecuali agama demokrasi kafir
itu??
Dan bagaimana sebagian di antara kalian berani
mengklaim bahwa majelis-majelis syirik ini adalah bagian dari mashalih
mursalah. Sesungguhnya maslahat mursalah menurut ulama yang memakainya adalah:
(Maslahat yang tidak diakui dan tidak digugurkan oleh syari'at). Maka apakah
kalian mengklaim bahwa syari'at tidak menggugurkan kekafiran dan kemusyrikan,
serta tidak membathilkan setiap ajaran yang bertentangan dengan dienul Islam
dan setiap millah yang bersebrangan dengan millah tauhid…??
Kemudian dakwah apaan yang kalian klaim bisa kalian
sampaikan, dan kebenaran macam apa yang kalian klaim disuarakan di
majelis-majelis syirik ini setelah kalian mengubur pokok dari segala inti
dakwah Islamiyyah dan pusat segala roda kebenaran yang jelas?? Dan apakah pokok
dari segala pokok dan maslahat terbesar itu dikubur dan ditimbun demi untuk
menggolkan di atas kuburannya parsial-parsial dan cabang-cabang dari agama
ini….??
Kemudian saat kalian berusaha menggolkan
parsial-parsial dan far'iiy-far'iiy itu – seperti orang yang berusaha
menggolkan undang-undang haramnya khamr – kepada apa kalian menyandaran
tuntutan-tuntutan kalian akan haramnya khamr itu, dan dengan apa kalian
berdalil dan memberikan alasan hukum?? Apakah kalian mengatakan: Allah
subhaanahu wa ta'aala berfirman, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda??
Kemudian bila kalian mengklaim ini, maka kalian
adalah dusta, karena hal ini tidak dijadikan sandaran (tidak dianggap) dalam
agama demokrasi dan dalam syari'at undang-undang, kecuali apa yang didukung
oleh undang-undang dan diakuinya serta dikuatkannya….tidak diragukan lagi
kalian pasti akan mengatakan: Sesuai dengan pasal dua dan pasal 24… dan pasal
25….dan hal serupa berupa hukum-hukum dan perundangan kafir dan sesat
ini…….maka apakah setelah ini ada kekafiran, syirik dan ilhaad?? Dan apakah
masih ada tersisa bagi orang yang meniti jalan ini ashlu dien, millah, dan
tauhidnya..?????
"Apakah kalian tidak memperhatikan orang-orang yang
mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada
apa yang diturunkan sebelum kalian? Mereka hendak berhakim kepada thaghut,
padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud
menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya." (Qs:
An-Nisaa': 60)
Berilah kami jawaban….apakah mungkin membuat undang-undang
atau hukum di sarang-sarang paganisme ini selain melewati
jalan-jalan (jalur-jalur) kemusyrikan dan kekufuran..???
Berilah kami jawaban wahai para pengklaim maslahat dan
orang-orang yang merasa lebih paham..??
Dan termasuk berhukum dengan apa yang Allah turunkan yang
kalian tangisi, apakah kalian ingin menggolkannya lewat jalan syirik ini..???
Apakah kalian tidak mengetahui bahwa itu adalah jalan
kekafiran dan sudah dibentengi…karena kalau seandainya itu berhasil –ini hanya
mengandai-andai – maka itu tidak akan menjadi hukum Allah, akan tetapi itu adalah
hukum undang-undang, hukum rakyat, dan hukum mayoritas. Dan tidak akan menjadi
hukum Allah kecuali saat adanya berserah diri dan menerima sepenuhnya akan
firman Allah, dada lapang untuk menerima syari'at-Nya dan untuk menghamba
kepada-Nya subhaanahu wa ta'aala. Adapun saat menerima penuh ajaran demokrasi,
syari'at undang-undang, dan hukum rakyat serta hukum mayoritas, maka itu adalah
hukum thaghut meskipun pada saat yang bersamaan sesuai dengan hukum Allah dalam
beberapa bentuknya, karena Allah subhaanahu wa ta'aala telah berfirman:
“Keputusan itu hanyalah milik Allah” (Qs: Yusuf: 40)
Allah tidak mengatakan: Keputusan itu hanyalah milik
manusia," dan Allah subhaanahu wa ta'aala juga berfirman:
"Dan hendaklah
kalian memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah (Qs: Al-Maa-idah:49)
Allah tidak mengatakan: menurut seperti apa yang Allah
turunkan," atau," dan hendaklah putuskan di antara mereka menurut apa
yang ditegaskan oleh hukum dan undang-undang buatan," justeru itu adalah ucapan kaum musyrikin dari
kalangan budak-budak demokrasi dan para penyembah undang-undang bumi.
