OLEH :
Abu Sulaiman Aman Abdurrahman
Segala puji hanya
milik Allah subhaanahu wa ta'aala, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada
Rasul-Nya yang mulia, para keluarganya dan sahabatnya serta orang-orang yang
berada di atas jalannya hingga hari kiamat.
Islam adalah nama yang memiliki hakikat dan isi, sekedar
mengaku/menamakan diri sebagai muslim kalau tidak sesuai dengan hakikat isinya
maka itu tidaklah berarti. Allah subhaanahu wa ta'aala menjelaskan di dalam Al
Qur'an tentang Islam ini
Tidak demikian bahkan barang siapa yang menyerahkan diri
kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi
tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka
bersedih hati. Al-Baqarah:112.
Juga firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:
Dan. barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah,
sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesunggunya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang kokoh. Luqman:22
Juga firman-Nya subhaanahu wa ta' aala yang menjelaskan
bahwa satu-satunya dien yang Dia ridlai adalah dien Al Islam:
Sesungguhnya agama yang di ridhai di sisi Allah hanyalah
islam. Al-imran:19
Barangsiapa mencari agama selain agama islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima agama
itu daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.
Al-imran:85.
Dia subhaanahu wa ta' aala menjelaskan bahwa hukum dan
undang_undang itu adalah dien:
Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut
undangundang raja. Yusuf:76.
Di dalam ayat.-ayat itu Allah subhaanahu _wa ta’ aala
menjelaskan tentang makna Islam dan makna dari dien yang Dia tidak menerima
dien selainnya.
Dia menjelaskan bahwa dien yang hanya Dia ridlai hanyalah
dien Al Islam, Dia juga menjelaskan bahwa dien itu adalah aturan hidup yang
menyeluruh.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam
kitab An Nubuwwat tal 127:
"Islam adalah istislaam (berserah diri) kepada Allah
saja tidak kepada yang lainnya, dia beribadah hanya kepada Allah dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dia tawakkal hanya kepada-Nya saja, dia
hanya takut dan mengharap kepada-Nya, dan dia mencintai Allah dengan kecintaan
yang sempurna, dia tidak mencintai makhluk seperti kecintaan dia kepada Allah.
siapa yang enggan beribadah kepada-Nya maka dia bukan muslim dan siapa yang
disamping beribadah kepada Allah dia beribadah pula kepada yanq lain maka dia
bukan orang muslim". .
Beliau menjelaskan bahwa orang yang sama sekali tidak mau
beribadah kepada Allah maka dia itu bukan orang Islam, ini sesuai dengan apa
yang sudan pasti dalam aqidah Ahluusunnah bahwa orang yang hanya mengucapkall
dua kalimah syahadat sedangkan dia itu tidak pernah beramal sama sekali selama
hidupnya padahal keadaan memungkinkan untuk itu maka itu bukanlah orang Islam.
Beliau juga menyatakan bahwa orang yang beribadah kepada
Allah subhaanahu wa ta'aala, akan tetapi di samping itu dia juga memalingkan
satu macam ibadah kepada selain Allah maka dia itu bukan orang Islam. Beliau
berkata juga sebagaimana yang disebutkan oleh Al Imam Abdurrahman Ibnu. Hasan
Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalam kitabnya Al Qaul Al Fashl An
Nafiis Fir Raddi 'Alal Muftarii Dawud Ibni Jirjiis tal 160:
"Dalam Islam itu
haruslah adanya istislaam (berserah diri penuh) kepada Allah saja dan
meninggalkan Istislaam kepada selain-Nya,” inilah makna hakikat ucapan kita
Laailaaha Illallaah. Siapa orangnya yang istislaam kepada Allah dan kepada yang
lainnya, maka dia itu adalah orang musyrik, sedangkan Allah tidak mengampuni
penyekutuan terhadap-Nya. Dan siapa yang tidak istislaam kepada Allah maka dia
itu adalah orang yang mustakbir (menyombongkan diri). dari ibadah kepada-Nya,
sedangkan Allah telah berfirman,
"Sesungguhnya
orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
jahannam dalam keadaan hina, "Al Mukmin: 60.
Contohnya orang mengaku Islam, dia shalat zakat, shaum,
haji, dan yang lainnya, akan tetapi dia membuat tumbal atau meminta kepada yang
sudah mati, maka orang seperti ini bukanlah orang Islam, karena dia di samping
istislaam kepada Allah dia juga istislaam kepada selainNya, Allah subhaanahu wa
ta'aala berfirman:
Katakanlah: "Sesungguhnya shaltku, sembelihanku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu
bagi–Nya dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah urang yang pertamatama menyerahkan diri
kepada Allah". Al An' aam: 162-163.
Dia subhaanahu wa ta'aala juga berfirman:
Dan barangsiapa menyembah tuhan lain disamping Allah,
padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya
perhitungannya di sisi tuhannya, Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada
beruntung. Al Mu 'minuun: 117.
Di dalam ayat itu Allah subhaanahu wa ta'aala menjelaskan
bahwa orang yang beribadah kepada Allah a,kan tetapi dia juga beribadah kepada
selain-Nya, maka dia itu. bukanlah orang Islam atau kafir. Dia juga menegaskan
dalam ayat lain:
Dan dia megada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan manusia dari jalannya. K
takan1ah: "Bersenangsenanglah dengan kekafiranmu itu semen tara Waktu, sesungguhnya kamu termasuk penghuni
neraka". AzZumar:8.
