I. JIHAD MELAWAN ORANG KAFIR ASLI
A. Dasar Hubungan Antara Umat Islam Orang Kafir Asli
Para ulama' berpendapat bahwasanya kekafiran adalah sebab pokok peperangan. Dengan demikian berarti dasar hubungan antara kaum muslimin dengan orang kafir adalah hubungan permusuhan (perang). Oleh karena itu para ulama' menyatakan bahwasanya jihad itu hukumnya wajib meskipun mereka tidak memulai menyerang kita, sebagaimana yang telah kita bahas dalam bab hukum jihad. Jumhur mengatakan fardlu kifayah meskipun ada juga yang berpendapat fardlu 'ain. Dalam kondisi jihad fardlu kifayah, jumhur berpendapat minimal setahun sekali dan lebih banyak lebih baik. Namun demikian, Imam boleh mengadakan hubungan damai dengan kelompok tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu jika hal itu diperlukan. Namun jika tidak ada kebutuhan untuk itu maka imam tidak boleh mengadakan genjatan senjata begitu saja tanpa adanya keperluan. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat hal itu diperbolehkan jika dalam kondisi darurat. Berkenaan dengan ini akan kami bahas setelah ini – insya Allah -.
Dr. Abdulloh bin Ibrohim bin Ali At-Thuroiqi berkata:"Alasan bolehnya (memerangi orang kafir meskipun mereka tidak memerangi) adalah nas-nas secara umum yang memerintahkan untuk memerangi orang-orang kafir secara umum, menunjukkan bahwa semua orang kafir -selain ahlul 'ahdi- setelah sampai kepadanya dakwah, darahnya menjadi mubah dan tidak makshum.
Dan hal ini telah dinyatakan oleh jumhur ulama'. (Lihat: Badai'ush Shonai' VII/141, Al-Mughni IX/530-531 dan As-Sailul Jarroor IV/522)
Sedangkan jika sudah didakwahi kemudian mereka besikap damai dan membiarkan orang – orang yang mau masuk Islam akan tetapi mereka tidak mau masuk Islam secara keseluruhan, menurut pendapat jumhur fuqoha hubungannya dibangun di atas dasar hubungan peperangan (lihat Dalalati Nushush wal Ijma 'ala Daf'il Qital lil Kufri wad difa' hal 54) kecuali kalau mereka mau membayar jizyah".
Karena sesungguhnya menjadikan agama hanya untuk Alloh itu artinya sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim:" Menjadikan kekafiran dan penganutnya rendah dan hina, serta membebani mereka dengan membayar jizyah untuk setiap anggota keluarga dan budak mereka. Inilah bagian dari agama Alloh dan tidak ada yang bertentangan dengan ini kecuali dengan membiarkan mereka mulia dan memeluk agama mereka dengan sesuka mereka dengan tetap memiliki kekuatan dan suara." (Ahkamu Ahlidz Dzimmah, hal. 18)[1]
Ini adalah pendapat Imam Syafi'I (Lihat: Ar-Risalah karangan Asy-Syafi'I, hal. 300 dan Qowa'idul Ahkam Fii Masholihil Anaam, karangan Ibnu 'Abdis Salam II/73) dan apa yang terpahami dari perkataan para fuqaha' dari madzhab Maliki, madzhab Hanbali dan yang lainnya. (Lihat: Bidayatul Mujtahid I/384 dan Dalalatun nushush Wal Ijma' 'Ala Fardllil Kufri Wad Difa', hal.18) Kemudian mereka juga berelisih pendapat apakah kekafiran itu sebab diperbolehkannya perang atau sebab diwajibkannya perang, dan yang nampak dari perkataan madzhab Syafi'I bahwasannya kekafiran itu sebab diwajibkannya perang {lihat Al Umm karangan As-Syafi'I IV / 172 dan Bidayatul Mujtahid karangan Ibnu Rusyd I / 385}, dan begitu pula perkataan yang lain. Dan yang nampak dari perkataan Ibnu Taimiyyah bahwasnnya kekafiran itu sebab diperbolehkanya perang bukan sebab diwajibkannya perang.
