oleh Abu Muhammad Al Maqdisiy
Segala puji hanya milik
Allah Rabbu ‘Alamin. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada khatamul
anbiya wal mursalin. Wa Ba’du :
Ketahuilah semoga Allah
mebimbing engkau kepada setiap kebaikan bahwa dipenguhujung bulan rajab tahun
ini kami dan sebagian ikhwan muwahiddin telah dipanggil menghadap oleh aparat
thoghut , terus diantara ikhwan ada yang mereka tangkap dan diantaranya ada
yang melarikan diri, maka mereka memberikan pesan di keluarganya yang berisi
perintah agar dia datang menghadap mereka. Dan sesungguhnya telah terjadi
sedikit perselisihan pendapat di antara para ikhwan yang di cari-cari itu
tentang hukum memenuhi panggilan orang-orang kafir itu.
Diantara ikhwan ada yang
berpendapat bolehnya memenuhi panggilan orang-orang kafir itu, dan diantara
mereka ada yang berpendapat tidak boleh, dan mereka itu terbagi dua kelompok, pertama
mengatakan : kita tidak boleh pergi menghadap mereka dengan keinginan kita
sendiri dan tidak memenuhi permintaan dan perintah mereka kecuali bila kita
mengetahui jelas bahwa masalahnya tidak ada fitnah di dalamnya atau kita
diciduk dalam kondisi dipaksa. Kelompok yang kedua mengatakan : kita tidak
memenuhi panggilan mereka selamanya, dan andaikata mereka menggerebeg kita maka
kita melawan hingga selamat atau kita terbunuh.
Maka saya ingin – sebagai
bentuk kepdulian yang sangat terhadap ikhwan saya – menuntaskan masalah ini
dengan dalil syar’iy agar al haq di dalamnya nampak bagi saya dan bagi ikhwan.
Maka saya katakan seraya memohon taufik dan pelurusan dari Allah Sang Pelindung.
Tentang Penjelasan Disyariatkannya Dan
Dibolehkannya Lari Dari
Orang-orang Kafir Serta Bersembunyi
Dari Mereka Saat
Ketertindasan
Al Bukhari meriwayatkan
dalam shahihnya pada Kitabul Iman ( Bab
: Minad Dieni Al Firar Minal Fitani ) dari Abu Said Al Khudriy bahwa ia berkata :
“Hampir terjadi dimana
sebaik-baiknya harta orang muslim adalah kambing- kambing yang dia giring di
lereng-lereng gunung dan tempat-tempat turun hujan, dia melarikan diri dengan
agamanya dari fitnah “.
Dan dalam Kitab Al Fitan beliau meriwayatkan juga ( Bab
: Akan terjadi fitnah di mana orang yang duduk di dalamnya lebih baik dari pada
yang berdiri, dan yang berdiri di dalamnya lebih baik dari pada yang berjalan,
dan yang berjalan di dalamnya lebih baik dari pada yang berlari kecil, siapa
yang menghampirinya maka fitnah itu menguasainya, maka siapa yang mendapatkan
tempat pelarian atau tempat berlindung maka berlindunglah dengannya”).
Di dalam hadits-hadits ini
terdapat faidah yang agung lagi besar yaitu disyariatkannya lari dari fitnah dan
tidak berjalan atau menghampirinya. Dan faidah lain di dalamnya bahwa hal itu
tergolong dien dan iman, dan bukan tergolong sikap penakut dan pengecut
sebagaimana yang diduga oleh banyak orang. Bagaimana mungkin lari dari fitnah
menyembunyikan diri darinya termasuk sikap penakut dan pengecut, sedangkan ia
adalah dienul anbiya di masa istidl’af
( ketertindasan ).
Ini buktinya, khatamul
anbiya wal mursalin ( Rasulullah saw ) setelah beliau mengumumkan dan
menjaharkan dakwahnya serta menampakkan kekafiran dan bara’ahnya dari
orang-orang kafir dan tuhan-tuhan mereka yang bathil, beliau dan sekelompok
dari sahabatnya menyembunyikan diri sementara waktu, setelah orang-orang kafir
menekan mereka dan menyakiti sebagian mereka. Dan dalam Al Bukhari ada kisah keislaman Abu
Dzar dalam beritanya bersama Ali dan jalan menyampaikannya kepada Nabi saw
dan apa yang menunjukan kepada hal ini.
Dan diantara hal itu apa
yang diriwayatkan Al Imam Ahmad
3/322-329 di dalam musnad beliau dan yang lainnya dari Jabir tentang kejadian bai’at Aqabah dan di dalam teksnya ada ( sehingga tidak tersisa satupun dari
rumah-rumah Al Anshar melainkan di dalamnya ada beberapa orang dari kaum
muslimin yang menampakkan Al Islam ) : kemudian mereka bersepakat seluruhnya,
dan kami menyatakan : ( sampai kapan kita membiarkan Rasulullah saw diusir di
gunung-gunung Mekah dan dalam kondisi takut ? ) maka berangkatlah menuju beliau
dari kami tujuh puluh orang, mereka mendatanginya dalam musim ( haji ), terus
kami janjian dengan beliau ( untuk kumpul ) di lembah Aqabah, maka kami
kumpul-kumpul kepada beliau dengan cara datang satu-satu dan dua-dua sAmpai
akhirnya jumlah kami lengkap…hingga akhir hadits ).
Dan dalam Al Bukhari dari Abdullah ibnu Mas’ud berkata : ( Tatkala kami bersama Nabi saw di
suatu goa, tiba-tiba turun kepada beliau ‘Wal Mursalaat’ maka sungguh beliau
membacanya dan sesungguhnya saya talaqqi hal itu dari mulut beliau, dan sesungguhnya
mulut beliau basah dengannya, tiba-tiba seekor ular menyambar kearah kami, maka
Nabi saw bekata : “bunuhla ia” maka kamipun mengejarnya dan diapun pergi maka
Nabi saw berkata : Dia dilindungidari perlakuan buruk kalian sebagaimana kalian
dilindungi dari kejahatannya ). Dan hal-hal semacam ini adalah banyak.
Dan Allah tabaraka wa
ta’ala telah berfirman :
“Jika kamu tidak menolongnya (
Muhammad ) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya ( yaitu ) ketika
orang-orang kafir mengeluarkannya ( dari Mekkah ) sedang dia salah seorang dari
dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada
temannya : ‘janganlah kamu berduka cita sesungguhnya Allah beserta kita. “Maka
Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada
( Muhammad ) dan membantunya
dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan tentara
orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan nikmat Allah itulah yang tinggi,
Allah Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana,” ( At-Taubah
: 40 ).
Dan dalam berita hijrah
ada pelajaran dalam hal itu. Dan ini Nabiyullah Musa -semoga shalawat dan salam
dilimpahkan kepadanya dan kepada nabi kita -
Allah tabaraka wa ta’ala berfirman :
“Dan datanglah seorang laki-laki dari
ujung kota bergegas-gegas seraya berkata :…Hai Musa sesungguhya pembesar negeri
berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu, keluarlah ( dari kota ini )
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu,"
( Al Qashash : 20 ).
“Maka Musa keluar dari kota itu dengan
rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berkata : Ya Tuhanku
selamatkanlah aku dari orang-orang dzalim itu,” ( Al Qashash : 21 ).
Bila ada yang mengatakan
:…Itu kan terjadi sebelum ia menjadi Nabi ? maka kami katakan :…Musa as tidak
mengingkari hal itu setelah kenabiannya, bahkan ia mengiakan dan membenarkannya
sebagaimana yang Allah ta’ala khabarkan tentangnya :
“Lalu aku lari meninggalkan kamu
ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku
salah seorang diantara rasul-rasul,” ( Asy Syu’ara : 21 ).
Dan Allah ta’ala berfirman
tentangnya setelah itu :
“Dan kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya
:…Ambillah olehmu berdua beberapa rumah di mesir untuk tempat tinggal bagi
kaummu dan jadikanlah olehmu
rumah-rumahmu itu tempat shalat dan dirikanlah olehmu shalat serta
gembirakanlah orang-orang yang beriman,” ( Yunus : 87 ).
Dalam hal itu ada sikap
mereka sembunyi-sembunyi dan shalat di rumah mereka, dan seputar ayat ini Syayid Quthub memiliki ungkapan yang
indah yang bisa dirujuk dalam Adh –
Dhilal ( hal. 1016 ).
Dan para pemuda Ashhabul Kahfi setelah mereka
menampakkan ketauhidannya dan mereka diancam dan diteror oleh kaumnya maka
mereka berlindung ke goa, sebagaimana yang telah Allah khabarkan :
“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa
yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua
itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan
menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu,” ( Al Kahfi : 16 ).
Dan Allah swt berfirman
tentang mereka :
“Berkata ( yang lain lagi ) :…Tuhan kamu
lebih mengetahui berapa lamanya kami berada ( di sini ). Maka surulah salah
seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan
hendaklah dia melihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia
membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan
janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun. Sesungguhnya jika
mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melemparmu dengan batu,
atau memaksamu kembali kepada agama mereka dan jika demikian niscaya kamu tidak
akan beruntung selama-lamanya,” ( Al Kahfi : 19-20 ).
Dan begitulah, selain
mereka dari kalangan orang-orang saleh saat mereka pada kondisi istidl’af, seandainya engkau menelusuri
khabar-khabar tabi’in dari kalangan salaf umat ini tentulah engkau mendapatkan contoh-contoh
yang banyak dari hal itu.
Dan untuk contoh saya
cukupkan dengan tiga orang yang dikatakan Ibnu
Jauziy tentang mereka dalam muqaddimah kitabnya “Manaqib Al Imam Ahmad ibnu Hambal“ :…( Namun sesungguhnya saya
meneliti tentang orang-orang yang meraih tingkat kesempurnaan dalam dua hal
itu, yaitu – ilmu dan amal – dari kalangan At Tabi’in dan yang sesudahnya,
ternyata saya tidak mendapatkan orang yang sempurna dua hal itu padanya pada
level puncak yang macam kesempurnaannya tidak tercoreng oleh suatu kekurangan, selain tiga orang : Al Hasan Bashri,
Sufyan Ats Tsauri dan Ahmad ibnu Hambali ). Hal : 5.