Ini adalah bentuk kemusyrikan yang sangat jelas, akan tetapi
ada bentuk kemusyrikan macam lain yang Allah tegaskan dalam firman-Nya:
Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib- rahib
mereka sebagai tuhan selain Allah, dan juga mereka mempertuhankan Al-Masih
putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa,
tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang
mereka persekutukan. At Taubah:31.
Di dalam hadits hasan yang dihasankan oleh Ibnu Taimiyyah
rahimahullah: 'Addi Ibnu Hatim datang kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
sallam dalam keadaan nasrani, terus dia. mendengar beliau membaca ayat ini, .
'Addi berkata: Saya berkata kepada beliau: Sesungguhnya kami tidak pernah
beribadah kepada mereka (ulama dan pendeta), "maka Rasulullaah berkata:
Bukankah mereka mengharamkan apa yang telah Allah halalkan, terus kalian ikut
mengharamkannya, dan bukankah mereka menghalalkan apa yang telah Allah
haramkan, terus kalian ikut menghalalkannya? Maka 'Addi berkata: Saya berkata:
Iya begitu, Rasulullah berkata: “Itu adalah bentuk peribada
tc;ln kepada mereka," . Syaikhulislam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata
ketika menjelaskan ayat dan hadits itu didalam Majmu Al Fatawaa 7/67-68:
"Abu Al Bukhturi berkata: Sesungguhnya mereka itu tidak shalat terhadap
para ulama dan pendeta itu, dan seandainya para pendeta itu memerintahkan
mereka untuk menyembah mereka selain Allah, tentulah orang-orang nasrani itu
tidak akan mentaati mereka, akan tetapi para ulama dan, para pendeta itu
memerintahkan mereka sehingga mereka
menjadikan haram apa yang Allah halalkan dan menjadikan halal apa yang Allah
haramkan, kemudian merekapun mentaatinya, maka itu adalah bentuk pentuhanan
tersebut." .
Orang-orang yang membolehkan apa yang Allah haramkan atau
mengharamkan apa yang Allah halalkan mereka itu di vonis oleh-Nya dalam ayat
tadi sebagai arbaab (tuhan-tuhan jadi-jadian)
dan adapun orang-orang yang sepakat dengan mereka, mendukung,
menyetujui, rela dan ridla maka dia itu
adalah divonis musyrik oleh-Nya. Ini dikuatkan oleh firman-Nya dalam surat Al An' am ketika
orang-orang musyrik Quraisy mendebat kaum muslimin agar ikut menghalalkan
bangkai, Dia berfirman:
“Dan janganlah kamu
memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya
syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu, dan
jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang
musyrik. " (Qs: AI-An' aam: 121)
Syaikh Muhammad Al Amin Asyinqithiy rahimahullah berkata
dalam tafsir Adlwaa'ul Bayan, Ketika orang-orang
kafir berkata kepada Nabi SAW "Kambing mati, siapa yang membunuhnya? Maka
Nabi SAW menjawab, "Allah-Iah yang mematikannya," lalu mereka berkata
" Apa yang kalian sembelih dengan tangan-tangan kalian halal, sedangkan
apa yang disembelih Allah dengan tangan-Nya Yang Mulia kamu mengatakannya
haram, kalau begitu kalian lebih baik daripada Allah !? Kemudian Allah SWT
menurunkan firman-Nya tentang mereka ini :
"Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang
tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang
semacam ituadalah suatu kefasikan Sesungguhnya sya tan itu membisikkan kepada
kawan-kawannya agar mereka membantah kamu, dan jika kamu menuruti mereka,
sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. " (Os: AJ-An'
aam: 121)
Beliau berkata lagi: Ayat-ayat yang berhubungan dengan ini
cukup banyak dan telah kami kemukakan berkalikali, dan kami akan menyebutkan
kembali dari ayat-ayat itu yang kami nilai sudah cukup. Dan di antaranya –dan
ini tergolong yang paling jelas dan paling gamblangyaitu bahwa pacta zaman Nabi
SAW telah terjadi ,perhelatan antara Hizburrahman dan hizbusysyaithan dalam
satu hukum dari hukum-hukum pengharaman dan penghalalan. Hizburrahman mengikuti
tasyri' Ar-Rahman dalam pengharaman sesuatu itu dengan wahyu-Nya. Sedang
hizbusysyaithan mengikuti wahyu syaithan dalam penghalalannya. Dan Allah telah
menghukumi diantara keduanya serta memutuskan perselisihan mereka dengan fatwa
langit, yaitu Al-Qur'an yang dibaca pada surat
Al-An’am.
Yaitu sesungguhnya syaithan ketika mewahyukan kepada
wali-walinya, ia berkata kepada mereka dalam wahyunya : "Tanyakan kepada
Muhammad tentang kambing yang menjadi bangkai, siapa yang mematikannya?"
Maka mereka (Rasulullah SAW dan para sahabatnya) menjawab pertanyaan mereka
bahwa Allahlah yang mematikannya.