Dan inilah pendapat sebagian kecil 'ulama muashirin. [Diantaranya adalah Syaikh Salman Hamdan (lihat: Dalalatun Nushush Wal Ijma' 'Ala Fardlil Qital Lil Kufri Wad Difa'), Dr. Abdul Karim Zaidan (lihat: Majmu'ah Buhuts Fiqhiyyah, hal.23, risalah Majaster yang diajukan di kuliyah syari'ah di Riyadl fakultas fikih tulisan Iyad Kamil Hilal)
Dalil-dalil yang dijadikan landasan:
· Ayat-ayat yang memerintahkan untuk memerangi orang kafir secara keseluruhan tanpa menyebutkan alasan kenapa mereka diperangi kecuali hanyalah karena kekafiran mereka belaka. Seperti:
1. Firman Alloh:
فإذا انسلخ الأشهر الحرم فاقتلوا المشركين حيث وجدتموهم
"Apabila sudah habis bulan-bulan haram, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka." (QS. At-Taubah: 5)
Ibnul 'Arobi berkata ketika membahas ayat ini:"Lafadz dalam ayat ini walaupun asalnya terkhusus untuk orang-orang kafir penyembah patung di Arab, akan tetapi sebenarnya ayat ini mencakup semua orang yang kafir tehadap Alloh. Adapun dengan kuatnya lafadz hingga cakupan ayat ini di kembalikan kepada orang-orang musyrik Arab yang yang mempunyai ikatan perjanjian serta orang-orang yang semacam mereka, maka pembahasan tentang orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab dan yang lainnya adalah mereka diperangi karena adanya sebab disyari'atkannya pembunuhan pada mereka yaitu kesyirikan mereka, namun ada penjelasa secara nas terhadap mereka ini dalam surat ini. (Ahkamul Qur'an II/901)
2. Firman Alloh:
وقاتلوا المشركين كافة كما يقاتلونكم كافة
"Dan perangilah orang-orang kafir secara keseluruhan sebagaimana mereka memerangi kalian secara keseluruhan." (QS. At-Taubah:36)
3. Firman Alloh:
و قاتلوهم حتى لا تكون فتنة ويكون الدين لله
"Dan perangilah mereka sampai tidak ada fitnah dan agama itu hanyalah untuk Alloh." (QS. Al-Baqoroh:193)
Jumhur ahli tafsir menafsirkan "fitnah" dengan kekafiran, artinya perangilah mereka sampai tidak ada kekafiran. (lihat: tafsir Ath-Thobari, II/113, Ibnul 'Arobi, hal. 109 dan Ibnu Katsir, I/227)
Al-Qurthubi ketika membicarakan ayat diatas berkata:"Ayat ini adalah perintah untuk memerangi orang-orang kafir semua orang musyrik di setiap tempat …….dan ini adalah perintah perang secara mutlak, tidak mesti mereka memulai berperang, dalilnya adalah firman Alloh :
ويكون الدين لله
"…. dan agama itu hanyalah untuk Alloh."
Dan sabda Rosullloh shallallahu 'alaihi wasallam :
أمرت أن أقاتل الناس حتى يقولوا لا إله إلا الله
" Saya diperintahkan untuk mememrangi manusia sampai mengucapkan Lailaha Illallah."
Ayat dan hadits ini menunjukkan bahwasanya sebab peperangan itu adalah kekafiran, karena Alloh berfirman:
حتى لا تكون فتنة
"Sampai tidak ada fitnah." Maksudnya adalah sampai tidak ada kekafiran. Demikianlah Alloh menjadikan tujuan disyari'atkannya perang adalah sampai tidak ada kekafiran dan ini adalah jelas."(Tafsir Al-Qurthubi II/353)
Ibnul 'Arobi ketika menafsirkan ayat ini beliau berkata:"Masalah kedua adalah bahwasanya sebab disyari'atkannya pembunuhan itu adalah kekafiran sebagaimana yang disebutkan dalam ayat ini, karena Alloh berfirman sampai tidak ada fitnah. Dengan demikian Alloh menjadikan tujuannya adalah hilangnya kekafiran secara nas dan Alloh menerangkan dalam ayat ini bahwasanya sebab pembunuhan yang menjadikan diperbolehkannya berperang adalah kekafiran." (Ahkamul Qur'an I/109)
4. Firman Alloh:
كتب عليكم القتال
"Diwajibkan atas kalian untuk berparang."
Dan ayat-ayat yang lain. Dan apabila dikatakan bahwasanya ayat-ayat yang memerintahkan perang secara umum bertentangan dengan ayat :
فإن قاتلوكم فاقتلوهم
"Maka jika mereka memerangi kalian, bunuhlah mereka!"
Ayat ini menunjukkan bahwasanya memerangi orang-orang kafir itu wajib jika mereka memulai peperangan, maka sanggahan ini dijawab bahwa hal itu telah mansukh, dan penjelasannya adalah sebagai berikut: Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam pada awalnya diperintahkan untuk memaafkan dan berpaling dari orang-orang musyrik kemudian diijinkan berperang jika mereka memulai peperangan kemudian diperintahkan untuk memulai peperangan pada waktu-waktu tertentu sebagaimana yang tersebut dalam firman Alloh:
فإذا انسلخ الأشهر الحرم فاقتلوا المشركين حيث وجدتموهم
"Apabila sudah habis bulan-bulan haram, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka." (QS. At-Taubah: 5)
Kemudian diperintahkan untuk memulai secara mutlak dimanapun dan kapanpun, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Alloh:
و قاتلوهم حتى لا تكون فتنة
"Dan perangilah mereka sampai tidak ada fitnah." (QS. Al-Baqoroh:193)
Dan
قاتلوا الذين لا بؤمنون بالله و لا باليوم الأخر
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Alloh dan jari kemudian."
Hal ini disebutkan dalam Syarkhul inayah ma'a syarkhi fathil qodir V / 441. karangan Al-Babarty Al-Hanafi.
Hal yang senada dengan ini juga dikatakan oleh Al-'Aini dalam kitab Syarh beliau terhadap kitab Al-Hidayah yang diberi nama Al-Binayah VI/493.
Al-Qurofi berkata:"Nas-nas Al-Qur'an secara dhohir menyebutkan bahwasanya kekafiran dan kesyirikan adalah yang menjadi alasan peperangan, sebagaimana firman Alloh:
جاهدوا الكفار والمنافقين واغلظ عليهم
"Berjihadlah melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafiq serta bersikap keraslah terhadap mereka."
Dan
وقاتلوا المشركين كافة
"Dan perangilah orang-orang kafir secara keseluruhan."