Kemudian mana kalian? Apakah
kalian masih dalam tidur dan kesesatan kalian yang lalu? Apakah kalian mengubur
kepala kalian dalam pasir…apakah kalian tidak menyaksikan percobaan-percobaan
orang-orang yang seperti kalian yang ada di sekitar?, lihat ini Al Jazair, itu
Kuwait, di sana ada Mesir, dan yang lain-lainnya banyak. Apakah kalian masih
belum yakin bahwa ini adalah permainan kufriyyah, pertunjukan syirkiyyah yang
timpang lagi tertutup jalannya?? Apakah kalian masih belum percaya bahwa
majelis-majelis ini adalah bola mainan di tangan thaghut, dia bisa membukanya,
menutupnya, mengaktifkannya, dan membubarkannya kapan saja dan saat dia suka,
dan sesungguhnya tidak akan ada undang-undang yang dibuat sehingga disahkan dan
disetujui oleh thaghut. Maka kenapa kalian masih tetap bersikukuh di atas
kekufuran yang jelas ini…dan ngotot di atas kehinaan yang nampak ini..??
Kemudian setelah ini semua jelas
tetap saja kalian bisa mendapatkan orang-orang itu dengan lugasnya meneriakan
dan mengatakan: Bagaimana majelis-majelis ini kita biarkan bagi orang-orang
komunis atau nasrani……..atau orang-orang kafir lainnya….?? Enyahlah, dan
enyahlah, binasalah, dan binasalah kalian. Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:
Janganlah kalian disedihkan oleh
orang-orang yang segera menjadi kafir; sesungguhnya mereka tidak sekali-kali
dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun. Allah berkehendak tidak akan
memberi sesuatu bahagian (dari pahala) kepada mereka di hari akhirat, dan bagi
mereka adzab yang pedih,"Ali Imran 176.
Bila kalian tergolong orang-orang
kafir mulhid, maka senanglah kalian dengan keikut sertaan dan ikut ambil
bagian….silahkan ikut serta bersama mereka dalam kekafiran dan kemusyrikannya
bila kalian mau, akan tetapi ketahuilah bahwa kebersamaan kalian bersama mereka
dalam keadaan ini tidak hanya terbatas di kehidupan dunia, namun sebagaimana
apa yang Allah subhaanahu wa ta'aala firmankan dalam surat An Nisaa setelah
menghati-hatikan dari majelis-majelis seperti ini dan Dia memerintahkan untuk
menjauhi para pelakunya serta tidak duduk bersama mereka, karena kalau tidak
mau menuruti perintah-Nya maka orang yang duduk itu adalah sama seperti mereka,
Dia berfirman seraya menghati-hatikan:
Sesungguhnya Allah akan
mengumpulkan semua orang-orang munafiq dan orang-orang kafir di dalam Jahannam
(An Nisaa: 140)
Apakah setelah penjelasan ini
semua kalian masih belum yakin bahwa itu adalah kemusyrikan yang terang dan
kekafiran yang jelas.?? Apakah kalian tidak mengetahui bahwa itu adalah dien
selain dienullah?? Apakah belum yakin bahwa sesungguhnya itu adalah millah
bukan millah tauhid?? Apa alasannya kalian bersemangat di atasnya?? Tinggalkan
itu buat mereka, ya tinggalkan itu, jauhilah, dan biarkanlah buat para pemeluk
ajarannya, ikutilah millah Ibrahim yang murni sedang dia bukan tergolong
orang-orang musyrik, dan katakanlah sebagaimana yang dikatakan oleh cucunya
Yusuf 'alaihissalam pada saat dia dalam keadaan lemah tertindas di balik jeraji
besi penjara:
Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang
tidak beriman kepada Allah, sedangkan mereka ingkar kepada hari kemudian. Dan
aku mengikuti agama bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan ya'qub. Tidaklah
patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah.