Lalu mereka berkata:" Kalau begitu bangkai adalah
sembelihan Allah, dan kalian kenapa mengatakan bahwa yang apa yang disembelih
Allah itu haram ? padahal kalian mengatakan bahwa apa-apa yang kalian sembelih
dengan tangan-tangan kalian .adalah halal, kalau demikian berarti sembelihan
kalian lebih baik dan lebih halal daripada sembelihan Allah?
Maka Allah - dengan ijma para ulama – menurunkan firman-Nya :
("Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang
tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.) yaitu bangkai meskipun
orang-orang kafir mengklaimnya bahwa Allah menyembelihnya dengan Tangan-Nya
Yang Mulia dengan pisau dari emas :
(Sesungguhpya perbua tan yang semacam itu adalah kefasikan)
Dhlamir itu kembali kepada makanan yang dipahami dari
firman-Nya :
Dan firman-Nya: rnaksudnya adalah keluar dari ketaatan
kepada Allah dan mengikuti tasyri' syaithan :
"Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada
kawan-kawannya agar mereka membantah kamu”
Yaitu dengan perkataan mereka: "Apa-apa yang kalian
sernbelih adalah halal dan apa-apa yang Allah sernbelih adalah haram, maka
dengan demikian kamu lebih baik daripada Allah dan lebih halal sembelihannya,
kemudian fatwa langit dari Tuhan semest alam menjelaskan tentang hukum antara
dua kelompok itu dalam firman-Nya
"Dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu
tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”
Beliau rnengatakan setelah ayat tersebut:
"Ini merupakan fatwa langit dari Al-Khaliq yang
menjelaskan bahwa siapa yang rnengikuti syariat syaithan yang bertentangan
dengan syariat Allah maka ia musyrik kepada Allah.,"
Dan beliau rahimahullah berkata ketika menjelaskan ayat Al
An'aarn 121 di atas:
"Maka penguasa langit mernutuskan dengan wahyu
dari-Nya. Ia menurunkan al-Qur' an yang dilbaca pada surat AI-An' am , yang
menetapkan kepada makhluk-Nya bahwa setiap orang yang mengikuti peraturan,
.hukum, atau undang-undang yang bertentangan dengan apa yang disyariatkan Allah
atas lisan Rasul-Nya , maka ia musyrik (menyekutukan) Allah, kafir lagi
menjadikan yang diikutinya itu sebagai tuhan." Semua yang Asysyinqithiy
katakan ini bisa dirujuk di kitab Al Hakimiyyah Fi Tafsir Adwa'il Bayan.
Sekarang di kita apa yang diagungkan, dijaga, dilindungi,
dipegang erat, dijunjung tinggi oleh para penguasa, pejabat, anggota dewan,
tentara, polisi, para hakim, para jaksa yang mengaku Islam? apakah hukum Allah
dan aturannya, ataukah hukum manusia dan undang-undang serta aturannya???
Kalau anda paham apa yang tadi diuraikan maka anda. bisa
mengerti firman Allah subhaanahu wa ta' aala dalam surat Yusuf 76 di at as
kenapa dia mengungkapkan hukum/undang-undang dengan kata dien, ini karena
hukum/undang-undang adalah dien yang hanya boleh bersumber dari Allah, sehingga
hila ini disandarkan kepada selain Allah maka yang menyandarkan itu telah jatuh
ke dalam syirik akbar tadi yang ada pada surat At Taubah ayat 31"
subhaanahu’amma yusyrikuun" dan Al-An'am 121,"wa in atha'tumuhum
innakum lamusyrikuun" Dan sedangkan orang-orang yang menerima penyandaran
hokum atau undang-undang itu kepada mereka maka statusnya adalah arbaab
(tuhan-tuhan jadi-jadian selain Allah) sebagaimana yang tertera dalam surat At
Taubah 31 tadi, "ittakhadzuu ahbaarahum wa ruhbaanahu arbaaban min
duunillaah," atau syurakaa (sekutu-sekutu) 'sebagai mana yang tertera
dalam surat Asysyuuraa- 21, "am lahum syurakaau syara 'uu lahum,"
Dalam surat Ali Imran 85 di atas Allah menjelaskan bahwa orang yang mencari
dien" selain Islam, maka tidak mungkin diterima dan di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi, sedangkan engkau mengetahui bahwa bahwa di antara salah
satu macam hakikat dien itu adalah hukum/undang-undang, jadi orang-orang
demokrat itu adalah telah mencari dien selain Islam meskipun mereka itu adalah
mengaku Islam. Orang-orang yang ridla dengan sistim demokrasi itu adalah orang
yang telah ridla dengan selain dien Al Islam, sebagaimana orang yang mengaku
Islam akan tetapi dia juga membuat sesajen atau tumbal atau minta ke kuburan
maka dia itu telah mencari dieD selain Islam daD telah keluar dari garis
keislaman
Jadi ibadah itu bukalah hanya terbatas pada ritual ritual
yang sudah kita ketahui, akan tetapi hukum itu merupakan bentuk dari ibadah
juga sebagaimana yang dinyatakan dalam surat At Taubah 31 tadi "wamaa
umiruu illaa 'liya 'buduu ilaahan waaahidan," juga sebagaimana firman-Nya
firman-Nya:
Keputusan itu hanyalah .keputusan Allah, Dia telah
memerintahkan agar kalian tidak menyembah selain Dia, itulah agama yang lurus.
