Allah
SWT menjadikan surga sebagai tempat menerima imbalan dan pahala, dan
membagi-bagi tingkatan surga, sesuai amal perbuatan para penghuninya. Maka,
Allah SWT menciptakan surga dan membagi-bagi tingkatannya, karena di dalam
pembagian itu terdapat hikmah yang sesuai dengan nama dan sifat-sifat-Nya.
Sesungguhnya surga bertingkat-tingkat, dan jarak antara satu tingkat dengan
tingkat berikutnya seperti jarak antara langit dan bumi. Hal ini sebagaimana
terdapat dalam riwayat yang shahih, Rasulullah saw. bersabda,
"Sesungguhnya
surga itu terdiri dari seratus tingkatan. Jarak antarsatu tingkatan dengan yang
lain seperti jarak antara bumi dan langit."(HR Bukhari,
Muslim, dan Tirmidzi)
Hikmah
Allah SWT menghendaki agar semua tingkatan surga ini dihuni. Dan, perbedaan
tingkatan-tingkatan surga itu sesuai dengan amal perbuatan penghuninya. Ini
sebagaimana dikatakan oleh beberapa ulama salaf, "Para penghuni surga
selamat dari siksa neraka adalah karena maaf dan ampunan Allah SWT. Mereka
masuk surga karena kemurahan, nikmat, dan ampunan Allah SWT semata. Dan, mereka
membagi-bagi tempat mereka di surga sesuai dengan amal perbuatan mereka."
Berdasarkan hal ini, beberapa ulama menetapkan bahwa seseorang masuk surga
adalah karena amal perbuatannya, sebagaimana firman Allah SWT,
"Dan itulah surga yang diwariskan
kepadamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan." (az-Zukhruuf: 72).
Juga firman-Nya,
"Masuklah kamu ke dalam surga itu
disebabkan apa yang telah kamu kerjakan."
(an-Nahl: 32)
Sedangkan
nash-nash yang menunjukkan bahwa seseorang tidak masuk surga karena amal
perbuatannya, seperti sabda Rasulullah saw. dalam hadits riwayat Bukhari,
"Tak seorang pun akan masuk surga karena amalnya." Lalu para sahabat bertanya,
"Apakah engkau juga wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab,
"Demikian pula aku."
Maksudnya
bahwa pada dasarnya mereka tidak masuk surga. Jawaban yang lebih tepat adalah
bahwa huruf ba' yang bermakna sebab
bukan huruf ba' yang tidak memiliki
makna sebab. Huruf ba' pertama ini
disebut ba' sababiyyah {ba' yang
memiliki arti sebab), yang berarti bahwa amal perbuatan adalah sebab masuk
surga, sebagaimana semua sebab membutuhkan akibat. Sedangkan ba' yang kedua yang tidak bermakna
sebab, dinamakan ba' mu 'aawadhah wa
muqaabalah18, seperti dalam kata-kata orang Arab, "Saya
membeli barang ini dengan uang ini." Dan inilah ba' yang terdapat dalam hadits di atas.
Maka,
Rasulullah saw. bersabda bahwa masuk surga bukanlah imbalan dari amal
seseorang. Seandainya bukan karena limpahan kasih sayang Allah SWT, maka tidak
seorang pun masuk surga. Jadi amal seorang hamba, meskipun tidak terbatas
jumlahnya, bukan satu-satunya hal yang mengharuskan dia masuk surga, dan bukan
pula masuk surga itu sebagai ganti amalnya. Meskipun amal seorang hamba
dilakukan sesuai dengan cara yang dicintai dan diridhai Allah SWT, namun itu
tidak dapat mengimbangi dan menyamai nikmat yang Allah SWT limpahkan kepadanya
di dunia. Bahkan, jika amal perbuatannya dihisab, maka itu hanya setimpal
dengan sedikit nikmat Allah SWT. Sedangkan, nikmat-nikmat Allah SWT lain yang
ia terima, masih memerlukan rasa syukur. Jadi Allah SWT mengazabnya padahal ia
telah berbuat kebajikan, maka itu bukanlah kezaliman dari-Nya atas orang
tersebut. Dan apabila Allah SWT memberikan rahmat-Nya kepada orang tersebut,
maka rahmat-Nya itu jauh lebih baik dari amal perbuatannya. Ini sebagaimana
terdapat dalam sebuah riwayat dari Zaid Bin Tsabit, Hudzaifah dan Iain-lain,
yang terdapat dalam kitab-kitab Sunan
yang dinisbatkan kepada Nabi saw.19,
"Jika
Allah berkehendak mengazab para penghuni surga dan para penghuni bumi-Nya, Dia
pasti mengazab mereka, dan itu bukanlah kezaliman dari-Nya atas mereka. Dan
jika Allah member! rahmat-Nya kepada mereka, maka rahmat-Nya lebih baik dari
amal perbuatan mereka." (HR Ahmad, Abu
Daud, dan Ibnu Hibban)
18yang memiliki arti penggantian, penj.