(Yusuf: 37-38)
Wahai orang-orang…jauhilah thaghut, dan majelis-majelisnya,
berlepas dirilah darinya dan kafirlah kalian terhadapnya selama keadaan
majelis-majelis seperti itu…
Ini adalah kebenaran yang nyata, cahaya yang terang
benderang, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya…
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul
pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
Thaghut itu, maka di antara umat ini ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan
ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya (An Nahl :
36)
Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu
ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa ? Kalian tidak menyembah yang
selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama yang kalian dan nenek moyangmu
membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama
itu. Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan
agar kalian tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengerti. (Yusuf 39-40)
Jauhilah hal itu wahai kaum, berlepas dirilah dari
orang-orangnya dan dari kemusyrikannya sebelum kesempatan berakhir…dan sebelum
datang suatu hari di mana hal itu (meninggalkan dan menjauhinya) adalah
angan-angan kalian terbesar dan tertinggi, akan tetapi kesempatan sudah tiada,
pada hari itu penyesalan tidak berguna lagi bagi kalian, tidak pula mengaduh
dan mengeluh, semua tiada manfaatnya.
Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti" Seandainya kami
dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka,
sebagaimana mereka berlepas diri dari kami". Demikian Allah memperlihatkan
kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka, dan sekali-kali
mereka tidak akan keluar dari api neraka. (Al Baqarah: 166-167)
Jauhilah sekarang juga, dan katakanlah kepada orang-orangnya –
bila memang kalian di atas millah Ibrahim dan di atas jalan para nabi dan rasul
– sebagaimana yang kami katakan di penghujung perkataan kami ini:
Wahai para penyembah undang-undang buatan…dan hukum-hukum bumi
rendahan……
Wahai para penghusung agama demokrasi………
Wahai anggota-anggota dewan pembuat undang-undang………
(Ketahuilah) sesungguhnya kami berlepas diri kepada Allah dari
kalian dan dari ajaran kalian….
Kami kafirkan kalian, dan kami kafir terhadap undang-undang
syirik kalian, serta kami kafir akan majelis-majelis kemusyrikan kalian.
(Ketahuilah) sesungguhnya telah tampak antara kami dengan kalian
permusuhan dan kebencian selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah
saja.
[1] Ini artinya Islam
syirik, dia muslim demokrat, muslim sosialis, muslim nasionalis yang semuanya
berarti muslim musyrik, akan tetapi ini tidak ada, yang ada adalah musyrik,
karena tauhid dan syirik tidak bisa bersatu pada diri seseorang pada satu
waktu, sehingga bila Islam disertai syirik akbar maka yang muncul adalah
musyrik, Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad berkata dalam syarah Ashli
dienil Islam: Sesungguhnya orang yang melakukan syirik, maka berarti dia telah
meninggalkan tauhid, karena keduanya adalah dua hal yang kontradiksi yang tidak
bisa bersatu," Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata
dalam Ad Durar Assaniyyah 1/113: Bila amalan kalian semuanya karena Allah maka
kalian adalah muwahhid, dan bila ada salah satunya dipalingkan kepada makhluk
maka kalian adalah musyrik,". Pent.