Oleh Syahruddin El-Fikri
Dalam sebuah riwayat dikisahkan, suatu hari, Rasulullah SAW kedatangan
seorang tamu yang ahli maksiat. Ia pernah berzina dan juga suka
minum-minuman keras.
Ia menyampaikan maksud kedatangannya untuk memeluk agama Islam. Rasul SAW
senang mendengarnya. Ia pun kemudian bersyahadat. "Asyhadu an La ilaha
Illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah."
Namun demikian, ia menyatakan dirinya belum bisa meninggalkan perbuatan
maksiat yang sering dilakukannya seperti berzina dan minum-minuman keras.
Rasul SAW tak langsung melarangnya. Beliau hanya tersenyum seraya meminta
satu hal kepada lelaki itu. "Apa itu ya Rasul?" tanya dia. Rasul SAW
menjawab: "Berkatalah jujur."
Mendengar hal itu, lelaki itu senang, karena menurutnya, agama Islam itu
mudah. "Kalau cuma jujur, saya sanggup wahai Rasulullah," jawabnya. Rasul
memujinya dan memintanya untuk selalu jujur dalam keadaan apa pun dan di
mana pun.
Setelah itu, lelaki tersebut kembali ke rumahnya. Ia bahagia sudah
memeluk Islam. Sampai di rumah, ia pun melihat sejumlah botol minuman
keras yang masih terisi.
Ia lalu mengambil botol tersebut dan lantas membuka tutupnya. Dalam hati
ia berkata, betapa mudahnya Islam itu, sebab dirinya yang sudah menjadi
Muslim, tidak diperintahkan untuk langsung mendirikan shalat. Bahkan, tak
melarangnya untuk menghentikan perbuatan maksiat yang menjadi
kegemarannya.
Namun, beberapa saat kemudian, lelaki itu tersadar. "Kalau nanti aku
ketemu Rasul dan beliau bertanya, apakah aku masih minum? Lalu aku jawab
tidak, berarti aku berbohong. Maka aku berdosa. Dan jika aku berkata
jujur aku masih meminumnya, maka aku juga berdosa karena Islam melarang
itu?"
Pergolakan batin ia alami, antara meneruskan meminum minuman keras atau
meninggalkannya. Ia mengambil keputusan untuk meninggalkannya. Ia tak
jadi meminumnya.
Beberapa hari kemudian, ia berjalan-jalan dan menjumpai seorang perempuan
yang cantik jelita. Lelaki itu pun mencoba merayu dan menggodanya.
Kata-kata indah yang diucapkannya, bagai setetes air penawar dahaga.
Rayuan gombal yang dilontarkannya, membuat sang perempuan tergoda. Ia pun
membawa perempuan itu ke rumahnya. Ia bermaksud untuk melakukan zina
dengannya.
Namun, belum sempat melakukan perbuatan itu, ia kembali mengalami
pergolakan batin. Ia membayangkan bila suatu saat nanti bertemu dengan
Rasul dan beliau menanyakan apakah dirinya berzina?
"Kalau aku jawab iya, maka hukuman rajam sebagai balasannya. Kalau
berkata tidak, maka aku berdusta dan tidak jujur kepada Rasulullah,"
batinnya. Akhirnya, ia tak jadi melakukan zina dan perempuan yang sudah
ada di depannya ia suruh pulang.
Lelaki itu segera menemui Rasulullah. Ia langsung meminta maaf dan
berkata: "Wahai Rasul, sungguh Islam itu luar biasa. Engkau tidak
memerintahkanku untuk shalat dan juga tidak melarangku untuk berbuat
maksiat. Engkau hanya minta satu kepadaku, jujur. Wahai Rasul, saya
memahami, sesungguhnya itulah inti Islam." Rasul pun tersenyum dan
mengajak lelaki itu untuk shalat dan bertaubat.
Dari kisah di atas, sedikitnya tiga hikmah yang bisa dipetik. Pertama,
hendaknya kita selalu berkata jujur, tidak berbohong dalam situasi apa
pun. Kedua, jujur akan membawa keselamatan dan keberkahan. Sebaliknya
bohong, akan membuat pelaku dihinggapi rasa bersalah dan ketidaknyamanan.
Ketiga, Islam adalah agama yang mengajak manusia pada kebaikan dengan
cara yang lembut, bijak, dan penuh kasih sayang. Wallahu a'lam.
Redaktur : Damanhuri Zuhri
Sabtu, 31 Agustus 2013, 05:17 WIB
Sumber REPUBLIKA.CO.ID
--
ttd.
M. Alie Marzen
Kisah Hikmah : Jujur Adalah Inti Islam
Posted by Marz on
- -
Posted in