Yusuf:40.
Di dalam ayat itu Allah subhaanahu wa' ta'aala tegaskan
bahwa al hukmu adalah ibadah dan dien. Bila anda paham akan uraian ini maka
kita kembali kepada hakikat dari Al Islam dan yang menyelisihinya yang berupa
syirik. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam kitabnya Thariqul Hijratain Wa
Baabus sa 'aadatain hal 542 dalam thabaqah yang ke tujuh belas:
"Islam adalah mentauhidkan Allah, beribadah kepada-Nya
saja tidak ada sekutu bagi-Nya, iman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya, serta
mengikuti apa yang dibawanya, maka bila seorang hamba tidak membawa ini berarti
dia bukan orang muslim, bila dia bukan orang kafir mu' aanid maka dia adalah
orang kafir yang jahil, dan status orangorang ini adalah sebagai orang-orang
kafir yang jahil tidak mu'aanid (membangkang), dan ketidakmembangkangan mereka
itu tidak mengeluarkan mereka dari status sebagai orang-orang kafir."
Beliau menegaskan "bahwa Islam itu terdiri dari lima hal, yang bila salah
satunya tidak terealisasi maka itu bukan orang Islam, ya bisa jadi dia itu
orang kafir yang memang membangkang atau orang kafir yang jahil akan kekafiran
dirinya. Al-Imam Asysyaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata
dalam Ad Durar Assaniyyah 1/113:
"Bila amalan kamu seluruhnya adalah bagi Allah maka
kamu muwahhid, dan hila ada sebagian yang dipalingkan kepada makhluk maka kamu
adalah musyrik"
Bila saja mayoritas amalan seseorang untuk Allah, akan
tetapi ada salah satunya dia palingkan kepada selain-Nya maka dia itu musyrik
meskipun mengaku muslim,
Ini seperti para 'ubbaadul qubuur (yang jatuh dalam syirik
kuburan) dan 'ubbaaddustuur (yang jatuh dalam syirik aturan), dan kedua macam
syirik ini sudah diisyaratkan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam
dalam sabdanya:
“Hari kiamat tidak akan tiba sehingga suku dari umatku
kembali menyembah berhala, dan sehingga jumlah besar dari umatku bergabung
denga orang-orang musyrik "HR A1 Barqaaniy dalam Shahihnya.
Dalam riwayat Abu Dawud: “Sehingga kabilah-kabilah dari
umatku bergabung dengan orang-orang musyrik.”
Syirik macam pertama' yang Rasulullah shallallaahu'alaihi wa
sallam isyaratkan adalah syirik penyembahan berhala (syrik kuburan) beliau
berkata: “Ya Allah janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah.
" HR Malik.
Kuburan beliau hila
disembah maka menjadi berhala, dan berarti kuburan-kuburan yang lain atau
makhluk lain hila disembah maka telah dijadikan sebagai berhala. Ini adalah
kenyataan yang ada sebagaimana yang beliau isyaratkan tadi, berapa banyak orang
yang minta-minta ke kuburan, pohon besar, batu besar, penguasa laut
(sebagaimana klaim orang-orang musyrik). Dan syirik lain yang beliau isyaratkan
akan terjadi
besar-besaran adalah syirkulluhuuq bil musyrikiin (syirik
dengan cara bergabung dengan orang-orang musyrik atau mengadopsi sistim syirik)
seperti syirik orang yang masuk parlemen atau orang yang berpaham sekuler yang
di antaranya adalah orang-orang demokrat.
Dan memang yang sedang merebak sekarang adalah dua macam
syirik ini yaitu syirkul qubuur (syirik kuburan) dan syirkuddustuur (syirik
aturan).
Orang yang jatuh ke dalam syirik tadi tidak bisa dikatakan
bahwa dia itu orang Islam ,dengan sebab dia mengaku Islam atau melaksanakan
sebagian atau banyak syi'ar Islam, ini dikarenakan syirik akbar dengan Islam
(tauhid) itu tidak bisa bersatu dalam diri seseorang dalam satu waktu, Syaikh
Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata
dalam Syarah Ashli Dienil Islam (lihat, Al Jami 'AI Fariid: 380):
"Sesungguhnya orang yang melakukan syirik itu berarti
dia telah meninggalkan tauhid, karena keduanya adalah dua hal yang bersebrangan
yang tidak bisa bersatu, bila syirik ada pada diri sesorang maka hilang1ah
tauhid."
Beliau rahimahu1lah berkata 1agi da1am Ad Durar Assaniyyah
2/161:
"Siapa orangnya memalingkan sesuatu dari ibadah itu
kepada selain Allah, maka dia itu musyrik,"
Juga A1 Imam Asysyaikh Abdillathif Ibnu Abdirrahman Ibnu
Hasan Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Kitabnya Minhajut Ta'siis
Wat Taqdiis Fi Kasyfi Syubuhaat Dawud Ibni Jirj iis hal 12:
"Sesungguhnya Islam dan syirik itu adalah naqidlaan
(duahal yang kontradiksi) yang tidak bisa bersatu dan tidak bisa kedua-duanya
hilang (secara bersamaan)"
HAKIKAT
ISLAM
Mengaku Islam dan menampakkan amalan Islam tidak menjamin
dia itu orang Islam, bila dia tidak iltizaam dengan konsekuensinya.