Adapun Al Hasan Bashri, maka beliau telah
keluar, dan ada yang mengatakan beliau dikeluarkan bersama orang-orang yang
khuruj terhadap Al Hajjaj zaman
fitnah Abdirrahman ibnu Asy’ats[1],
di mana ibnu Asy’ats khuruj dan khuruj bersamanya sekelompok dari kalangan
qurra’ dan fuqaha sebagai bentuk pemberontakan dan kedurjanaan Al Hajjaj. Dan
setelah kekalahan ibnu Asy’ats, Al Hasan Al Bashriy tetap menyembunyikan diri
dari Al Hajjaj sampai-sampai saat puteri beliau meninggal dunia, ia tidak bisa
mendatanginya, terus ia mewakilkannya hal itu kepada ibnu Sirrin[2].
Adapun Sofyan ATs Tsauri, maka beliau melrikan
diri ke Bashrah tatkala Al Khalifah Al
Mahdiy menawarkan jawatan kepadanya, dan beliaulah orang yang berkata :
( Bukan penghinaan mereka yang saya
takutkan namun justeru pemuliaan mereka saya takutkan, sehingga saya tidak
memandang keburukan mereka sebagai keburukan, saya tidak melihat bagi penguasa
suatu perumpamaan kecuali perumpamaan lewat lisan musang, berkata, saya
mengetahui anjing itu meiliki tujuh puluh sekian tipu muslihat yang tidak ada
darinya suatu tipu muslihatpun yang lebih baik dari keberadaan saya tidak melihat anjing dan anjingpun tidak
melihat saya )[3].
Adapun AL Iman Ahmad, maka sungguh beliau
telah bersembunyi pada masa-masa Al
Watsiq, dan itu setelah beliau menjaharkan keyakinannya tentang Al Qur’an
dan dalam hal ini beliau mendapatkan ujian yang sangat besar, maka beliu
bersembunyi disisa hidup Al Watsiq,
beliau selalu berpindah-pindah pada banyak tempat, kemudian beliau kembali ke
rumahnya setelah beberapa bulan, dan di dalamnya beliau bersembunyi sampai Al Watsiq meninggal dunia. Ibrahim ibnu Hani berkata : Ahmad ibnu Hambal bersembunyi di saya
selama tiga hari, kemudian berkata : carikan tempat buat saya supaya saya
pindah ke sana, “saya berkata” : saya khawatir keamananmu wahai Abu Abdullah.
Maka “beliau berkata” : lakukanlah ! bila kau sudah melakukannya saya akan
memberimu faidah ilmu, dan saya pun
mencarikan tempat untuk beliau, kemudian tatkala beliau keluar beliau
berkata kepada saya : Rasulullah saw bersembunyi di goa tiga hari terus beliau
berpindah, tidak selayaknya Rasulullah saw diikuti dalam kondisi lapang dan
ditinggalkan pada kondisi sulit. Selesai[4]
Dalam satu riwayat Habar
tentang perihal sikap bersembunyi Al
Imam Ahmad di masa Al Watsiq
hidup, berkata : ( Abu Abdullah terus
bersembunyi ditempat yang dekat, kemudian dia kebali kerumahnya setelah
beberapa bulan atau setahun tatkala sudah reda beritanya, dan beliau masih
terus berada di rumah bersembnyi lagi tidak keluar untuk shalat dan yang
lainnya sampai Al Watsiq mati ).
Bila seorang menjaharkan
dakwahnya sesuai tuntunan para nabi, di mana dia berlepas diri ( bara ) dari
syirik dan kaum musyrikin, kemudian kaum kuffar mencarinya dalam kondisi
stidl’af serta kurangnya anshar dan daya maka bukanlah hal aib bila ia lari
dari mereka atau bersembunyi, karena ini adalah tergolong keadaan para Nabi dan
orang-orang saleh serta metode mereka saat istidl’af sebagaimana yang engkau
lihat.
Kedua
Lari dari orang-orang kafir saat
istidl’af apakah ia itu wajib atau dianjurkan atau apa ?
Bila yang lalu telah jelas
dan engkau mengetahui disyari’atkannya al
firar ( lari ) dari kuffar (
orang-orang kafir ) saat kondisi istidl’af
( ketertindasan ) maka tinggallah saatnya engkau mengetahui hukumnya. Maka kami
katakan dengan mohon taufik Allah :
Sesungguhnya ini kembali
kepada kondisi orang yang mencari dan yang dicari. Bila yang dicari ( mathluh
) itu orang yang memiliki kedudukan atau keluarga besar atau kekuatan (
kelompok / jamaah ) dan ia mengetahui atau memiliki dugaan kuat bahwa ia tidak
akan dihinakan atau terkena fitnah dengan sebab ia pergi mendatangi mereka,
maka bolehlah hal itu baginya, bahkan bisa jadi dianjurkan jika mampu
menampakkan diennya di tengah mereka dan ia memperdengarkan kepada mereka apa
yang mereka tidak sukai berupa tauhid, celaan terhadap tuhan-tuhan mereka dan
sembahan-sembahan mereka, serta bara’ah dari kebatilan dan syirkiyyat mereka.
Bila yang dicari itu orang
yang lemah dan kuat dugaan padanya bahwa mereka akan menghinakannya atau
menindasnya atau mereka memperdengarkan kepadanya dari kekafiran yang nyata dan
kemusyrikan yang jelas suatu yang mana dia tidak kuasa untuk membantahnya
bahkan bisa saja dia menampakkan pengakuannya terhadapnya dan keridlaannya
dalam rangka taqiyyah setelah dia pergi menghampiri mereka dengan kedua kakinya
dengan keinginan sendiri, maka seperti ini tidak
halal baginya pergi kepada mereka dengan tanpa ikrah lagi tanpa
diciduk selama-lamanya. Karena itu adalah berjalan dan bergegas dengan
kedua kaki menghampiri fitnah, sedangkan telah lalu larangan Nabi dari hal
seperti itu dalam hadits-hadits yang lalu. Dan orang yang dicari dalam hal ini
memiliki suri tauladan yang baik pada al anbiya dan ash-shalihin dan para
pengikut mereka yang saleh yang lari menyelamatkan dien mereka dari kuffar.
Dan dalam hijrah kaum
muhajirin pertama ke Habasyah ada pelajaran untuk hal ini. Karena telah hijrah
kesana orang yang takut dan khawatir penindasan dan fitnah kaum musyrikin, dan
adapun orang-orang terpandang seperti Abu
Baqar, Umar dan yang lainnya maka sesungguhnya mereka tidak hijrah sehingga
mereka diperintahkan hijrah ke Madinah.
Dan tidak boleh dikatakan
bahwa orang yang dicari dalam keadaan ini adalah mukrah sehingga boleh baginya memenuhi panggilan dan pergi, dan
dari sana ia memakai taqiyyah di hadapan mereka.
Sebagaimana yang terjadi
pada banyak orang yang pergi menghadap auliya thoghut dengan keinginan mereka,
tatkala mereka ditanya tentang kami dan tentang kajian kami, sebagian mereka
berkata :”Andaikata kami tahu bahwa kajian Abu Muhammad mengganggu keamanan
negara atau sesuatu yang seperti ini tentulah kami orang yang pertama kali melaporkannya,”sungguh
ini adalah penampakkan muwalah
terhadap mereka dan penampakan mu’adah (
sikap permusuhan ) terhadap orang yang mengganggu keamanan Negara kafir tanpa
dharurat dan tanpa ikrah.
Bila orang itu berkata
:..Kami saat mengatakan ini di hadapan mereka dan dalam kekuasaan mereka.
Maka kami katakan :…”Tapi
kalian pergi dan masuk dengan diri kalian di hadapan mereka dan dalam kekuasaan
mereka pada awalnya dalam keadaan ihktiyar
( keinginan sendiri ) tidak diciduk dan tidak dipaksa.
Oleh sebab itu alangkah
serupanya keadaan mereka itu – yaitu orang yang manmpakkan kesejalanan dengan
kuffar dan ridla yang nampak terhaap kekafiran dan kemusyrikan mereka terus dia
beralasan dengan alasan taqiyyah dan ikrah padahal sebelum itu dia mampu untuk
hijrah dan kabur – ( saya katakan alangkah serupanya mereka itu ) dengan
keadaan orang yang masuk islam di Mekkah namun ia tidak hijrah dan tidak
bergabung dengan Nabi saw ke Madinah karena mereka merasa berat dengan tempat
tinggal, isteri atau tanah air, sehingga saat
yaumal furqan yamal taqal jam’an ( perang badar ) mereka dipaksa ikut
keluar untuk berperang oleh kaum musyrikin dan mereka dijadikannya di barisan
terdepan, kemudian kaum muslimin bila sebagian mereka menembakkan
panah-panahnya, maka panah itu mengenai salah seorang diantara diantara mereka,
maka kaum muslimin berkata :..”Kita
membunuh ikhwan kita” maka Allah tabaraka wa ta’ala menurunkan firman-Nya :
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan
malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri ( kepada mereka ) malikat bertanya
:..”Dalam keadaan bagaimana kamu ini ? mereka menjawab :…Adalah kami
orang-orang yang tertindas di negeri ( Mekkah ). Para malaikat berkata
:…Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu ?
“orang-orang itu tempatnya neraka Jahanam,dan jahannam itu seburuk-buruk tempat
kembali,” ( An Nisa : 97 ).
Kenapa Allah ‘azza wa
jalla tidak mengudzur mereka padahal mereka itu beralasan dengan istidl’af dan
mereka dikeluarkan dalam barisan kaum musyrikin dengan kondisi ikrah ?!