Dan juga sabda Rosulullh saw.;
قاتلوا من كفر بالله
"Perangilah siapa saja yang kafir kepada Alloh…"
Dan sifat yang menjadi alasan terhadap sebuah hukum itu menunjukkan bahwa sifat tersebut menjadi penyebab dan bukan yang lain." (Adz-Dzakhiroh: III/387)
5. Dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Buroidah radiyallahu 'anhu beliau berkata: "Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam apabila mengangkat seorang pimpinan pada sebuah pasukan, beliau memberikan wasiat untuk bertaqwa kepada Alloh secara khusus kepadanya dan juga kepada orang-orang yang bersamanya dengan baik, lalu bersabda:
اغزوا باسم الله في سبيل الله قاتلوا من كفر بالله ……..الحديث
"Berperanglah atas nama Alloh, di jalan Alloh, perangilah siapa saja yang kafir kepada Alloh…..." (Shohih Muslim, Kitabul Jihad, no.3, hal.1357, Ahmad V/352, At-Tirmidzi, Kitabus Sair, bab 48, no. 1617, IV/162, Abu Dawud, Kitabul Jihad, bab Fii Du'aa'il Musyrikin, no.2613, III/37 dan lain-lain).
6. Dalam hadits lain Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
أمرت أن أقاتل الناس حتى يقولوا لا إله إلا الله فمن قالها فقد عصم مني ماله ونفسه إلا بحقه وحسابه على الله
" Saya diperintahkan untuk mememrangi manusia sampai mengucapkan Lailaha Illallah, maka barang siapa yang mengucapkannya harat dan jiwanya terjaga dariku kecuali memang karena haknya dan hisabnya terserah kepada Allah." (Shohihul Bukhori, Kitabuz zakah, bab I, no.1399, II/110 dan Shohih Muslim, Kitabul Iman, no.33, hal.52).
Demikianlah Alloh memerintahkan untuk memerangi orang-orang kafir dan musyrik dengan memberikan alasan bahwa mereka itu orang-orang syirik dan kafir, tanpa memberikan alasan yang lain selain syirik dan kafir.
7. Hadits yang berbunyi :
الجهاد ماض منذ بعثني الله إلى أن يقاتل أخر أمتي الدجال لا يبطل جور جائر و لا عدل عادل
" Jihad itu senantiasa berjalan sejak Allah mengutuskusampai umatku yang terakhir memerangi dajjal, tidak akan bisa dibatalkan oleh kejahatan orang yang jahat dan keadilan orang yang adil." (Sunan Abi Dawud, Kitabul Jihad, bab. Fil Ghozwi ma'a A'immatil Juur, no.2532, III/18, dan juga diriwayatkan oleh Sa'id bin Manshur dalam kitab As-Sunnah-Sunan II/152. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:"Pada sanadnya ada kelemahan.")
8. Islam adalah agama yang bersifat universal, agama yang haq dan selainnya adalah agama yang bathil. Semua yang tidak beragama islam maka dia adalah celaka, oleh karena itu kewajiban muslimin adalah menyelamatkan manusia dari kecelakaan dengan wasilah yang telah diberikan kepada mereka yaitu dimulai dengan dakwah kemudian dengan kekuatan apabila manusia itu masuk islam maka tercapailah tujuannya kalau tidak maka mereka harus masuk kedalam dzimmatul muslimin atau berdamai dalam jangka waktu tertentu kalau tidak maka yang ada adalah perang (lihat Mabadi'u nidhomil hukmi fil Islam karanagnn Dr. Abdul Hamid Mutawally hal 293). Sebagaimana disebutkan dalam hadits Buraidah :
إذا لقيت عدوك من المشركين فادعهم إلي ثلاث خصال أو خلال فأيتهن أجابوك فاقبل منهم وكفّ عنهم
"Apabila kamu menjumpai musuhmu dari orang-orang muusyrik maka tawarkanlah kepada mereka tiga perkara, mana saja yang mereka pilih terimalah dan jangan ganggu mereka."
Kemudian beliau menyebutkan tiga alternatif itu dengan urut yaitu : masuk Islam kemudian bayar jizyah kemudian perang.
Hal ini lebih diperkuat dengan pendapat para ulama' yang mengatakan bahwa jihad itu hukum asalnya fardlu kifayah meskipun ada yang mengatakan fardlu 'ain dan bisa menjadi fardlu 'ain dalam keadaan-keadaan tertentu. Dan tidak seorangpun yang mengatakan sunnah atau bahkan mubah. Jadi dengan demikian jihad itu hukumnya hanya berkisar antara fardlu kifayah dan fardlu 'ain saja.
· Dalil-dalil yang menunjukkan tidak boleh berdamai dengan orang kafir kecuali memang karena kebutuhan untuk berdamai.
فلا تهنوا وتدعوا إلي السلم و أنتم الأعلون
"Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yanng lebih tinggi kedudukannya." (QS. Muhammad: 35).
Ayat ini menunjukkan bahwasanya perdamaian bukan dasar hubungan dengan orang kafir.
Adapun perdamaian yang diperbolehkan haruslah terbatas dalam jangka waktu tertentu, tidak melebihi jangka waktu Sulhul Hudaibiyyah (kaji: Al Jami' Li Ahkamil Qur'an karanagan Al Qurthubi VIII / 39 dan halaman setelahnya)
· Dalil-dalil tentang wajibnya berbaro' kepada orang kafir dan haramnya berwala' kapada mereka.