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam
Ad Durar 1/323 dan Minhajut Ta'siis hal 61:
"Sekedar
mengucapkan kaliamat syahadat tanpa mengetahui maknanya dan tanpa mengamalkan
tuntutannya maka itu tidak membuat mukallaf tersebut menjadi muslim, dan
justeru itu menjadi hujjah atas dia, Siapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan
yang berhak disembah kecuali Allah, sedang dia itu beribadah kepada yang selain
Allah (pula) maka kesaksiannya itu tidak dianggap meskipun dia itu shalat,
zakat, shaum dan melaksanakan sebagian ajaran Islam” Ini adalah pernyataan
-yang jelas lagi gamblang, akan tetapi orang-orang sekarang hanya berpegang
kepada sekedar surat pengenal atau amalan Islam yang lahir tanpa memperhatikan
kepada pembatal keislaman itu, padahal mereka melihat orang-orang itu melakukan
pembatal keislaman. Sebagai contoh ketegasan dalam tauhid ini yang tidak
mengenal sekedar pengakuan atau amalan syi'ar lahir yang biasa, adalah yang
dikatakan Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah kepada seorang hakim
(qadli) agung di kota Riyadl yang di mana dia itu orang yang terkenal alim dan
rajin ibadah dan terpandang di masyarakatnya, akan tetapi dia itu melegalkan
syirik kuburan yang ada di tengah masyarakatnya dan menentang dakwah tauhid
yang digencarkan oleh Syaikh, Syaikh berkata kepada sang hakim agung itu
(Sulaiman Ibnu Suhaim) dalam risalah beliau kepadanya (lihat Tarikh Nejd :304):
“Akan tetapi kamu adalah orang jahil yang musyrik, yang
benci Dien Allah”
Jadi orang yang
melakukan kemusyrikan akbar itu bukanlah orang islam, karena dia tidak istislam
penuh kepada Allah saja.
Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad rahimahullah
berkata dalam Al Qaul Al Fashl An Nafiis hal 31:
“Sesungguhnya orang muslim itu tidak mungkin memohon kepada
selain Allah selama-lamanya. Sesungguhnya orang yang meminta danm ohon hajatnya
kepada mayit atau orang yang ghaib, maka dia itu telah keluar dari Islam,
karena sesungguhnya syirik itu menafikan Islam, menghancurkannya, danmengurai
tali-talinya satu demi satu, ini berdasarkan apa yang telah dijelaskan bahwa
Islam itu adalah penyerahan wajah, hati, lisan danseluruh anggota badan hanya
kepada Allah tidak kepada yang lainnya, orang muslim itu bukanlah orang yang
taqlid . kepada nenek moyangnya, guru-gurunya yang bodoh dan berjalan di
belakang mereka tanpa petunjuk dan bashirah”.
Laa ilaaha Illallaah itu memiliki makna dan konsekuensi.
Maknanya harus diketahui dan ini adalah salah satu syarat Laa ilaaha Illallaah,
sedangkan konsekuensinya adalah harus dipegang dan dilaksanakan.
Syaikh Sulaiman Ibnu Abdillah Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah
berkata dalam Taisiir Al 'Aziz Al Hamid tal 58:
"Siapa yang mengucapkan kalimat ini (Laa ilaaha
Illallaah) dengan mengetahui maknanya, mengamalkan tuntutannya berupa menafikan
syirik dan menetapkan wahdaniyyah hanya bagi Allah dengan disertai keyakinan
yang pasti akan kandungan maknanya dan, mengamalkannya maka dia itu adalah
orang muslim yang sebenarnya. Bila dia mengamalkannya secara dhahir tanpa
meyakininya maka dia munafiq, dan bila dia mengamalkan apa yang menyalahinya
berupa syirik maka dia itu kafir meskipun mengucapkannya (Laa ilaaha
Illallaah)"
Beliau mengatakan juga dalam kitab yang sarna (lihat Juz
Ashli Dienil Islam 30:
"Sesungguhnya mengucapkan Laa ilaaha Illallaah tanpa
disertai pengetahuan akan maknanya dan tidak mengamalkan tuntutannya berupa
iltizaam dengan tauhid dan meninggalkan syirik serta kufur kepada thaghut maka
sesungguhnya pengucapan itu tidak bermanfaat dengan ijma para ulama."