Maka jawabannya :…”Karena
mereka tidak dipaksa saat duduk di tengah mereka pada awal mulanya, bahkan
mereka mampu untuk lari dan hijrah di awal dulu, kemudian tatkala mereka
tsaqshir dalam hal itu maka mereka tidak diudzur dengan sebab penguasaan
orang-orang musyrik atas diri mereka dan istidl’af mereka setelah itu, karena
mereka itu sebab dalam istidl’af dan penguasaan kaum musyrikin itu.
Syaikh Sulaiman ibnu Abdillah ibnu Muhammad ibnu Abdul
Wahhab berkata dalam
risalah “Hukmu Muwalati Ahlil Isyrak”
yang terkenal dikalangan orang Nejed dengan nama “Ad-Dula-il” karena di dalamnya beliau menyebutkan lebih dari dua
puluh dalil atas kekafiran orang-orang yang tawalli kepada Ahlusy Syirki, beliau
berkata tentang ayat yang lalu : ( Bila ada yang berkata :…Kenapa ikrah untuk
ikut keluar tidak menjadi udzur bagi orang-orang yang terbunuh di hari Badar ?
jawabannya itu tidak menjadi udzur…karena mereka pada awalnya tidak di udzur
saat muqim bersama kuffar, sehingga setelah itu mereka tidak diudzur dengan
sebab ikrah, karena merekalah sebab dalam hal itu, dimana mereka muqim bersama
bersama mereka dan meninggalkan hijrah) selesai.
Maka orang yang berakal
hendaklah mengamati hal ini,dan memahaminya, serta hendaklah dia mengetahui
bahwa ia bila mengetahui kelemahan dari dirinya dan bahwa ia tidak akan mampu
menampakkan diennya di hadapan orang-orang kafir. Namun sebaliknya ia malah
menampakkan tawalli kepada mereka dan ridla terhadap kekafiran, kemusyrikan dan
kebatilan mereka, maka dalam keadaan seperti ini tidak halal baginya pergi
kepada mereka saat mereka meminta dalam keadaan tidak dipaksa selamanya,
kecuali mereka memaksanya sembari menangkapnya, kemudian bila mereka memaksanya
setelah itu terhadap sesuatu dari kekafiran dengan paksaan yang syar’yi yang
dikenal dikalangan ahlul ilmi dengan batasan dan syaratnya maka inilah yang
diudzur[5].
Adapun dia berjalan dan menghampiri fitnah dengan kedua kakinya kemudian dia
diajak untuk masuk ke dalamny, terus diapun masuk kedalamnya secara ikhtiyar
kemudian beralasan dengan ikrah, padahal di sana tidak ada ikrah, maka
hati-hatilah orang seperti ini dari murka Allah, karena Allah tabaraka wa
ta’ala setelah melarang muwalah terhadap orang-orang kafir kemudian
mengecualikan orang yang jatuh di bawah ikrah terus dia melakukan taqiyyah dari
( kejahatan ) mereka, Dia tabaraka wa ta’ala berfirman :
“Dan Allah memperingatkan kamu terhadap (
siksa ) –Nya. Dan hanya kepada Allah kembali ( mu ),” ( Ali Imran : 28 ).
Kemudian bagi tujuan yang
karenanya sang muwahhid dicari dalam hal ini dipertimbangkan pula. Tidak masuk
akal bila saudara muwahhid diminta datang untuk hal sepele yang tidak ada
penghinaan di dalamnya, tidak ada fitnah dan tidak ada mendengar kekafiran dia
lari atau melawan atau hal serupa itu. Dan begitu juga andai ia diminta untuk
memberikan kesaksian haq yang di dalamnya diajukan pengajuan kezaliman atau
dengannya hak dikembalikan kepada pemiliknya sedang di sana tidak ada kehinaan
dan keterjatuhan dalam kekafiran, maka sesungguhnya terkadang wajib hal itu
atasnya dalam sebagian keadaan bila masalahnya berkaitan dengan dia sedang
tidak ada saksi selain dia atau yang serupa itu. Jadi harus ada rincian dan
mempertimbangkan masalah-masalah ini.
Dan begitu juga keadaan
orang yang mencari ( Thalib ) dipertimbangkan juga dan bila pembicaraan kita
tentang orang-orang kafir dan auliya mereka, maka sesungguhnya diantara kuffar
ada orang yang dikenal bahwa ia itu tidak menyukai kezaliman, sebagaimana yang
ada tentang sifat Najasyi sedang ia masih
nasrani belum masuk islam, dan inilah yang mengundang sahabat tatkala mereka
berada di negerinya dan datang dua utusan Quraisy Abdullah ibnu Abi Rabi’ah ibnu Mughirah dan Amru ibnu ‘Ash untuk mengembalikan mereka ke Mekkah, terus An Najasiy meminta mereka datang agar
ia melihat keadaan mereka dan apakah ia menyerahkan mereka kepada Quraisy atau membiarkan
mereka tinggal di negerinya.
Saya katakan :…Sesungguhnya dinatara hal yang
mendorong sahabat untuk memenuhi panggilan An
Najjasy dan mendatanginya dengan sikap rela padahal di sana banyak
kelapangan dan kesempatan untuk melarikan diri adalah keberadaan mereka
memiliki dugaan kuat bahwa ia ( Najjasy
) tidak akan mezalimi mereka. Dan silahkan rujuk dalam khabar mereka dan kisah
mereka yang diriwayatkan Ummu Salamah
isteri Nabi saw dan dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dengan sanad yang baik
1/201-5/290, dan di dalamnya ada ucapan ja’far
ra tentang Quraisy, (…Tatkala mereka memaksa kami dan mendzalimi kami serta
bersikap keras terhadap kami dan menghalangi kami dari agama kami maka kami
keluar menuju negeri engkau, kami memilih engkau atas selain engkau dan kami
menginginkan perlindunganmu dan kami mengharap untuk tidak didzalimi di sisimu
wahai raja ).
Seandainya perbuatan
mereka ini keliru atau kemungkaran, tentulah Nabi saw tidak mendiamkannya dan
tidak mengakuinya, akan tetapi tentu beliau mengingkarinya, sedangkan telah ada
dalam sifat beliau saw bahwa beliau itu “ memerintahkan mereka dengan hal yang
ma’ruf dan melarang mereka dari hal munkar, beliau menghalalkan bagi mereka
thayyibat dan mengharamkan atas mereka khabaits.
Bila hal ini telah jelas,
kemudian bila orang yang dicari itu memiliki dugaan kuat bahwa orang kafir yang
mencarinya tidak akan mendzaliminya atau memalingkan dari diennya, maka boleh
bagi dia memenuhi panggilan dan pergi menghadap mereka karena takut atau
khawatir dari pembesaran masalah. Dan hal seperti ini ada di banyak Negara yang
mendengung-dengungkan kebebasan, HAM, Demokrasi, dan sistem-sistem kafir masa
kini lainnya. Dan ini bukan dukungan atau tahakum kepada falsafah-falsafah,
system-sistem dan pemikiran-pemikiran ini, akan tetapi mangambil faidah atau
memanfa’atkan dari kondisi-kondisinya yang diterapkan dan ada secara paksa. Dan
ini seperti memanfaatkan dari fanatic kesukuan atau marga bila para
pengusungnya bangkit untuk membela muwahhid dari kiblah mereka sedangkan
kabilah itu di atas kekafiran, maka hal seperti ini : yaitu keberadaan fanatic kesukuan jahiliyyah
menolong saudaranya sedangkan kaum suku itu tidak membela aqidahnya tidaklah
membahayakan si muwahhid dan tidak mencoreng ketauhidannya, atau dinilai
dukungan terhadap jahiliyyah atau tahakum kepadanya !! dengan dalil bahwa Allah
tabaraka wa ta’ala berfirman :
“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang
yatim, lalu Dia melindungimu ,” ( Adh Duha : 6 ).
Yaitu melindungimu dari
pamanmu yang kafir. Dan hal serupa adalah keluarga Syuaib yang melindunginya
dari orang-orang kafir. Allah tabaraka wa ta’ala berfirman seraya mengabarkan
tentang musuh-musuh Nabi-Nya :
“Kalau tidaklah karena keluargamu tentulah
kami telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi
kami,” ( Hud : 91 ).
Dan begitu juga wali
Nabiyullah Shalih as yang mana orang-orang kafir khawatir terhadapnya :
“Mereka berkata : Bersumpahlah kamu dengan
nama Allah, bahwa kita sungguh-sungguh akan menyerangnnya dengan tiba-tiba
beserta keluarganya di malam hari, kemudian kita katakan kepada warisnya (
bahwa ) kita tidak menyaksikan kematian keluarganya itu, dan sesungguhnya kita
adalah orang-orang yang benar,” ( An Naml : 49 ).
Keberadaan seseorang
mengetahui atau memiliki dugaan kuat bahwa orang kafir yang mencarinya diikat
dengan batasan undang-undang atau adab atau fanatisme atau kejahiliyyaan yang
mencegahnya dari berbuat dzalim dan aniaya terhadapnya, maka hal ini adalah hal
yang membolehkan dia untuk pergi menghadap kepadanya bila ia takut fitnah yang
lebih besar atau pembengkakan masalah. Dan Allah ta’ala A’lam. Dan meminta
pendapat serta istikharah dalam hal ini adalah terpuji.
Berbeda seandainya si muwahhid
itu memiliki dugaan kuat bahwa orang kafir itu bakal menyiksanya bila ia datang
kepadanya atau menahannya terus memenjarakannya dengan waktu yang lama atau
selamanya maka ini adalah haram, karena ia melemparkan dirinya kepada kebinasaan
sedangkan Allah ta’ala telah berfirman ‘Dan janganlah kalian menjerumuskan diri
kalian kepada kebinasaan[6]
atau besar dugannya bahwa ia bakal memfitnahnya maka sungguh telah lalu
larangan dari menghampiri.
Dan begitu juga bila ia
mengetahuui bahwa ia bakal dijalimi maka tidak boleh dia berangkat menuju orang
yang menjaliminya, kecuali bila ia takut kezaliman dan kemungkaran yang lebih
besar.