لا يتخذ المؤمنون الكافرين أولياء من دون المؤمنين
"Janganlah orang-orang mukmin menjadikan orang-orang kafir sebagai wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin." (QS. Ali Imron: 28)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَآءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَآءَكُم مِّنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَن تُؤْمِنُوا بِاللهِ رَبِّكُمْ إِن كُنتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَآءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَآأَخْفَيْتُمْ وَمَآأَعْلَنتُمْ وَمَن يَفْعَلْهُ مِنكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَآءَ السَّبِيلِ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Rabbmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus." (QS Al-Mumtahah:1)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَآءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Al-Maidah: 51)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَآءَ وَاتَّقُوا اللهَ إِن كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kemu mengambil menjadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu menjadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertawakkallah kepada Allah jika kamu betul-betul orang yang beriman." (QS. 5:57)
لا تجد قوما يؤمنون بالله واليوم الأخر يوادون من حاد الله ورسوله
"Kamu tidak akan mendapati sebuah kaum yang beriman kepada Alloh dan hari kemudian berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Alloh dan Rosul-Nya."(QS. Al-Mujadalah: 22).
Hal ini menunjukkan bahwasanya memutuskan hubungan dengan orang – orang kafir itu adalah suatu keharusan. Ini berarti tidak ada perdamaian dan tidak ada toleransi dengan musuh akan tetapi yang ada adalah permusuhan dan peperangan. Dengan demikian maka peperangan adalah dasar hubungan. (Lihat As-siyasah As-syar'iyyah karang khallaf hal 6)
Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:"Sesungguhnya seseorang itu tidak akan lurus Islamnya meskipun telah bertauhid kepada Alloh dan meninggalkan syirik kecuali jika ia memusuhi orang-orang musyrik dan menyatakan dengan tegas kepada mereka kebencian dan permusuhannya." Dan beliau berdalil dengan ayat diatas.[2]
Pendapat Madzahib Arba'ah
Madzhab Hanafi
Disebutkan dalam Syarhul 'Inayah 'ala Hidayah karangan Al-Babarty Al-Hanafi:" Dan memerangi orang-orang kafir dan tidak mau membayar jizyah hukumnya adalah wajib walaupun mereka tidak memulai memerangi dengan dalil ayat-ayat yang memerintahkan perang secara umum." ( Syarkhul inayah ma'a syarkhi fathil qodir V / 441).
As-Sarkhosi berkata:"Dulu Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam pertama kali diperintahkan untuk memaafkan dan berpaling dari orang-orang musyrik…….Kemudian beliau diperintahkan berperang jika mereka memulai peperangan…….Kemudian beliau diperintahkan untuk memulai memerangi mereka." (Al-Mabsuth X/2)
Al-Kasani berkata:" Jika belum sampai dakwah kepada mereka, maka hendaknya kaum muslimin memulainya dengan mendakwahi mereka dengan lesan……Dan mereka tidak boleh menyerang orang-orang kafir sebelum mendakwahi, sebab beriman itu meskipun wajib atas mereka sebelum didakwahi dengan menggunakan akal, namun Alloh mengharamkan memerangi mereka sebelum diutusnya Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam dan sebelum sampai dakwah kepada mereka sebagai karunia dari Alloh kepada mereka dan menutup pintu untuk baralasan bagi mereka walaupun sebenarnya tidak ada alasan bagi mereka." (Badai'ush Shonai' IX/3404-3405).[3]
Madzhab Maliki
Ibnu Rusyd berkata:"Adapun tentang orang-orang yang diperangi para ulama' telah sepakat bahwasanya mereka itu adalah seluruh orang musyrik berlandaskan firman Alloh:
و قاتلوهم حتى لا تكون فتنة ويكون الدين لله
"Dan perangilah mereka sampai tidak ada fitnah dan agama itu hanyalah untuk Alloh." (QS. Al-Baqoroh:193)
Kecuali sebuah riwayat dari Malik bahwasanya beliau berkata:"Tidak boleh memulai untuk memerangi Habasyah dan Turki berdasarkan riwayat dari Rosululloh saw. bahwasanya beliau bersada:
ذروا الحبشة ما وذرتكم
"Biarkanlah Habasyah selama mereka membiarkan kalian." (HR. Abu dawud 4302 dan An-Nasa'I VI/43-44, dari Abu Sakinah dari kalangan Muharririn beliau dari seorang sahabat Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam dengan lafadz :
دعوا الحبشة ما ودعوكم واتركوا الترك ماتركوكم
"Biarkanlah Habasyah (Ethiopia) selama mereka membiarkan kalian dan tinggalkanlah At-Turk selama mereka meninggalkan kalian." Hadits ini dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam kitab Silsilatul Ahaditsush Shohihah no. 772)
Namun Imam Malik pernah ditanya tentang keshohihan atsar ini akan tetapi beliau tidak mengakuinya dan berkata:"Semua orang senantiasa menjauhi berperang melawan mereka."(Bidayatul Mujtahid I/389)