19Riwayat dari shahabat yang
dinisbatkan kepada Nabi saw. dalam ilmu hadits disebut hadits marfuu'.
Allah
SWT menghendaki penciptaan surga dengan derajatnya yang bertingkat-tingkat dan
mengisinya dengan Adam a.s. beserta keturunannya. Allah SWT juga menempatkan
mereka di dalam surga sesuai dengan amal perbuatan mereka. Maka sebagai
konsekuensi dari kehendak Allah itu, Dia menurunkan Adam a.s. dan keturunannya
ke bumi, tempat beramal dan berjuang.
Allah
SWT menciptakan Adam a.s. dan anak cucunya sebagai khalifah di muka bumi,
sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi." (al-Baqarah:
30)
"Dan Dialah yang menjadikan kamu
penguasa-penguasa di bumi." (al-An'aam:
165)
"Dan menjadikan kamu khalifah di
bumi." (al-A'raaf: 129)
Jadi
Allah SWT hendak memindahkan Adam a.s. dan keturunannya dari kekhalifahan di
bumi, menjadi pewaris surga yang abadi. Dengan ilmu-Nya, Allah SWT telah
mengetahui bahwa karena kelemahan dan pendeknya pandangan manusia, terkadang
mereka lebih memilih sesuatu yang dapat ia nikmati dengan segera namun tidak
bernilai, daripada sesuatu yang datangnya tertunda namun sangat berharga. Hal
ini disebabkan jiwa manusia lebih senang kepada sesuatu yang dapat mereka
dapatkan dengan segera daripada sesuatu yang akan mereka peroleh kelak. Dan,
ini merupakan konsekuensi diciptakannya manusia dengan tabiat tergesa-gesa
serta diciptakan dengan sifat suka terburu-buru. Karena itu, Allah SWT
mengetahui bahwa salah satu sifat manusia adalah lemah.
Maka,
hikmah Allah SWT menghendaki untuk memasukkan mereka ke dalam surga, supaya
mereka mengetahui secara langsung nikmat yang disiapkan untuk mereka. Sehingga,
mereka lebih merindukan dan menginginkannya, serta lebih semangat untuk
mendapatkannya. Karena cinta, rindu, dan keinginan mendapatkan sesuatu terjadi
karena seseorang telah membayangkan sesuatu tersebut. Barangsiapa yang secara
langsung menyaksikan dan merasakan keindahan serta kenikmatan sesuatu, maka dia
tidak bisa bersabar untuk menggapainya.
Semua
ini terjadi karena jiwa manusia sangat perasa dan perindu. Apabila ia telah
merasakan nikmatnya sesuatu, maka ia akan terus merindukannya. Karena itu, jika
seorang hamba telah merasakan manisnya keimanan, dan keindahan iman telah
menyatu dengan kalbunya, maka akan kokoh kecintaannya kepada-Nya dan selamanya
tidak akan goyah oleh sesuatu pun.
Dalam
sebuah hadits shahih riwayat Bukhari yang berstatus marfu' dan diriwayatkan dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Allah
Azza wa Jalla bertanya kepada
para
malaikat, "Apa yang diminta oleh hamba-hamba-Ku dari-Ku?" Para
malaikat menjawab, "Mereka meminta surga-Mu." Allah bertanya,
"Apakah mereka pernah melihatnya?" Mereka menjawab,
"Tidak." Allah bertanya kembali, "Bagaimana jika mereka pernah
melihatnya?" Mereka menjawab, "Niscaya mereka lebih menginginkannya
lagi."
Oleh
karena itu, hikmah Allah SWT menghendaki untuk memperlihatkan surga itu kepada
Adam a.s., bapak mereka. Dia menempatkan Adam a.s. di surga, kemudian Dia
mengisahkan kisahnya kepada keturunan Adam a.s.. Dengan demikian, seakan-akan
mereka telah menyaksikannya dan ada bersama Adam a.s. di dalamnya. Maka, orang
yang tercipta untuk surga dan surga tercipta untuknya segera memenuhi seruan
Tuhan dan segera menuju ke surga. Tidak ada sesuatu yang bersifat sementara
dapat memalingkannya, tetapi dia segera mempersiapkan diri untuk menuju ke sana.
Ibarat seseorang yang tinggal di suatu tempat, kemudian ditawan oleh musuhnya,
maka ketika ia merasa bahwa tempat tersebut adalah kampung halamannya yang
asli, niscaya ia senantiasa merindukannya dan tidak dapat tenang hingga ia
kembali ke sana.
Wallahu
alam