Dan begitu juga bila ia mengetahui bahwa orang kafir itu akan memperdengarkan
kepadanya kekafiran, kemusyrikan dan kebatilah, sedangkan si mathlub itu tidak akan mampu menolak
dan membantahnya atau idharuddin,maka sungguh Allah tabaraka wa ta’ala telah
mengharamkan duduk di sisi orang yang seperti ini keadaannya, maka bagaimana
boleh berjalan menghampirinya dengan kedua kakinya secara ikhtiyar, Dia SWT
berfirman :
”Dan sungguh Allah telah menurunkan
kepada kamu dalam Al Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah di
ingkari dan di perolok-olok ( oleh orang-orang kafir ), maka janganlah kamu
duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena
sesungguhnya ( kalau kamu berbuat demikian ) tentulah kamu serupa dengan
mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan
orang-orang kafir di dalam jahanam.’’( An-Nisa:140)
Maka
dia tidak boleh berangkat dalam keadaan ikhtiyar untuk duduk di majlis orang
yang keadaannya seperti ini, sedang dia telah mengetahui dari dirinya bahwa ia
tidak mampu melakukan pengingkaran saat itu dan tidak bisa mufaraqah, berbeda halnya andaikata dia mengetahui dari dirinya
bahwa ia mampu untuk mengingkari, menampakkan diennya dan keyakinannya, serta
aman dari fitnah, pembunuhan dan yang lain yang serupa.
Ini tentang berangkat
menghadap kepada orang kafir, adapun bila dia dikepung orang-orang kafir dari
setiap sudut dan tidak ada peluang untuk melarikan diri, dan saudara muwahid
tidak mengetahui apa yang akan mereka lakukan terhadapnya, maka dia boleh
berijtihad sesuai dengan dugaan kuat dia, apa dia menerima ditawan bila dia
memperkirakan bahwa ia bisa selamat atau dia melawan sampai selamat atau
terbunuh, bila ia menduga atau meiliki dugaan kuat bahwa mereka itu bakal
menipunya. Dan disyariatkannya hal ini ditunjukan oleh hadist Abu Hurairah
tentang kasus sepuluh orang yang diutus oleh Rasulullah saw yaumarraji’ …kemudian mereka dikepung
oleh dua ratus orang yang semuanya mengarahkan panah, kemudian para pengepung
itu memberikan janji kepada mereka bahwa mereka tidak akan membunuh seorangpun
dari mereka, maka diantara para sahabat ada yang tidak rela menerima jaminan
orang kafir karena takut berkhianat terus mereka malah membunuhnya, dan
diantara mereka ada yang menerima ditawan, kemudian mereka berkhianat setelah
itu, dan diantara mereka itu, Khubaib ra dan dalam khabar itu ada kisah dia.
Namun demikian tidak diriwayatkan dari Nabi saw bahwa beliau menyalahkan salah
seorang dari mereka dalam ijtihadnya karena kondisi adalah kondisi
keterkepungan dan tidak ada peluang untuk kabur atau menang melawan. Wallahu
a’lam.
K e t i g a
Penjelasan Bahwa Tidak Berangkatnya
Saudara Muwahhid Kepada Orang Kafir itu
Dan Sikap Dia Tidak Memenuhi
Panggilannya Tidaklah Berarti Kontak Senjata
Atas Setiap Keadaan.
Pembicaraan ini tentang
muwahhid saat kondisi istidl’af dan sempitnya daya upaya dia, dan ini adalah
keadaan tidak mesti dilakukan di dalamnya qital dan kontak fisik. Ya kami
meyakini bahwa di sana ada nash-nash yang umum yang menunjukan terhadap
pensyariatan perang atau jihad seorang diri atau bersama sebagian ikhwannya
terhadap kuffar, dan itu adalah boleh menurut kami dan disyariatkan walupun
tidak ada imam. Ini adalah hal yang telah kami rinci dan kami jelaskan dalam
risalah kami (Naz’ul Husam ), akan
tetapi pertimbangan mafasid dan mashalih syar’iyyah diperhitungkan
dalam hal ini. Sedangkan perbuatan bila menimbulkan mafsadah atau kemungkaran
yang lebih besar maka sesungguhnya ia tidak disyari’atkan.
Sedangkan muwajadah (
kontak ) yang merealisasikan mashlahat yang lebih besar dan haqiqiyyah bagi
islam dan kaum muslimin adalah membutuhkan kepada I’dad yang terus dan bukan
sekedar reaksi balik yang mana kita diseret kepadanya oleh kuffar dan merekalah
yang menentukan waktunya, karena seyogyanya atas orang muslim yang cerdik lagi
pandai agar bergerak dari hasil renungannya dan persiapannya, bukan dia
dipancing dan didorong untuk bergerak dari hasil strategi dan rancangan musuh.
Ini bila saudara muwahhid tergolong orang yang menginginkan kemenangan hakikiy
yang besar bagi islam dan mempersiapkan untuk peperangan yang menentukan
melawan thoghut. Dan begitu juga bila ia tergolong orang yang memandang jihad
dan qital sebagai operasi-operasi menculik pentolan-pentolan kekafiran dan
auliyanya, maka sesungguhnya hal seperti ini mesti dilakukan dengan
pukulan-pukulan yang terfokus dan terencana bila maksudnya adalah memberikan
sebesar-besarnya hantaman terhadap musuh-musuh Allah, dan atas dasar ini maka
ia jug tidak seyogyanya tergusar untuk melakukan kontak senjata yang serabutan
akibat pancingan-pancingan musuh.
Dan siapa yang berdalil
dengan kisah Abu Basir dan perang dia melawan kuffar bersama kelompok kecil
dari kaum muslimin yang tertindas yang lari dari Quraisy, maka seyogyanya ia
memperhatikan sebenar-benarnya gambaran yang ia berdalil dengannya bila memang
ia pencari kebenaran, karena sesungguhnya Abu Bashir dan sikap dia memerangi
dan membegal kafilah-kafilah Quraisy tidak dinisbatkan kepada Nabi saw dan
beliau ( saw ) tidaklah memikul tanggung jawab dan tuntutan-tuntutanya, karena
kelompok itu menurut kuffar tidaklah terhitung dalam perwalian jama,ah
muslimah, sehingga perbuatan mereka itu tidaklah menimbulkan efek negative atau
menyeret mafsadah atau bahaya terhadap jama’ah muslimah atau katakanlah
terhadap dakwah bila engkau mau.
Bila orang yang berdalil
dengannya memperhatikan hal ini dalam hal mafsadah dan mashlahat, maka
istidlalnya shahih dan amalnya disyariatkan, oleh sebab itu tatkala Abu Bashir membunuh seorang laki-laki
‘amiry itu yang mana ia adalah salah seorang dari dua laki-laki yang bersama
keduanya Nabi saw mengembalikan Abu
Bashir kepada Quraisy, maka Quraisy tidak menuntuk diyatnya dari Raslullah
saw, dan Quraisy juga tidak mengingkari hal itu terhadap Nabi saw atau hal itu
berpengaruh pada nota perjanjian yang terjalin antara jama’ah muslimah dengan
Quraisy. Maka hendaklah engkau memahami hal ini baik-baik, karena
tindakan-tindakan serabutan yang tidak terkontrol dengan dalil syar’iy bisa
menghantarkan kepada kebinasaan.
Bila ada yang mangatakan :
bukankah disyariatkan menghadang orang yang menyerang, sedangkan ini termasuk
jenisnya ? maka kami katakan : Ya memang, bila terbukti bahwa si penyerang
ingin membunuhmu atau menindasmu atau melukaimu saat itu tidak ada jalan
pilihan dan dugaan kuat kecuali
melarikan diri atau membela diri sesuai kemampuan dan kemungkinan. Namun
seyogyanya diperhatikan bahwa tidak setiap permintaan datang dari orang-orang
kafir atau auliyanya keadaanya seperti keadaan orang yang menyerang yang ingin
membunuhmu atau menganiayamu. Maka hukum asalnya adalah menempatkan
keadaan-keadaan itu dengan volume yang sebenarnya dan menimbangnya dengan
timbangannya syar’iy, dan tidak tergusur dan terseret dibelakang semangat dan
perasaan yang tidak terkontrol dengan timbangan syariat. Dan seorang lebih
mengetahui akan keadaannya serta keadaan dakwah dan ikhwannya, maka hendaklah
ia mencari ikhwan dan bermusyawarah dengan mereka serta istikharah kepada
rabnya. Orang yang musyawarah tidakakan kecewa dan orang yang istikharah tidak
akan menyesal.
Dan terakhir :
Tidak ada kontradiksi
antara apa yang telah kami jelaskan ini di sini dengan firman Allah swt dalam
surat Al Ahzab : 16 :
“Katakanlah lari itu sekali-kali tidaklah
berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan
jika ( kamu terhindar dari kematian ) kamu tidak juga akan mengecap kesenangan
kecuali sebentar saja”.
Sungguh engkau telah
mengetahui bahwa ucapan kami tentang larinya orang mukmin dari kuffar atau dia
bersembunyi saat kondisi lemah dan tidak ada persiapan, bila ia diminta thoghut
atau auliyanya. Adapun ayat itu, maka ia berbicara tentang qital saat sudah
wajib a’in dan qital fardlu dimana barisan telah berhadap-hadapan, maka lari
saat itu dari peperangan tergolong dosa besar. Dan ayat itu turun tentang kaum
munafiqin yang mana mereka itu meminta izin kepada Nabi saw untuk meninggalkan
qital pada perang ahzab saat pasukan koalisi mengepung madinah dan kedua pasukan
telah berhadap-hadapan :”…Mereka berkata ….Sesungguhnya rumah-rumah kami
terbuka ( tidak ada penjaga ), dan
rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak
lari”.