Al-Qurofi ketika menyebutkan sebab-sebab dilakukannya jihad beliau berkata:"Sebab pertama yang dianggap pokok dari diwajibkannya jihad adalah menghilangkan mungkarnya kekafiran sebab sesungguhnya kekafiran adalan kemungkaran yang paling besar, dan barangsiapa melihat kemungkaran dan ia mampu untuk menyingkirkannya, maka wajib baginya untuk menyingkirkan kemungkaran tersebut. Hal ini disebutkan dalam firman Alloh
و قاتلوهم حتى لا تكون فتنة ويكون الدين لله
"Dan perangilah mereka sampai tidak ada fitnah dan agama itu hanyalah untuk Alloh." (QS. Al-Baqoroh:193)
Sedangkan yang dimaksud fitnah adalah kekafiran." (Adz-Dzakhiroh: III/387)
Di dalam Al-Kafi karangan Ibnu Abdil Bar Al-Maliky disebutkan dan setiap orang yang menolak untuk masuk islam atau membayar jizyah maka diperangi oleh karena itu orang laki-laki yang berperang atau tidak berperang dibunuh apabila mereka sudah baligh." Pada bab Al-Muhadanah disebutkan " apabila imam itu terpaksa untuk muhadanah dengan orang-orang kafir harby maka imam boleh bernuhadanah dengan mereka apabila dia berpendapat harus bermuhadanah" (Al-Kafi I / 466) Dengan demikian berarti hubungan awalnya adalah permusuhan (peperangan)
Ibnu Rusyd berkata:"Orang-orang kafir itu diperangi hanyalah supaya mereka masuk Islam dari kekafiran bukan untuk mencari kemenangan." (Muqoddimat Ibnu Rusyd I/351)
Ibnul 'Arobi ketika membahas ayat:
و قاتلوهم حتى لا تكون فتنة ويكون الدين لله
"Dan perangilah mereka sampai tidak ada fitnah dan agama itu hanyalah untuk Alloh." (QS. Al-Baqoroh:193)
Beliau berkata:"Masalah kedua: "Bahwasanya sebab pembunuhan adalah kekafiran berlandaskan ayat ini, sebab Alloh swt. Berfirman: "sampai tidak ada fitnah" Alloh menjadikan tujuannya adalah hilangnya kekafiran secara nas dan Dia menerangkan dalam ayat ini bahwasanya sebab pembunuhan yang membolehkan untuk berperang adalah kekafiran." (Ahkamul Qur'an I/109)
Al-Qurthubi ketika membicarakan ayat diatas berkata:"Ayat ini adalah perintah untuk memerangi orang-orang kafir semua orang musyrik di setiap tempat …….dan ini adalah perintah perang secara mutlak, tidak mesti mereka memulai berperang."(Tafsir Al-Qurthubi II/353)
Madzhab Syafi'i
· Dalam bab Hudnah pada kitab Al-Muhadzab karangan As-Sunnah-Syairazy Asy-Syafi'I disebutkan:"…. Apabila tidak ada kemaslahatan dalam hudnah maka tidak boleh mengadakan hudnah, karena Allah berfirman :
فلا تهنوا وتدعوا إلي السلم و أنتم الأعلون والله مِعكم
"Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yanng lebih tinggi kedudukannya dan Alloh bersam kalian." (QS. Muhammad: 35).
Namun jika ada kemaslahatan seperti diharapkan mereka masuk Islam atau membayar jizyah atau mereka mau menolong kita dalam memerangi yang lain, maka boleh bermuhadanah dengan mereka selama empat bulan…" (Al-Muhadzdzab, II/259).
Mdzhab Hambali
· Pada bab hudnah juga dalam kitab Kasyaful Qona' karangan Al-Bahuti Al Hambali disebutkan: "Hudnah tidak syah kecuali karena ada kemashlahatan, maka apabila Imam atau wakilnya melihat ada kemashlahatan didalam bermuhadnah karena kelemahan kaum muslimin untuk berperang atau beratnya peperangan atau diharapkan keislaman mereka atau mereka membayar jizyah atau mashlahat – mashlahat yang lain maka bolehbermuhadanah ". (Kasyaful Qona' III / 111 – 112).
· Ibnu Qudamah berkata:"Dan pasukan dikirimkan setiap tahun untuk menyergap musuh di negara mereka." (Al-Mughni X/360).
· Al-Khuroqi berkata:"Ahlul kitab dan dan Majusi tidak harus didakwahi terlebih dulu, karena dakwah sudah sampai kepada mereka. Sedangkan para penyembah berhala didakwahi dahulu sebelum mereka diperangi.
· Ibnu Qudamah dalam penjelasannya terhadap perkataan Al-Khuroqi diatas, berkata:"Adapun perkataan beliau bahwasanya Ahlul kitab dan Majusi itu tidak mesti didakwahi terlebih dahulu adalah secara umum, karena dakwah telah tesebar luas dan tidak tersisa dari kalangan mereka yang belum mendengar dakwah kecuali sangat jarang sekali. Adapun perkataan beliau bahwasanya para penyembah berhala mesti didakwahi dahulu sebelum diserang, tidaklah secara umum, karena mereka yang sudah mendengar dakwah tidaklah mesti didakwahi terlebih dahulu, namun jika diantara mereka ada yang belum mendengar dakwah maka harus didakwahi terlebih dahulu, sebagaimana halnya ahlul kitab yang belum mendengar dakwah, mereka mesti didakwahi terlebih dahulu sebelum diserang." (Al-Mughni X/379)
· Ibnu Taimiyah berkata:"Ketika turun surat At-Taubah, Nabi shalallahu 'alaihi wasallam diperintahkan untuk mendahului seluruh orang kafir dalam memerangi mereka baik ahlul kitab maupun penyembah berhala, baik mereka memerangi maupun tidak." (Ash-Shorimul Maslul: 220)
Kalau ini sudah kita fahami maka harus diketahui bahwasanya ada beberapa golongan orang yang tidak boleh diperangi dan ditumpahkan darahnya, yaitu orang-orang yang belum sampai dakwah kepada mereka, orang-orang yang mengadakan akad perdamaian dengan kaum muslimin, orang-orang yang bukan ahlul qital (yang disepakati oleh para ulama' tentang wanita dan anak-anak, sedangkan yang lain menurut jumhur tidak boleh dibunuh juga) dan utusan. Dan ini akan kami bahas sesuai dengan babnya masing-masing.
