berbagi pengetahuan tentang Islam diakhir zaman.بِـسْـمِ اللهِ

Premium Blogger Themes - Starting From $10
#Post Title #Post Title #Post Title

Hikmah : Biar Saya yang Bayar

Oleh Prof Dr Yunahar Ilyas

Setelah selesai shalat 'Isya dan sunnah ba'diyah, sebagian besar jamaah
Masjidil Haram berbondong-bondong ke luar. Ada yang langsung pulang ke
pondokan dan ada juga yang mampir dulu di pusat-pusat perbelanjaan di
sekitar masjid.

Pengunjung pusat-pusat perbelanjaan masih tetap ramai, walaupun sebagian
jamaah haji sudah pergi meninggalkan Makkah, pulang ke Tanah Air
masing-masing atau ziarah ke Madinah.

Di antara kerumuman para pembeli di salah satu pusat perbelanjaan itu
terdapat Pak Muhsin dari Indonesia. Dari tadi dia sudah beberapa kali
membolak balik sebuah sajadah buatan Suriah.

Dia sangat menyenanginya, tetapi sayang uangnya tidak cukup. Ini malam
terakhir dia di Makkah, karena besok siang kloternya akan ke Jeddah untuk
selanjutnya terbang kembali ke Tanah Air.

Sajadah buatan Suriah itu sangat bagus, tetapi sayang sekali uangnya
tidak cukup. Dengan berat hati dia pergi meninggalkan toko sajadah itu.

Walaupun Pak Muhsin sudah menjauh dari toko tersebut, tetapi pikirannya
kembali melayang ke sana. Setelah memutari lantai dasar pusat
perbelanjaan itu satu putaran, langkah kakinya kembali menuju toko
sajadah itu.

Tangannya kembali memegangi sajadah itu sambil memegang uangnya yang
tidak cukup itu. Tanpa disadarinya seorang Arab yang juga sedang
memilih-milih sajadah di toko itu memperhatikannya.

Begitu sajadah itu dia letakkan, tiba-tiba saja orang Arab itu mengambil
sajadah pilihan Pak Muhsin, lalu membayarnya dan menyerahkannya kepada
Pak Muhsin sambil berkata: "Hadiah, hadiah…tafadhdhal!". Pak Muhsin
sangat senang sekaligus terharu.

Sampai di Tanah Air, peristiwa itu selalu dia kenang, apalagi setiap dia
melihat sajadah hadiah dari orang Arab yang tidak dia kenal itu. Dia
ingin melakukan hal yang sama.

Dia ingin membahagiakan orang-orang yang sangat menginginkan suatu
barang, tetapi tidak sanggup membayarnya. Tentu saja bukan barang-barang
yang mahal harganya.

Demikianlah, pada suatu hari, setelah melaksanakan shalat Zhuhur
berjamaah di sebuah masjid, dia mampir ke toko buku kecil di samping
masjid langganannya.

Pada saat dia sedang melihat-lihat buku tentang Islam terbitan terbaru,
tiba-tiba matanya tertuju kepada seorang paroh baya yang sedang
memegang-megang sebuah buku tanya jawab agama. Buku itu semua enam jilid.

"Pak, apakah nanti ba'da Maghrib masih buka?" tanyanya kepada penjual
buku. Penjual buku menjelaskan pukul 16.00 tokonya akan tutup.

"Bapak kembali besok pagi saja." Kata penjual buku itu. "Wah sayang
sekali besok pagi saya sudah kembali ke daerah", kata calon pembeli buku
itu sambil beranjak pergi pelan-pelan.

Pak Muhsin kembali ingat peristiwa di Mekkah tempo hari. Segera saja dia
bilang sama penjual buku: "Panggil Bapak itu kembali, dan serahkan buku
itu sebagai hadiah. Biar saya yang bayar".

Bapak dari daerah itu kaget dan senang, tidak dia duga ada yang berbaik
hati mau membayarkan enam jilid buku yang diinginkannya. Buku tanya
jawab agama ini sangat dia perlukan dalam berdakwah di daerah.

Pak Muhsin dapat merasakan kebahagiaan bapak yang tidak dia kenal itu,
seperti kebahagiaanya waktu di Makkah dulu.









Redaktur : Damanhuri Zuhri
Rabu, 04 September 2013, 11:22 WIB

Sumber















Nonang/Republika




sajadah


A+ | Reset | A-






REPUBLIKA.CO.ID,

--
ttd.


M. Alie Marzen

Leave a Reply

    close
    Banner iklan disini

    Kunjungan Anda

    Total Tayangan Halaman