P e n u t u p
Anjuran Untuk Teguh Di Atas Al Haq Dan
Dorongan Untuk Bersikap
Terang-Terangan Dengannya Dan Tidak
Takut Dari
Wali-Wali Thoghut
* Maka jangan takut kepada mereka dan
takutlah kepada-Ku
Bila kalian memang beriman *
Ketahuilah bahwa teguh di
atas sikap menyatakan ucapan al haq dihadapan auliyauth thoghut serta
memperdengarkan kepada mereka apa yang mereka benci berupa tauhid, celaan
terhadap tuhan-tuhan mereka serta bara’ darinya dan dari budak-budaknya,
aluliyanya dan ansharnya, ia adalah yang paling utama bagi orang yang ingin
menjadi bagian dari ansharu dinillahi ta’ala dan bagian dari thaifah yang
menegakkan dienullah ta’ala yang mereka itu tidak terganggu oleh orang yang
menyelisihi mereka sampai datang urusan Allah ta’ala sedang mereka itu seperti
itu. Pembicaraan di sini adalah tentang tauhid dan dakwah, bukan tentang
pengakuan akan rincian-rincian, nama-nama dan hal-hal yang membahayakan
ikhwanul al muslimin.
Bila dikatakan : Sesungguhnya
situasi penginterogasian bukanlah tempat untuk menjelaskan kalimatul haq dan
terang-terangan dengannya, karena auliyauth thoghut tidak menginginkan
ma’rifatul haq dan mencarinya pada tempat ini, tetapi mereka ingin mengetahui
arah fikrah dan aqidah kamu untuk mempermasalahkanmu dan memeja hijaukanmu atas
dasarnya.
Maka kami katakana : Ya
ini adalah haq, namun demikian tidak ada halangannya andaikata kalimatul haq
itu mengena pada jiwa seseorang dari mereka dengan pengaruh yang baik dan
menggetarkannya dengan getaran yang sangat dasyat hingga tembus ke hatinya. Dan
bagaimanapun kondisi pada tempat ini bisa berbeda dengan sebab perbedaan orang
dan keadaan.
Bila orang yang ditawan
itu melihat pada dirinya kelemahan dan bahwa ia tidak akan mampu menanggung
resiko akibat terang-terangan ini, maka ia boleh menyembunyikan keyakinannya
dan melakukan taqiyyah dengan syarat
tidak menyatakan ucapan kekafiran kepada mereka tanpa ikrah yang sebenarnya. Karena banyak orang terlalu meperluas
rukhshah di sini, dan mengucapkan kalimat-kalimat kekafiran dengan dalih istidl’af
padahal mereka tidak memaksanya, tidak memukulnya dan tidak menyakitinya untuk
mengucapkannya, padahal dalam sindiran dan jawaban dengan bentuk pertanyaan
atau mengaku tidak tahu atau bertameng dengan alasan takut dari berfatwa dan
hati-hati dari berbicara dalam dienulah tanpa dasar ilmu terkadang jalan yang
cukup dari menyatakan kebatilan atau kekafiran, talbis al haq dengan al bathil
atau menampakkan ridla terhadap kekafiran-kekafiran mereka dan tuhan-tuhan
mereka yang bathil tanpa ada ikrah, sedang telah ada dalam hadits”…Siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah menyatakan yang haq atau
diam..” atas setiap keadaan. Di banyak Negara mereka tidak ambil peduli, dengan
apa yang kami yakini atau yang kamu ucapkan atau fikrah kamu, tapi yang penting
bagi mereka adalah apa yang kamu katakan di jalan atau mesjid, serta dihadapan
orang-orang dan di depan khalayak berupa celaan terhadap thoghut dan provokasi
orang-orang untuk menentangnya, dan bahkan di sebagian Negara tidak
membahayakanmu apa yang kamu katakan di hadapan para penyidik sampai kamu
menandatanganinya di berkas penyidikan. Jadi mungkin saja mengucapkan kalimatul
haq dan terang-terangan dengannya namun tidak menandatangani berkas itu. Dan
saudara muwahhid bisa juga menjawab dengan bentuk umum tanpa mengkhususkan
thoghut tertentu dengan namanya, jadi setiap kondisi ada ucapannya yang pas dan
setiap Negara memilki keadaan, dan saudara muwahhid menakar hal itu dengan
takaran yang tepat. Akan tetapi yang lebih utama bagi saudara muwahhid terutama
bila dia tergolong orang yang tampil mendakwahi manusia dan menyampaikan
kalimatul haq adalah dia teguh di atasnya dihadapan thoghut walau ia dipukul
atau di sakiti dan mendengar dari mereka apa yang ia dengar, karena ia bukanlah
orang yang pertama dan terakhir yang meniti jalan yang agung ini. Ia telah
didahului oleh para Nabi, para shadiqien dan syuhada. Berapa banyak para rasul
disakiti sampai sebagiannya dibunuh, dan begitu juga orang-orang shaleh dari
kalangan pengikut mereka digotong di atas kayu dan dipootng dengan gergaji,
namun itu tidak menambah mereka kecuali keimanan dan pemasrahan ( kepada Allah
)[7]
dan telah tsabit dari Nabi saw bahwa beliau berkata :
“…Penghulu para syuhada adalah Hamzah dan orang yang mendatangi penguasa yang
aniaya, terus dia memerintah dan melarangnya, kemudian penguasa itu
membunuhnya”..
Janganlah kamu mencari
ridho manusia dengan murka Allah, akan tetapi buatlah manusia murka dalam ridla
Allah, tentulah engkau memegang hati mereka dan mengalahkan mereka serta Allah
memercikan rasa segan terhadapmu dalam hati mereka. Hal itu telah dicoba oleh
banyak ikhwan kami al muwahhidin di kondisi yang sangat kelam, maka hal itu
tidak menambah bagi mereka kecuali penghormatan, penghargaan, pengagungan dan
rahbah di hati musuh-musuh Allah. Al
Imam Ahmad dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Said Al Kudriy, bahwa Rasulullah saw berkata :
“…Ketahuilah jangan sekali-kali rasa
takut kepada manusia menghalang seseorang diantara kalian dari mengucapkan
dengan kebenaran bila dia melihatnya atau menyaksikannya, karena mengucapkan
kebenaran itu atau menyebutkan hal besar itu tidak mendekatkan ajal dan tidak
menjauhkan dari rizki”…
Kemudian saudara muwahhid
engkau jangan lupa bahwa kondisi-kondisi ini di saksikan malaikat-malaikat tertinggi serta dilihat dan disaksikan Allah
tabaraka wa ta’ala dan dicatat. Maka
daftarkan buat dirimu dari tuhanmu dan pelindungmu, dan engkau membanggakan
diri dengannya di suatu hari di mana tidak manfaat harta dan anak kecuali orang
yang datang kepada Allah dengan harti yang bersih.
Itu adalah
peperangan, siapa yang absent dari pertembpurannya untuk
Cari selamat,
maka setelahnya ia diketuk tahun orang yang menyesal.
Al Imam Ibnu Qayyim rh tatkala berkata dalam kitabnya Ighatsatullafan : (….Termasuk tipu daya musuh Allah ta’ala adalah
dia menakut-nakuti kaum mu’minin dari tentara dan auliyanya, kemudian mereka
tidak menjihadi bala tentara musuh itu dan tidak memerintahkan mereka dengan
hal yang ma’ruf dn tidak melarangnya dari hal yang munkar. Dan ini tergolong
tipu daya terbesar dia terhadap ahlul iman, sedangkan Allah swt telah mengabarkan
kita akan hal ini tentangnya ), Dia berfirman :
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah
syaithan yang menakut-nakuti ( kamu ) dengan kawan-kawannya, karena itu
janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu
benar-benar ornag yang beriman.” ( Ali Imran : 175 ).
Makna ayat ini menurut
semua ahli tafsir :…dia menakut-nakuti kalian dengan wali-walinya, Qatadah berkata :…dia membesar-besarkan
mereka di hati kalian “ oleh sebab itu Dia tabaraka wata’ala berkata : karena
itu janganlah kamu takut kepada mereka, tapi takutlah kepada-Ku jika kamu
benar-benar orang-orang beriman”. Dan semakin kuat keimanan seorang hamba maka lenyaplah dari hatinya rasa takut
kepada kawan-kawan syaithan. Dan samakin lemah imannya maka kuat pula rasa
takut dari mereka.
Ya, sesungghnya rasa takut
kepada Allah ta’ala bila telah memenuhi hati seorang hamba maka tidak ada di
hati ini untuk rasa takut kepada selain-Nya ta’ala. Dan Dia subhanahu Dzat Yang
Maha Kuat Lagi Maha Kokoh, Yang Menguasai Yang Maha Perkasa Yang Maha Sombong,
yang memegang semua ubun-ubun hamba-hamba-Nya serta Dia menghadirkan
kebersamaan-Nya, maka mengecil dan terasa enteng serta ringan pada dirinya
semua kekuatan bumi ini, dan ia tidak ambil peduli dengannya. Dan bila tawakal
dan yakin mengakar di dadanya serta dia mengetahui bahwa apa yang Dia taqdirkan
meleset darinya tidak akan menimpa dirinya dan apa yang Dia taqdirkan menimpa
dirinya tidak akan meleset darinya, dan bahwa andaikata jin dan manusia
bersepakat untuk menimpakan bahaya terhadap dirinya tentu mereka tidak akan
mampu menimpakan bahaya itu kepadanya kecuali dengan suatu yang telah Allah
tetapkan atasnya, maka Allah pasti meneguhkan dia dan mengokohkan
hatinya.sehingga seandainya saat itu seluruh elemen kekuatan bumi berkumpul
untuk menentangnya tentulah hal itu tidak akan menggeser dia dari jalannya dan
tidak membuat dia urung dari keyakinannya yang haq dan hal itu tidak menambah
dia kecuali keimanan dan penyerahan diri.
“ ( yaitu ) orang-orang yang menyampaikan
risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut
kepada seorang ( pun ) selain kepada Alah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat
perhitungan,” ( Al Ahdzab : 39 ).