Dengan demikian maka dapat kita katakan sebagai penjelasan dari semua ini bahwsanya hubungan dasar dengan orang kafir yang jelas-jelas kita tahu bahwasanya mereka belum pernah mendengar dakwah Islam (kerena menurut pendapat yang kuat bahwasanya jika sebuah kaum yang belum kita ketahui sudah mendengar dakwah atau belum maka mereka dianggap sudah mendengar dakwah karena secara umum sudah tersebar sehingga tidak ada seorangpun yang belum mendengan dakwah kecuali orang-orang tertentu, lihat pembahasanya dalam bab dakwah sebelum perang) maka hubungan dasar dengan mereka adalah hubungan damai sampai mereka mendengar dakwah. Jika mereka mau masuk Islam atau mereka mau membayar jizyah maka mereka aman. Namun kalau tidak maka hubungan dasar dengan mereka adalah hubungan permusuhan/perang. Dan jika dalam keadaan darurat atau kalau dibutuhkan kaum muslimin boleh membangun hubungan damai dengan orang-orang kafir. Namun jika tidak ada kebutuhan untuk itu maka kaum muslimin tidak boleh begitu saja membangun hubungan damai dengan orang-orang kafir. Untuk lebih jelasnya lihat pembahasan muhadanah. Dr. Abdulloh bin Ath-Thuroiqi berkata: "Hubungan dengan orang kafir sebelum didakwahi atau ketika sedang berlangsung proses dakwah kepada mereka maka tidak diragukan lagi hubungan yang ada adalah hubungan damai .
Adapun setelah didakwahi kemudian mereka ngeyel dan memusuhi maka hubungannya adalah hubungan permusuhan/peperangan." [4]
Dan juga golongan yang tidak boleh diperangi adalah orang-oranng yangbukan ahlul qital. Dengan demikian maka orang yang diperangi adalah semua orang kafir selain anak-anak dan perempuan atau orang-orang yang tidak mampu berperang. Lalu kita setelah itu bisa katakan bahwasanya sebab disyari'atkannya perang itu adalah kekafiran dengan syarat orang yang diperangi tersebut adalah ahlul qital (orang yang mapu berperang) dan bukan orang yang tidak mampu berperang, sebagaimana yang dikatakan Syaikh Abdul 'Aziz bin Abdulloh bin Bazz:
فاقتلوا المشركين حيث وجدتموهم وخذوهم واقعدوا لهم كل مرصد
"……..maka bunuh orang-orang musyrik dimana saja kalian jumpai mereka, tangkaplah dan intailah ……." Dalam ayat ini Alloh memerintahkan untuk membunuh seluruh orang musyrik secara umum, dan menggantungkan sebuah hukum kepada suatu sifat itu menunjukkan bahwa sifat tersebut merupakan sebab alasan. Maka ketika menggantungkan hukum perang itu dengan orang-orang musyrik, kafir dan meninggalkan Islam dan tidak mau masuk Islam, hal ini menunjukkan bahwasanya hal-hal tersebut merupakan penyebab mereka diperangi. Maka alasan disyari'atkannya perang adalah kekafirang dengan syarat ia termasuk orang yang mampu berperang, dan bukan orang selain mereka. Jika mereka termasuk orang yang tidak berkecimpung dalam urusan perang, maka mereka kita perangi sampai mereka masuk Islam atau membayar jizyah jika mereka dari kalangan Yahudi atau Nasrani atau Majusi. Atau sampai mereka sampai masuk Islam saja tanpa ada pilihan yang lain, jika mereka bukan dari tiga golongan tersebut dan jika mereka tidak mau masuk Islam, maka yang ada adalah perang. Terkecuali orang-orang yang tidak berurusan dengan peperangan seperti perempuan, anak-anak, orang buta, orang gila, pendeta, orang yang sibuk beribadah dalam tempat ibadah mereka dan orang-orang yang tidak berurusan dengan peperangan karena mereka tidak bisa berperang sebagaimana tang tersebut diatas, begitu pula orang tua renta, mereka tidak diperangi menurut jumhur ulama'. Karena mereka adalah orang-orang yang tidak ikut campur dalam peperangan. (Majmu' Fatawa wa Maqolaat Mutanawwi'ah lisy-Syaikh Abdul 'Aziz bin Bazz III/191) Atau bisa juga kita katakan bahwasanya yang menjadi penyebab adalah kemampuan berperang sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Rusyd dari sebagian ulama'.Baliau mengatakan:" Dan sebab yang mewajibkan perang adalah diperselisihkan oleh para ulama' karena mereka berselisih pendapat tentan sebab yang mewajibkan membunuh. Yang berpendapat bahwasanya yang menjadi penyebab adalah kekafiran, mereka tidak mengecualikan seorangpun dari orang-orang musyrik dan mereka yang berpendapat bahwasanya yang menjadi penyebab adalah kemampuan berperang pada larangan membunuh perempuan padahal mereka adalah orang-orang kafir, mereka mengecualikan orang-orang yang tidak mampu berperang dan tidak melibatkan