Ini dikarenakan Laa ilaaha Illallaah itu memiliki dua rukun,
yaitu kufur kepada thaghut dan iman kepada Allah, salah satunya saja tidaklah
berguna dan tidak menyebabkan orang terjaga darah dan hartanya serta dia tidak
dianggap orang Islam, sebagaimana firman Allah subhaanahu wa ta'aala:
"Karena itu barangsiapa ingkar kepada thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali
yang amat kua yang tidak akan putus" (Al Baqarah : 256)
Juga sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam yang
diriwayatkan Muslim:
“Siapa mengucapkan
Laa ilaaha Illallaah dan kafir terhadap
segala sesuatu yang disembah selain Allah, maka haramlah harta dan
darahnya, sedangkan penghisabannya adalah atas Allah,"
Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad rahimahullah
berkata saat ditanya tentang hadits ini dalam Ad Durar Assaniyyah 2/156:
"Dan adapun sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
sallam, dan kafir terhadap segala yang disembah selain Allah," ini
merupakan syarat yang agung. Pengucapan Laa ilaaha Illallaah tidak sah kecuali
dengan adanya syarat itu, dan bila tidak ada maka orang yang mengucapkan Laa ilaaha Illallaah itu tidaklah haram darah
dan hartanya. Pengucapan kalimat itu tidak bermanfaat baginya tanpa disertai
dengan mendatangkan makna yang dikandung oleh kalimat tersebut berupa
peninggalan syirik, baraa'ah darinya dan dari pelakunya. Bila 'dia mengingkari
peribadatan segala sesuatu yang disembah selain Allah, berlepas dirti darinya,
dan memusuhi orang yang melakukannya, maka dia itu telah menjadi orang muslim
yang terjaga darah dan hartanya."
Ini adalah masalah yang sudah diijmakan oleh seluruh para
ulama Al 'Allamah Syaikh Hamd Ibnu 'Atieq rahimahullah berkata dalam kitab
Ibthalit Tandiid hal 76:
"Para ulama telah ijma bahwa sesungguhnya orang yang
memalingkan satu dari dua macam doa kepada selain Allah, maka dia itu adalah
musyrik meskipun dia mengucapkan Laa ilaaha Illallaah Muhamrnadun Rasulullah,
dia shalat, shaum dan dia mengaku muslim."
Dia tidak menyadari bahwa dia itu musyrik, sehingga dia itu
masih tetap shalat, shaum, zakat dan yang lainnya. .
Al Imam Asysyaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu
Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam AdDurar Assaniyyah 11/545-546 : .
"Para ulama dari
kalangan salaf dan khalaf, semenjak para sahabat, taabi'iin, para imam dan
seluruh ahlussunnah telah berijma bahwa orang itu tidak dikatakan muslim
kecuali bila dia mengosongkan diri dari syirik akbar dan berlepas diri
darinya."
Jadi sekedar amalan dan pengucapan kalimah syahadat tanpa
disertai peninggalan terhadap syirik akbar dan baraa'ah darinya maka status
Islam itu tidak ada meskipun orang itu merasa dan mengaku Islam atau
beridentitas muslim. Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Abdil
Wahhab rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Mishbahudh dhalaam hal 37:
"Siapa yang beribadah kepada selain, Allah, dan
menjadikan tandingan bagi Tuhan-nya, serta menyamakan antara Dia dengan yang
lainnya maka dia itu adalah musyrik yang sesat bukan muslim meskipun dia
memakmurkan lembaga-Iembaga pendidikan, mengangkat para qadli, membangun masjid
dan adzan, karena dia tidak komitmen dengan (tauhid)nya, sedangkan mengeluarkan
harta yang banyak serta berlomba-lomba dalam menampakkan syi'ar-syi'ar amalan,
maka itu tidak menyebabkan dia memiliki predikat sebagai muslim bila dia
meninggalkan hakikat Islam itu (tauhid)". Sehingga tidak aneh kalau para
ulama berijma akan kafirnya pemerintah/penguasa dan negara Fathimiyyah di
Mesir padahal mereka itu yang membangun
banyak mesjid termasuk Al Azhar, melaksanakan shalat jama'ah, jum'at,
mengangkat para qadli para mufti, ini dikarenakan mereka itu menampakkan
kemusyrikan dan kekufuran sebagaimana pemerintahan kita menampakkan kekafiran
dan ,kemusyrikan pula, Syaikh Muhammad
Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Sirah (lihat ikhtisharnya dalam
Juz Ashli dienil Islam) :
Beliau juga berkata lagi dalam risalah beliau kepada Ahmad
Ibnu Abdil Karim Al Ahsaaiy salah seorang musuh dakwah tauhid yang mengingkari
pengkafiran Syaikh terhadap orang-orang yang mengaku muslim padahal mereka
menampakkan kemusyrikan dan kekafiran ada di Tarikh Nejd 346:
"Seandainya kita menyebutkan orang-orang yang mengaku
Islam yang telah dikafirkan oleh para ulama dan difatwakan akan kemurtaddannya
serta keharusan membunuhnya, tentulah pembahasan menjadi panjang, akan tetapi
di antara kejadian yang paling akhir adalah kisah Bani 'Ubaid para penguasa
Mesir beserta jajarannya, mereka itu mengaku bahwa dirinya adalah tergolong
Ahlul Bait, mereka shalat jama'ah, shalat jum'ah, mengangkat para qadli dan
para mufti, namun demikian para ulama telah ijma akan kekafiran mereka,
kemurtaddannya, dan keharusan memeranginya, serta (ijma) bahwa negerinya adalah
negeri kafir harbiy yang wajib di perangi, meskipun (rakyatnya) itu di paksa
lagi benci kepada mereka (para penguasanya)”. Apakah orang yang meminta ke
kuburan, atau membuat tumbal, atau menyandarkan hukum kepada selain Allah, atau
duduk di majelis syirik parlemen itu, atau melindunginya telah membersihkan
diri dari syirik dan baraa'ah darinya??. Apakah orang yang setuju menjadikan
demokrasi itu sebagai aturan main dalam majelis syirik atau memperindahnya atau
membolehkannya dengan dalih-dalih yang beragam atau melindunginya dengan
senjata dan kekuatan, apakah mereka itu telah baraa'ah dari syirik??