Sesunguhnya termasuk
metode para thoghut dan musuh-musuh Allah dalam sikap perang mereka terhadap
kaum mu’minin adalah metode takhwif’
( menakut-nakuti ) dan terror, inilah yang mereka dapatkan dari imam pertama
mereka iblis, sebagaimana dia – semoga Allah mengutuknya – selalu berupaya
membear-besarkan auliyanya dalam jiwa oran mu,min dan menakut-nakutinya dari
mereka dalam rangka mengkerdilkannya dan mengembalikannya dari al haq al mubin,
maka begitu juga mereka melakukannya, mereka berupaya memamerkan kekuatannya
serta merasa bangga dengan koalisi mereka, tentara mereka, persenjataan mereka,
sarana-sarana penyiksaan mereka, aparat keamanan mereka serta badan intelejen
mereka. Mereka sering memujinya, mengangungkannya dan menyanjungnya, serta
bahwa intelejen mereka itu mengawasi dan mengetahui setiap hal kecil dan besar
di negeri ini, dan bahw ia…..dan bahwa ia….., sebagaimna Allah ta’ala khabarkan
tentang mereka dalam kitab-Nya, Dia berfirman :
“Mereka menakut-nakuti kamu dengan (
sembahan-sembahan ) yang selain Allah ? dan siapa yang disesatkan Allah maka
tidak seorangpun pemberi petunjuk bagi-Nya.” ( Az-Zumar : 36 ).
Metode-metode ini tidaklah
berpengaruh kecuali kepada kalangan lemah iman yang rasa takut kepada Allah dan
pengagungan terhadap-Nya belum bercokol di hati mereka, sehingga mereka takut
dari manusia melebihi rasa takut kepada Allah tabaraka wata’ala. Dan bahaya
orang-orang macam mereka itu adalah sangat besar atas kaum mu’minin, karena
mereka itu adalah factor pengembos dan pematah semangat serta penebar isu di
barisan muslim, sehingga seyogyanya menyingkirkan mereka dari tempat-tempat
berpengaruh dan tidak menilai mereka atau mempertimbangkan mereka serta
terpukau dengan mereka saat menilai barisan. Allah t’ala berfirman tentang
orang-orang macam mereka :
“jika mereka berangkat bersama-sama kamu,
niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu
mereka akan bergegas-gegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk
mengadakan kekacauan di antara kamu, sedang di antara kamu ada orang-orang yang
amat suka mendengarkan perkataan mereka, Allah mengetahui orang-orang yang
dzalim”( At Taubah : 47 ).
Irjaf ( penyebaran isu )
dalam kondisi-kondisi yang sangat sulit ini, pengaruhnya terhadap jiwa sangat
besar, karena jiwa dalam kondisi-kondisi seperti ini membutuhkan terhadap orang
yang menyemagatinya untuk teguh dan memantapkan hatinya dengan cara
mengingatkannya dengan sikap-sikap kaum muslimin mujahiddin dan ulama
rabbaniyyin amilin, oleh sebab itu Allah swt telah mencela irjaf ( penyebaran
isu ) dalam kondisi seperti ini, Dia swt berfirman :
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita
tentang kemanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya, dan kalau mereka
meyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka tentulah orang-orang
yang ingin mengetahui kebenarannya ( akan dapat ) mengetahuinya dari mereka ( Rasul dan Ulil Amri ). Kalau
tidaklah karena karunia Allah dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu
mengikuti syaithan , kecuali sebahgian kecil saja ( diantara kamu ),” ( An Nisa
: 83 ).
Sengguhnya ia adalah
tempat-tempat dan kondisi-kondisi yang agung yang dengannya Allah menguji
hamba-hamba-Nya untuk menyaring barisan-barisan mereka, sehingga ang buruk
terpisahkan dari yang baik, sungguh Allah ta’ala berfirman setelah firman-Nya :
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain syaithan
yang menakut-nakuti ( kamu ) dengan kawan-kawanmnya, maka jangan kamu takut
kepada mereka …( Al Imran : 175 )
Dia tabaraka wata’ala
berfirman sesudahnya :
“……Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang
beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (
munafiq ) dari yang baik (mu’min),” ( Ali Imran : 179 ).
Orang-orang mukmin yang
menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah tidaklah terpengaruh dengan
cara-cara thoghut semacam ini, dan hal itu tidak mempengaruhi sikap-sikap
mereka atau menggoncangkan mereka, serta hal itu tidak menambah mereka kecuali
keimanan dan keteguhan,” ( yaitu ) orang-orang ( yang mentaati Allah dan Rasul
) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan :…Sesungguhnya manusia
telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada
mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab :”..Cukuplah
Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung”, maka
mereka kembali dengan nikmat dan karunia ( yang besar ) dari Allah, mereka
tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridlaan Allah, dan Allah
memiliki karunia yang besar. Allah swt berfirman :
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah
syaithan yang menakut-nakuti kamu dengan kawan-kawannya, karena itu janganlah
kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar
orang yang beriman”. ( Ali Imran : 175 ).
Dan Allah swt sebelumnya
telah menyebutkan sikap-sikap munafiqin dalam takhdzil dan takhwif kaum
mukminin, terus Dia membantah mereka dalam hal itu :
“Orang-orng yang mengatakan kepada
saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang :”…Sekiranya mereka
mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh :”….Katakanlah : “..Tidaklah
kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar”, ( Ali Imran : 168
).
Kemudian Allah swt
menuturkan tempat tinggal para syuhada yang menepati apa yang telah mereka
janjikan kepada Allah untuk menunjukan kaum mukminin akan jalan mereka serta
membuat kaum mukminin cinta dan ingin mendapatkannya, Dia tabaraka wa ta’ala
berfirman :
“Janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa
orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup disisi
Tuhannya dengan mendapat rizqi”, ( Ali Imran : 169 dst ).
Sampai Dia swt berfirman :
“( Yaitu ) orang-orang yang kepada mereka ada
orang-orang yang mengatakan :”..Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan
untuk menyerangmu, karena itu takutlah kepada mereka,” maka perkataan itu
menambah keimanan mereka dan mereka mengatakan :”….Cukuplah Allah menjadi
penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung,” ( Ali Imran : 173 ).
Dan begitu juga Allah
tabaraka wa ta’ala memberikan arahan Nabi-Nya saw untuk mengatakan :”..Katakanlah
:”..Cukuplah Allah bagiku“, kepada-Nyalah bertawakal orang-orang yang berserah
diri”.
setelah firman-Nya :..
”Dan mereka menakut-nakutimu dengan (
sembahan-sembahan ) yang selain Allah,”
( Az-Zumar : 36 ).
Bila saja setiap individu
dalam wujud ini adalah selain Allah yang mana kepada-Nya bertawkal orang-orang
yang berserah diri, dan masuk di dalamnya apa yang mana kaum musyrikin
menakut-nakuti kaum mukminin dengannya, bila mereka semua itu selain Allah azza
wa jalla maka dari mana dan bagaimana takut kepada mereka orang mukmin yang
tawakal sebenar-benarnya kepada Allah Yang Maha Perkasa Lagi Maha Dasyat dan
kita memiliki pelajaran dalam sejarah, sedangkan sejarah yang paling agung adalah
sejarah para Nabi bersama kaum mereka, maka silahkan rujuk kepadanya dan
perhatikan sikap-sikap mereka yang abadi berama kaummnya yang membangkang, dan
bagaimana kaum musyrikin itu menakut-nakuti para nabi dengan tuhan-tuhan
mereka, mereka mengancamnya dengan jumlah mereka yang banyak dan dengan
kekuatan mereka dan lihat di sisi lain kepada sikap-sikap para Nabi dan
keteguhan sikapnya, minumlah darinya dan mendulanglah dari sumbernya yang
bersih, karena di dalamnya demi Allah terdapat bekal.
Lihatlah sebagai contoh Nabiyullah
Nuh di masa lalu, dan dengarkanlah kepadanya saat beliau mengkhithobi kaum
sendirian, akan tetapi ia menghadirkan kebersamaan Allah yang mana ia tawakkal kepada-Nya
serta ia merasakan keagungan-Nya subhanahu, ia mengkhitobi mereka seraya tidak
khawatir terhadap kekuasaan mereka atau kepongahannya, dia berkata :
“Hai kaumku, jika terasa berat bagimu tinggal
( bersamaku ) dan peringatanku ( kepadamu ) dengan ayat-ayat Allah, maka kepada
Allah-lah aku bertawakal, karena itu bulatkanlah keputusanmu dan ( kumpulkanlah ) sekutu-sekutu ( untuk
membinasakanku ). Kemudian janganlah keputusanmu itu dirahasiakan, lalu
lakukanlah terhadap diriku dan janganlah kamu memberi tangguh kepaaku,
( Yunus : 71 ).
Kumpulkan utusan kalian
dan kekuatan yang kalian miliki, serta apa yang ada pada kalian berupa
kekuasaan dan kepongahan, kalian dan sekutu kalian yang kalian bangga
dengannya, kemudian lakukan apa yang kalian suka dan jangan beri saya tangguh.
Ia tidak mengatakan hal itu sekadar ngawur, semangat dan perasaan kosong yang
cepat lenyap dan redup. Namun ia mengatakannya sedang ia mengetahui bahwa Allah
tabaraka wa ta’ala bersamanya, dan mereka tidak akan mampu menyentuhnya dengan
keburukan selam ia tawakal kepada-Nya lagi berpegang kepada tali-Nya yang kokoh
kecuali sesuai kehendak Allah. Bila Dia swt menghendakinya maka itu bukan
sebagai pembiaran terhadap hamba-Nya namun ujian, cobaan dan saringan.
Dan lihat kepada Hud as
bagaiman ia berdiri ditengah kaummnya sendirian padahal mereka adalah penduduk
bumi yang paling kuat dan paling sadis, mereka menakut-natukitinya dengan
sembahan-sembahan dan tuhan-tuhan mereka palsu yang paling mereka agung-agungkan,
mereka berkata :
“Kami tidak mengatakan melainkan bahwa
sebagian kami telah menimpakkan penyakit gila atas dirimu,” ( Hud : 54 ).