diri dalam peperangan seperti petani dan buruh." (Bidayatul Mujtahid I/384) Dan para ulama' berijma' bahwasanya mereka-mereka yang dikecualikan itu tetap diperangi jika mereka ikut berperang atau membantu dalam peperangan, adapun selain mereka tetap diperangi baik mereka ikut berperang maupun tidak karena kalau tidak demikian maka tidak ada bedanya atara mereka dan orang-orang yang masuk dalam pengecualian. Oleh karena itu Al-Kasani berkata:"Pada dasarnya setiap orang yang bisa berperang, halal dibunuh baik mereka ikut berperang maupun tidak dan semua orang yang tidak mempunyai kemampuan untuk berperang tidak boleh dibunuh kecuali jika mereka nyata-nyata ikut berperang atau secara tidak langsung dengan memberikan pendapat, ketaatan, motifasi atau yang lain ….. dan jika orang-orang yang tidak halal dibunuh sebagaimana yang kami sebutkan diatas terbbunuh, maka tidak ada kewajiban diyat atau kafaroh kecuali taubat dan istighfar, karena darah orang kafir itu tidak dibela kecuali dengan jaminan keamanan, sedangkan jaminan keamanan itu tidak ada." (Baai'ush Shonai' IX/4308) [5]
SYUBHAT DAN SANGGAHANNYA
Banyak dari kalangan mu'ashirin berpendapat bahwasanya sekedar kekafiran saja bukanlah sebab peperangan, akan tetapi peperangan itu diwajibkan apabila orang-orang kafir menyerang, artinya peperangan itu dilakukan jika orang-orang kafir menyerang. Dan ini adalah penapat Jumhurul Bahitsin Al-Mu'ashirin. (Diantaranya adalah: Muhammad Rosyid Ridlo dalam Tafsir Al-Manar II\208,216, Abdul Wahab Kholaf dalam As-Sunnah-Siyasan Asy-Syar'iyyah, hal. 77, Abdulloh bin zaid Ali Mahmud dalam Al-Jihad Al-Masyru' Fil Islam, hal. 7 dan Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-'Alaqot Ad-Dauliyah Fil Islam, hal.25 dan halaman selanjutnya).
Dengan demikian maka dasar hubungan antara kaum muslimin dan orang-orang kafir adalah hubungan damai, dan kaum muslimin tidak boleh memerangi orang kafir kecuali jika mereka memulai menyerang. Dan ini adalah pendapat jumhur fuqoha al Mua'shirin, [Misalnya adalah: Muhammad Rosyid Ridlo (Tafsir Al-Manar XI/280), Mahmud Syaltut (Al-Islam 'AWa syari'atan, hal. 453), Muhammad Abu Zahroh (Al-'Alaqot Ad-Dauliyah Fil Islam, hal. 47), Abdul Wahab Kholalaf (As-SSiyasah Asy-Syar'iyah, hal. 77), Adulloh bin Zaid Ali Mahmud (Al-Jihad Al-Masyru', hal.26-27),As-Sayyid Sabiq (Fiqhus Sunnah III/13), Dr. Wahbah Az-Zuhaili (Al-'Alaqot Ad-Daulifil Islam, hal. 94) dan Abdulloh Al-Maroghi (At-Tasyri' Al-Islami lighoiril Muslimin, hal. 26)] mereka menyatakannya dengan jelas-jelas sehingga tidak membutuhkan ijtihad didalam menyimpulkan perkataan–perkataan mereka dengan demikian tidak perlu pula untuk kita paparkan.
Ada yang menisbatkan pendapat ini kepada madzhab Hanafi yang terdapat didalam kitab Al-Mabsuth X/30: "Dan pembunuhan baik disebabkan karena penyerangan sebagaimana yang dikatakan oleh pata ulama' kita atau disebabkan kesyirikan sebagaimana yang dikatakan oleh penentang ulama' kita." (dan lihat pula hal.81 pada juz yang sama) Dan terdapat dalam kitab Al-'Inayah V/437: "Dan sebab peperangan adalah karena orang-orang kmemerangi kita." Namun perlu diperhatikan di disini bahwasanya pengarang kitab ini menyebutkan dalam hal. 441: "Sesungguhnya memerangi orang-orang kafir apabila mereka tidak mau masuk Islam dan tidak mau mmbayar jizyah hukumnya adalah wajib walaupun mereka tidak mendahului menyerang." Dalam masalah ini ada pertentangan, oleh karena itu menurut saya, yang dimaksud dengan perkataan madzhab Hanafi:"Peperangan sebabnya adalah penyerangan" maksudnya memang orang-orang kafir itu pasti memerangi kita, karena hal itu sudah menjadi kebiasaan mereka, dan maksudnya bukanlah mereka itu tidak akan memerangi kita kalau kita tidak memerangi mereka. Maka renungkanlah hal ini. Syaikhul Islam berkata:" Imam Malik sepakat dengan pendapat madzhab Hanafi tersebut begitu pula Imam Ahmad dalam salah satu dari kedua pendapat beliau.(Majmu' Fatawa, XX/101)
Dalil-dalil mereka dan jawababannya:
1. Firman Alloh:
وقاتلوا المشركين كافة كما يقاتلونكم كافة
"Perangilah orang-orang kafir secara keseluruhan sebagaimana mereka memerangi kalian secara keseluruhan." (QS. At-Taubah: 36)
Ayat ini menunjukkan bahwa peperangan yang diperintahkan kepada kita adalah sebagai balasan karena mereka memerangi kita, dan inilah penyebab peperangan tersebut.