Jawabannya tentu tidak,"
Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad
Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Mishbahudhdhalaam 328:
“Islam adalah
komitmen dengan tauhid berlepas diri dari syirik bersaksi akan kerasulan
Muhammad shallallaahu wa sallam dan mendatangkan rukun Islam yang empat lagi”.
Imam Abu Muhammad Ibnu Hazm rahimahullah berkata dalam
kitabnya Al Fashl 4/35:
"Semua pemeluk Islam berkata: Setiap orang yang
meyakini di hatinya dengan keyakinan yang tidak mengandung keraguan di
dalamnya, dia mengucapkan dengan lisannya Laa ilaaha Illallaah Muhammadun
Rasulullah, dan dia meyakini bahwa setiap apa yang dibawa oleh beliau itu adalah
benar, serta dia berlepas dari dien selain dien Muhammad shallallaahu 'alaihi
wa sallam, maka dia itu adalah muslim mu'min tidak ada nama lain."
Maka apakah para penyembah kuburan, orang-orang demokrat,
orang-orang parlemen syirik, orang-orang pelindung thaghut dan kaki tangannya,
serta thaghut-thaghut dari kalangan yang mengaku Islam itu telah baraa'ah dari
dien selain dien Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam???
Syaikh
Abdullathif rahimahullah ketika menjelaskan ayat: Beliau berkata:
"Ayat ini merupakan bantahan terhadap para 'ubbaadul
qubuur wash shaalihiin (para penyembah kuburan dan orangorang shalih) yang
beristighatsah dengan selain Allah lagi menyeru selain-Nya, karena penyerahan
wajah kepada Allah serta ihsanul 'amal itu telah lepas dari diri mereka dan
tidak,ada pada dirinya.
Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu MUhammad berkata dalam Ad
Durar Assaniyyah 2/164:
"Islam itu hakikatnya adalah seorang hamba menyerahkan
hatinya dan anggota badannya kepada Allah subhaanahu wa ta'aala dan dia tunduk
kepadanya dengan tauhid dan ketaatan,sebagimana firman-Nya subhaanahu wa ta'
aala, " Tidak demikian bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada
Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi tuhannya Juga firman-Nya subhaanahu wa ta'aala: Dan
barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah,sedang dia orang yang
berbu't kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang; kepada buhul tali yang
kokoh. Sedangkan ihsaanul 'amal itu haruslah mengandung ikhlas dan mutaaba' ah apa yang disyari' atkan Allah dan
Rasul-Nya.
Bila anda
bertanya bagaimana status orang awam yang tidak hapal dalil, maka jawabannya
adalah bila orang awam itu komitmen dengan tauhid, mengetahui batilnya
kemusyrikan yang ada di sekitarnya dengan keyakinan yang penuh, juga dia
menjauhinya, baraa'ah darinya dan sama sekali tidak pernah melakukannya, maka
dia itu adalah orang muslim meskipun tidak disertai dengan untaian dalil, Al
Imam Al ‘Allamah Abdullah Aba Buthain rahimahullah berkata dalam Ad Durar
Assaniyyah 10/409:
"Sesungguhnya orang awam yang tidak mengetahui
dalildalil, bila dia meyakini wahdaaniyyah Allah subhaanahu wa ta'aala, risalah
Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam, beriman kepada kebangkitan setelah
kematian, beriman kepada surga dan neraka, dan (meyakini) bahwa
kemusyrikan-kernusyrikan ini yang dilakukan di kuburan-kuburan keramat itu
adalah bathil dan kesesatan, bila dia meyakini itu dengan keyakinan pasti yang
tidak ada keraguan di dalamnya, maka dia itu adalah muslim meskipun tidak
menguatkan hal itu dengan dalilnya."
Jadi Islam itu menuntut anda untuk iman kepada Allah dan
kafir terhadap thaghut. Apa arti iman kepada Allah, Syaikh Muhammad Ibnu Abdill
Wahhab rahimahullah berkata dalam risalah fi makna thaghut (lihat Majmu' atut
tauhid . 10, AI'Jami' Al fariid 308):
"Adapun makna iman kepada Allah adalah bahwa engkau
meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya ilaah yang berhak untuk diibadati,
tidak yang lain-Nya, engkau memurnikan semua macam ibadah hanya kepada-Nya dan
engkau menafikannya dari segala yang disembah selain-Nya, engkau mencintai ahli
tauhid (ikhlash) dan loyal kepadanya, serta engkau membenci pelaku-pelaku
syirik dan memusuhinya, "
Apa arti kufur kepada thaghut, Syaikh Muammad Ibnu Abdil
Wahhab rahimahullah berkata dalam kitab-kitab yang sarna: “Ada pun tata cara
kufur terhadap thaghut itu adalah, engkau meyakini bathilnya ibadah kepada
selain Allah, engkau meninggalkannya, membencinya, mengkafirkan pelakunya dan
memusuhi mereka itu" Ini sesuai
dengan firman Allah subhaanahu wa ta'aala dalam surat Al Mumtahanah ayat :
4 "Sesungguhnya telah ada suri
tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia,
ketika mereka berkta kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri
dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari
(kekafiran)mu dan telah nyata an tara kami dan kamu permusuhan dan kebencian
untuk selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja,"(Al Mumtahanah
: 4).