Terus beliau berdiri di
hadapan mereka seraya bertawakal kepada Allah dengan keteguhan sekokoh
gunung atau dasyat. Dan ia berkata
dengan perkataan orang mukmin yang tidak takut kecuali kepada Allah :
“Sesungguhnya aku jadikan Allah
sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas
diri dari apa yng kamu persekutukan dari selainnya, sebab itu jalankanlah tipu
dayamu semuanya terhadapku dan anganlah kalian memberi tangguh kepadaku.
Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu tidak ada suatu
binatang melatapun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya
Tuhanku di atas jalan yang lurus,” ( Hud
54-56 ).
Dan perhatikan ucapan
Ibrahim khalilurrahman, saat ia medebat kaummnya dan menghadapi mereka,
kemudian ia meberitahukan kepada mereka bahwa ia tidak peduli dengan mereka dan
dengan tuhan-tuhan mereka yang palsu yangmana mereka menakut-nakuti ibrahim
dengannya. Jadi rasa aman, tenang dan keteguhan hanyalah bagi ansharullah yang
mentauhidkan-Nya dengan sebenar-benarnya di mana mereka tidak menyekutukan
sesuatupun dengan-Nya adapun kaum musyrikin maka mana mungkin mereka
menndapatkan keamanan dan ketenangan sedangkan mereka telah menyekutukan dengan
Allah suatu yang mana Dia tidak menurunkan dalil tentangnya, akan tetapi mereka
itu tidak mendapatkan kecuali rasa takut, cemas dan keterpurukan :”
“Dan dia dibantah oleh kaummnya. Dia
berkata :”Apakah kamu hendak membantah tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah
telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada ( malapetaka ) dari
sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali dikala Tuhanku
menghendaki sesuatu ( dari malapetaka ) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi
segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran ( dari padanya
) ? Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (
dengan Allah ). Padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan
sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk
mempersekutukan-Nya. Maka manakah diantara dua golongan itu yang lebih berhak
mendapat keamanan ( dari malapetaka ), jika kamu mengetahui ?” ( Al An’am :
80-81 ).
Dan datanglah jawaban
dengan penuh ketegasan, kejelasan dan kegamlangan yang memekakan pendengaran
mereka bagaikan halilintar :
“Orang yang beriman dan tidak mencampurkan
keimanan mereka dengan kedzaliman ( syirik ) maka mereka itulah orang-orang
yang mendapatkan keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk”, ( Al An’am : 82 ).
Dan lihat pula Musa
kalimullah dalam kondisi ujian dan penyaringan yang paling genting, di mana
beliau dikejar Fir’aun dan tentaranya dengan segenap kekuatan mereka dan senjatanya,
sedang mereka saat itu adalah penguasa, pemilik kekuatan dan kekuasaan, sedangkan
Musa as bersama jumlah kecil yang tertindas yang sama sekali tidak memiliki
pasukan dan senjata, dan ia telah lari menyelamatkan diennya dari thoghut,
terus terhadang laut, tidak ada jalan sama sekali, sehingga para sahabatnya
tatkala melihat Fir’aun muncul dengan kekuatannya, pasukannya dan kepongahanya
mereka berkata :
“Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul”,
( Asy Sya’ara : 61 ).
Akan tetapi Musa as dalam
kondisi yang paling genting dan keadaan yang paling terdesak serta paling
menentukan, menjawab dengan penuh pemasrahan, keyakinan dan keteguhan yang
tidak bisa dilakukan oleh gunung yang padat, Musa as berkata :
“Sekali-kali tidak akan tersusul, sesungguhnya
Tuhanku bersamaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepada ku ,’’ [ ASY sya’ara: 62 ].
Dan
ternyata apa hasil dari keyakinan akan kebesaran Allah tabaraka wa ta’ala ini
serta keteguhan dan tawakkal itu :
” lalu kami wahyukan kepada musa:”
pukullah lautan itu dgn tongkatmu .”Maka terbelahlah lautan itu dan tiap- tiap
belahan adalah seperti gunung yang besar . Dan di sana kami dekatkan golongan
yang lain dan Kami selamatkan Musa dan orang- orang yang besertanya semuanya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar merupakan suatu tanda yang besar ( mu’jizat ) dan tetapi adalah
kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar- benar Dialah
Yang Maha Perkasa Lagi Maha Penyang.”( Asy syu’ara : 63-68 ).
Dan begitu juga silahkan
lihat para tukang sihir Firaun setelah iman bersarang di hati mereka, bagaimana
mereka tidak peduli dgn ancaman si thaghut terornya dan wa’id nya terhadap
mereka degan siksaan yang pedih , saat Firaun berkata :
”Apakah kamu telah beriman kepadanya (
Musa ) sebelum aku memberi izin kepada kamu sekalian ,Sesungguhnya ia adalah
pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu sekalian , maka sesungguhnya aku
akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian dgn bersilang secara bertimbal
balik dan sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma
dan sesungguhnya kamu akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan
lebih kekal siksanya,” ( Thaha :71 ).
Dengarkan mereka bagaimana
mereka menjawabnya degan penuh kekuatan, keteguhan serta dengan tawakkal yang
sangat besar kepada Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa, mereka tidak takut
terhadap kekuatan fira’un yang degannya ia mengancam mereka , mereka tidak
gentar degan siksa yang degannya ia menakut- nakuti mereka, dan mereka tidak
cemas dengan kebengisan atau kediktatorannya yang dengannya dia ponggah, karena
sungguh telah terpancang dalam hati mereka setelah keimanan mereka bahwa Allah
adalah Dzat memiliki kekuatan lagi kokoh dan bahwa adzab-Nya lah adzab yang
pedih lagi terus menerus, serta bahwa Dia swt adalah Sang Penguasa Yang
Terdahulu, sungguh jauh bandingan kekuatan Al Khaliq dibandingkan kekuatan
makhluk dan jauh bandingan siksa Sang Tuan dibandingkan siksa budak, dan jauh
kekuasaan Dzat Yang Maha Kuat Lagi Maha Kokoh dibandingkn kekuasaan
makhluk-makhluk yang lemah lagi kerdil. Sungguh dahulu mereka bersandar pada
kekuatan si thoghut dan mentaati perintahnya, akan tetapi iman kepada Allah
tabaraka wa ta ‘ala lah yang membuat mu’jizat-mu’jizat itu, di mana mereka
berdiri tegar seraya menjawab ucapan si thoghut dengan segenap kejelasan dan tanpa
takut atau khawatir :
“Mereka berkata : kami sekali-kali tidak akan
mengutamakan kamu dari pada bukti-bukti yang nyata ( mu’jizat ) yang telah
datang kepada kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami, maka
putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat
memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. Sesungguhnya kami telah beriman
kepada Tuhan kami agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahn kami dan sihir yang
telah kamu paksakan kepada kami melakukannya. Dan Allah lebih baik ( pahalanya
) dan lebih kekal ( siksanya ),” ( Taha
: 72-73 ).
Dan contoh-contoh adalah
sangat banyak. Dan sungguh khatamul Anbiya wal Mursalim adalah teladan tertinggi
dalam hal ini, perhatikan beliau dalam hadits ‘Amr ibnu ‘Ash yang diriwayatkan Al Imam Ahmad dan yang lainnya dengan isnad shahih, perhatikan
sikap beliau saat beliau berdiri di tengah kuffar di Mekkah di sana mereka
mengelilinginya pada masa istidl’af, salah seorang dari mereka mengambak baju
lehernya seraya mereka bertanya dan berkata : “ kamu orangnnya yang mengatakan
ini dan itu” ini tatkala sampai kepada mereka berita tentangnya, bahwa Ia
mencela tuhan-tuhan dan Dien mereka, maka beliau saw menjawabnya dengan penuh
ketegasan dan kejelasan dan tanpa takut atau khawatir :”Ya, sayalah orangnya
yang mengatakan hal itu,” dan sebelum itu beliau berkata : ..Kalian dengar
wahai Quraisy, demi dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh aku
datang kepada kalian untuk menyembelih “ maka ucapan beliau ini mengagetkan
mereka sampai-sampai semua orang diam seribu bahasa, sampai orang yang paling
jahat kepada beliau sebelumnya berupaya membujuk beliau dengan ungkapan yang
paling indah[8].
Dan beliau juga meneguhkan
sahabatnya dengan Al Qur’an yang turun kepada beliau dan mengingatkan mereka
dengan sikap-sikap kaum yang teguh dari kalangan umat terdahulu, beliau berkata
:
“Sungguh diantara umat sebelum kalian,
seseorang ditangkap terus dibuatkan lobang di tanah buatnya kemudian dia
dimasukkan ke dalamnya, terus dibawakan gergaji, dan diletakkan di atas
kepalanya, kemudian dia dibelah dua dan daging dan tulangnya di cabik-cabik
dengan sisir besi, tapi itu tidak membuat dia berpaling dari diennya. Demi
Allah, sungguh Allah ta’ala akan menyempurnakan urusan ini sampai pengendara
berjalan dari San’a ke Hadramaut, dia tidak takut kecuali kepada Allah dan
khawatir terhadap serigala menyerang kambing-kambingnya akan tetapi kalian
adalah orang yang tergesa-gesa,” ( HR Al
Bukhari dan yang lainnya ).
Dan setelah itu semuannya,
maka sesungguhnya di sana ada hakikat yang wajib tidak dilalaikan oleh kaum
mukminin serta jangan sampai hal itu lepas dari mata dan benak mereka, yaitu :
bahwa kebatilan itu bagaimanapun ia pongah dengan perhiasannya atau congkak dan
walaupun ia pura-ura menampakkan kekuatan, kedigjayaan dan kepiwaian, maka
sesungguhnya ia demi Allah lebih rendah di sisi Penguasa Langit dan Bumi dari
pada lalat. Dan semoga Allah merahmati Ibnu Qayyim saat beliau berkata dalam
Nuniyyahnya :
Jangan takut
jumlah besar mereka karena
mereka itu
sampah manusia dan lalatnya
apa kamu takut
dari lalat ?