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah saat
menjelaskan tentang status orang-orang badui Nejed saat itu, beliau menjelaskan
bahwa mereka itu seluruhnya telah bergelimang kemusyrikan dan kekafiran. Beliau
jelaskan bahwa mereka itu hanya mengucapkan Laa ilaaha Illallaah saja tanpa komitmen
dengan tuntutannya, dan orang-orang
yang dipanggil ulama-ulama di sana menganggap orang-orang
badui tadi adalah sebagai ahlul islam (orang-orang Islam), karena mengucapkan
Laa ilaaha Illallaah padahal ulama-ulama tadi mengakui bahwa yang dilakukan oleh
orang-orang badui itu adalah kemusyrikan, Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab
menamakan ulama-ulama tadi sebagai syayaathiin (setan-setan), dan saat ada
salah seorang dari badui itu yang belajar Islam kepada beliau dan baru
mengetahui sedikit tentang tauhid, maka orang badui itu menerapkan ilmunya itu
sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh rahimahullah dalam syarah suttati
mawaadli minas sirah point ke enam (lihat Al Jami' Al Fariid 296):
"Sungguh indah sekali apa yang dikatakan oleh seorang
arab badui itu, tatkala dia datang kepada kami dan telah mendengar sedikit ten
tang Islam, dia berkata: Sesungguhnya saya bersaksi bahwa kami ini adalah
orangorang kafir -yaitu dia dan seluruh orang-orang badui tadi- dan saya bersaksi bahwa sang muthawwi'
(ustadz) itu yang menamakan kami sebagai pemeluk Islam, sesungguhnya dia adalah
kafir,"
Di akhir
tulisan ini saya ingin menyampaikan wasiat yang disampaikan oleh Syaikhul Islam
Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalam Ad Durar Assaniyyah 2/78:
"Takutlah kalian
wahai saudara-saudaraku kepada Allah, pegang teguhlah pokok dien kalian, yang
paling awal dan paling akhir, pangkal dan kepalanya, yaitu syahadat Laa ilaaha
Illallaah, ketahuilah maknanya, cintailah orang-orang yang merealisasikannya,
dan jadikanlah mereka itu sebagai saudara-saudara kalian meskipun mereka itu
jauh. Kafirlah kalian terhadap thaghut-thaghut, musuhilah mereka itu, bencilah
orang yang mencintainya, atau orang yang membela-belanya, atau orang yang tidak
mau mengkafirkannya, atau orang yang mengatakan tidak ada urusan saya dengan
mereka, atau orang yang mengatakan Allah tidak membebani saya untuk
mengomentari mereka, sungguh dia (orang
yang mengatakan itu) telah
berdusta dan mengada-ada atas nama Allah, justeru Allah telah membebaninya
untuk mengomentari mereka, Dia telah memfardlukan atas dia untuk kfir terhadap
mereka serta baraa'ah dari mereka meskipun itu adalah saudara-saudara dan
anak-anaknya sendiri."
Saya bertanya kepada anda apakah iman kepada Allah dan kafir
terhadap thaghut itu kewajiban ulama saja atau kewajiban setiap insan?
Untuk menghilangkan syubhat yang masih melekat serta
menghilangkan tuduhan yang tidak benar bahwa orang mengkafirkan orang yang
berbuat syirik akbar adalah orang Khawarij, maka adabaiknya saya mengutip
perkataan Al Imam Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Abdl Wahhab
dalam kitabnya Mishbahudhdhalaam 72 saat
menanggapi tuduhan yang sama, beliau berkata:
"Siapa orangnya yang menjadikan pengkafiran (orang) karena
berbuat syirik akbar bagian dari bab ini {yaitu aqidah Khawarij) , maka dia itu
berarti telah mencela para rasul dan seluruh (ulama) umat (Islam) ini, dan dia
tidak bisa membedakan antara dien para rasul dengan madzhab Khawarij, serta dia
telah melemparkan nash-nash wahyu dan telah keluar dari jalan (ijma) kaum
mukminiin."
Ini adalah khulashaah yang bisa saya sampaikan mudah-mudahan
bisa menjadi penerang bagi yang masih berada di dalam kegelapan, dan penjadi
penghilang bagi syubhat yang ada, serta hujjah bagi kaum muwahhidin atas ahli
bid'ah dan ahli syirik, juga penenang bagi kaum muwahhidien yang selalu
mendapatkan hujatan.
Insya Allah materi selanjutanya tentang perbedaan antara
musyrik dengan musyrik kafir, makna tegaknya/sampainya hujjah dalam syirik
akbar dan kekafiran yang nyata. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada
Rasul-Nya, dan akhir seruan kami Al hamdulillaahi Rabil 'Aalamiin.