Ya, demi Allah mereka itu
seperti lalat, bahkan mereka itu lebih hina dari lalat. Allah swt berfirman :
“Dan jika lalat merampas sesuatu dari mereka,
tidaklah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang
menyembah dan amat lemah ( pulalah ) yang di sembah,” ( Al Hajj : 73 ).
Dan bila ahlul bathil
memiliki suatu kemenangan dan keterdepanan maka sesungguhnya al haq memiliki
banyak kemenangan dan keterdepanan. Hakikat-hakikat mereka telah terbongkar dan
kepalsuan kekuatan mereka telah nampak sepanjang sejarah, akan tetapi di tangan
orang –orang yang jujur ( menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah,
kemudian di antara mereka ada yang meninggal dunia da di antara mereka ada yang
masih menunggu dan mereka sama sekali tidak merubah. Kebatilan dan pelakunya
tidak pongah, dan a tidak sombong dan bangga dengan kekuatannya yang palsu
kecuali saat medan laga kosong dari macam orang-orang tadi itu pedih sekali.
Sungguh kita butuh sekali terhadap macam orang-orang itu.
Dan Terakhir
Sesungguhnya Al Qur’an
memalingkan pandangan kita kepada nasib akhir para pembangkang itu dari
kalangan umt-umat terdahulu yang melampui batas di negeri ini dan mereka banyak
melakukan kerusakan di dalamnya, yang padahal mereka itu orang yang paling
dasyat kekuatan dan siksa serta bekas-bekas peninggallannya di bumi ini.
“Apkah kamu tidak memperhatikan bagaimana
Tuhanmu berbuat kepada kaum ‘Aad? ( yaitu ) penduduk Iram yang mempunyai
bangunan-bangunan yang tinggi. Yang belum pernah di bangun ( suatu kota ) seperti itu, di
negeri-negeri yang lain, dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di
lembah dan kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak ( tentara yang banyak, yang
berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan
dalam negeri itu, karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti adzab.
Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi”, ( Al Fajr : 6-14 ).
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu
telah bertindak terhadap tentara bergajah? bukankan Dia telah menjadikan tipu
daya mereka untuk ahncurkan ka’bah itu sia-sia”,
( Al Fil : 1-2 ).
Al qur’an memalingkan
pandangan dan pendengaran kita kepada akhir mereka dan kehancurannya. Ini dia
peninggalan-peninggalan mereka dan rumah-rumahnya roboh menutupi atap-atapnya,
Allah azza wa jalla telah membinasakan mereka dan memenangkan
tentara-tentaranya yang bertauhid. Kekuatan yang dahulu mereka bangga dengannya
tidaklah bisa menolong mereka, tidak pula jumlah besar mereka, persenjataan
mereka dan kelompok besar mereka yang dahulu mereka pongah dan besar kepala
dengannya. Allah swt membinasakan mereka, dan mereka sama sekali tidakmemiliki
seorangpun pelindung dan pnolong, itu dikarenakan Allah adalah pelindung
orang-orang yang beriman dan bahwa orang-orang kafir tidak memiliki pelindung.
“Maka apakah mereka tiada mengadakan
perjalanan di muka bumi lalu memperhatikan berupa kesudahan orang-orang sebelum
mereka adalah orang-orang yang sebelum mereka itu lebih hebat kekuatannya dan (
lebih banyak ) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka apa yang mereka usahakan
itu tidak adapat menolong mereka. Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul
( yang di utus kepada ) mereka dengan membawa keterangan-keterangan, mereka
merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh
adzab Allah yang selalu mereka perolok-olokan. Maka tatkala mereka melihat
adzab kami mereka berkata :..”Kami beriman hanya kepada Allah saja dan kami
kafir terhadap sembahan-sembahan yang telah kami persekutukan dengan Allah,”
maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka telah melihat siksa
kami, itulah sunnah Allah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba –Nya. Dan
waktu itu binasalah orang-orang kafir.” ( Al Mukmin : 82-85 ).
Wa Ba’du :
Ini adalah hakekat yang
mesti selalu diingatkan dan diperhatikan secara seksama oleh kita dari
musuh-musuh kita, supaya mereka kembali :
“Dan janganlah orang-orang yang kafir itu
mengira, bahwa mereka akan dapat lolos ( dari kekuasaan Allah ). Sesungguhnya
mereka tidak akan dapat melemahkan ( Allah ),” ( Al Anfal : 59 ).
Al Allamah Ibnu Qayyim berkata dalam Nunyyahnya :
Hai orang yng duduk yang nafasnya berjalan membawa dia
Perjalanan penuh lambatdan tidak cepat
Sampai kapan tidur ini sedang telah berjalan
Utusan kecintaan bersama orang-orang baik
Jaharkan dengan perinth Allah dan jangan takut manusia
Di jalan allah, dan takutlah kepada-Nya tentu engkau
brhasil dalam keamanan
Bela lah kitabullah dan sunnah yang
Datang dari orang-orang yang diutus dengan Al Qur’an
Dan pukullah dengan pedang Allah mu’aththil
Dengan pukulan mujahid di atas setiap jemari
Dan lakukanlah serangan dengan penuh kejujuran dengan
serangan
Orang yang ikhlas lagi tulus karena Allah lagi tidak tkut
Dan teguhlah dengan kesabaranmu di bawah-bawah
panji-panji petunjuk
Kemudianbila kamu tepat ( sasaran ) maka ( itu ) dalam
ridha Ar Rahman
Jadikanlah Kitabullah dan Sunnah yang tsabit
Sebagai senjtamu kemudian buktikan dengan anggota badan
Siapa yang tampil menantang, maka majukan dirinya atau
Siapa yang mengajak ke depan tentu nampak di medan laga.
Jaharkan apa yang dikatakan Rasuldan jangan takut
Dari sedikit penolong dan kawan
Allah-lah yang menolong diennya dan kitab-Nya
Dan Allh-lah yangmencukupkan hambanya dengan keamanan
Dengan takut dari tipu daya musuh dan makar mereka
Karena perang mereka adalah dengan dusta dan mengada-ada
Pasukan pengikut Rasul adalah malaikat
Sedang pasukan mereka adalah lascar syaithan
Jauh berbeda antara dua lascar. Kemudian siapa yang
Bimbang maka hendaklah dua kelompok itu dilihat
Teguhlah dan berperanglah di bawah panji-panji petunjuk
Dan sabarlah karena pertolongan Allah Tuhanmu telah dekat
Allah membela Dien dan Kitab-Nya
Juga Rasul-Nya dengan dan kekuasaan
Al Haq itu pilar yang tidak mampu untuk menghancurkannya
Seorangpun walau dikumpulkan jin dan manusia untuknya
Bila lawan makin banyak dan sesumbar
Maka teguhlah, karena sesumbar merek abagaikan asap
Ia naik ke puncak yang tinggi dan setelahnya
Ia melayang turun ke dasar jurang yang rendah
Jangan takut jumlah banyak mereka, karena mereka itu
sampah manusia
Dan lalatnya, ap kamu takut dari lalat
Janganlah rela dengan kepemimpinan sapi yang
Pimpinannya tergolong kalangan banteng
Bila mereka geram maka mereka menyarangmu, maka jangan
kamu
Cemas karena seorang mereka dan juga jangan takut
Teguhlah dan jangan menyerang tanpa ada pasukan, karena
ini bukan hal terpuji di kalangan para pemberani
Inilah, sungguh perang hizbullah adalah
Dengan amalan bukan dengan battalion para pendekar
Demi Allah mereka tidak menaklukan negeri-negeri dengan
jumlah besar
Mana mungkin sedangkan musuh-musuh mereka tanpa terhitung
Bila engkau melihat pasukan islam telah
Berbarengan laskarnya dengan seorang pemimpin
Maka di sana ( kamu bergabung ), kemudian tembus barisan
dan jangan engkau lemah yang kerdil dan jangan cemas
Al Haq itu dimenangkan dan diuji
Maka janganlah heran karena itu sunaturrahman
Dan dengan itu akan nampak pendukungnya dari para
penyerangnya
Dan karena itu pula manusia terbagi dua kelompok
Serta karena itu peperangan di antara para rasul
Dan kuffar semenjak ada manusia adalah tanding
Namun kemenangan akhir adalah bagi ahlul haq, bila lepas
Di sini maka kemenangandi sisi Sang Pemberi balasan.
12 sya’ban 1414 dari Hijrah Al
Mushthafa saw
[1] Lihat siyar A’lam An
Nubala Adz Dzahabiy 4/583
[2] Ibid 4/610
[3] Ibid 7/626
[4] Manaqih Al Imam Ahmad
karya Ibnu Jauzi hal 349
[5] lihat
Millah Ibrahim hal 50
[6] Dan
tidak boleh di katakan bahwa ayat itu turun tentang tahdzir dari meningalkan
jihad dan infaq fisabilillah, dan bahwa ia husus dalam hal itu.karna yang di
perhitungkan itu adalah keumuman lafadh bukan kekhususan sebab, dan kami tidak
berhujjah dengannya untuk meninggalkan jihad, tapi terhadap sikap tidak pergi
menghadap dengan tidak di paksa kepada orang kafir bila kuat dugaan dia bakal
di bunuh atau penjara selamanya dan yang lainnya, dimana ia termasuk dalam
firman-Nya taharako wa ta’ala dan janganlah kalian membunuh diri sendiri,
karena sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadap kalian”. Ini adalah satu hal
sedangkan qital dan jihad adalah hal lain.
[7] Dan liahat Munaqih Imam Ahmad karya Ibnu
Jaujiy hal 342,343, sungguh di sana beliau telah menyebutkan pendahulu Imam
Ahmad dari kalangan Ahlul Ilmi yang dipukul dan disakiti di jalan keteguhan di
atas kalimatul haq …..dan contoh adalah banyak.
[8] Lihat
hadist ini secara lengkap dalam musnad Ahmad dengan Tahqiq Ahmad syakir ( 7036
)