Firman Allah
وقاتلوا في سبيل الله الذين يقاتلونكم ولا تعتدوا إنّ الله لا يحب المعتدين
"Dan berperanglah kalaian di jalan Alloh melawan orang-orang yang memerangi kalian dan janganlah kaliam melampaui batas. Sesungguhnya Alloh tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas."(QS. Al-Baqoroh: 190)
Dikatakan maksud "Jangan melampaui batas" adalah jangan memulai untuk memerangi orang-orang musyrik. (lihat: Zaadul Masiir karangan Ibnul Jauzi, I/197)
Jawaban:
Diatas telah lita sebutkan bahwasanya para ulama' telah berijma' bahwa perintah jihad yang terakhir adalah memerangi orang-orang kafir meskipun mereka tidak memulai peperangan. Oleh karena itu para ulama' salaf ada yang berpendapat bahwasanya ayat ini telah mansukh dengan ayatus saif sedangkan sebagian yang lain berpendapat bahwasanya ayat ini tidaklah mansukh akan tetapi yang dimaksud jangan melampau batas adalah jangan membunuh perempuan, anak-anak dan orang-orang yang tidak bisa berperang.
Imam Ath-Thobari berkata:"Para ahli tafsir berselisih pendapat tentang tafsiran ayat ini. Sebagian mereka berpendapat bahwasanya ayat ini adalah ayat pertama yang memerintahkan kaum muslimin untuk memerangi orang-oran musyrik. Mereka mengatakan bahwasanya kaum muslimin diperintahkan untuk memerangi orang-orang musyrik yang memerangi kaum muslimin dan membiarkan orang-orang musyrik yang membiarkan kaum muslimin yang kemudian dinasakh dengan surat al-baro'ah." (Tafsir At-Thobari III/561) Kemudian beliau menukil perkataan itu dengan sanad beliau dari Ar-Robi' bin Anas dan Abdur Rohman bin bin Zaid bin Aslam, lalu beliau berkata:"Sedangkan yang lain mengatakan tidak seperti itu akan tetapi ayat tersebut adalah perintah dari Alloh untuk memerangi orang-orang kafir dan ayat ini tidaklah mansukh, sedangkan melampau batas yang dilarangan maksudnya adalah larangan membunuh perempuan dan anak-anak." (Tafsir At-Thobari III/562) Kemudian beliau menukil pendapat kedua tersebut dengan snad beliau dari Umar bin Abdul Aziz, Mujahid dan Ibnu Abbas ra., lalu beliau lebih merojihkan (menguatkan) pendapat yang kedua, karena pernyataan nasakh tanpa dalil adalah tahakkum sedangkan tahakkum tidak bisa melemahkan seorangpun. Kemudian beliau mengatakan:"….Alloh mengatakan kepada mereka:'Dan berperanglah atas dasar ketaatan kepada-Ku dan atas dasar agama yang Ku syariatkan kepada kalian, dan dakwahilah orang-orang yang berpaing darinya dan melakukan kesombongan dengan tangan dan lidahnya sampai mereka kembali mentaati-Ku atau mereka membayar jizyah dengan penuh rendah diri jika mereka dari kalangan ahlul kitab.' Dan Alloh memerintahkan mereka orang-orang kafir yang bisa berperang dan terkecuali orang-orang yang tidak bisa berperang seperti perempuan dan anak-anak mereka, sesungguhnya mereka ini adalah merupakan harta dan dan budak bagi kaum muslimin jika mereka menang……."(Tafsir At-Thobari III/563-564)
2. Nash-nash yang menyeru kepada perdamai seperti firman Allah :
يأيها الذين أمنوا ادخلوا في السلم كافة ولا تتيعوا خطوات الشيطان إنه لكم عدوّ مبين
"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian As-Silm secara keseluruhan, dan janganlah kalian ikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhya syetan itu musuh yang nyata bagi kalian." (QS. Al-Baqoroh: 208)
Jawaban:
Yang dimaksud dengan As-Silmu adalah Syari'at Islam dan hukum-hukumnya, sebagaimana pendapat kebanyakan ahli tafsir dan hal ini dipelopori oleh syaikhul mufassirin Ath-Thobari ra. atau yang dimaksud adalah ketaatan sebagaimana pendapat sebagian mereka. (Lihat tafsir Ath-Thobari II/189, tafsir Ibnu Katsir I/247 dan Zaadul Masiir karangan Ibnul Jauzi I/224)
Dan tidak ada yang berpendapat perdamaian kecuali Qotadah dan orang-orang mu'ashirin yang mengikuti beliau.[6]
وإن جنحوا للسلم فاجنح لها وتوكل علي الله إنه هو السميع العليم
"Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Alloh. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Anfal: 61)
Alloh berfirman tentang orang-orang munafiq:
وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَآءً فَلاَ تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ أَوْلِيَآءَ حَتَّى يُهَاجِرُوا فِي سَبِيلِ اللهِ فَإِن تَوَلَّوْا فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ وَلاَتَتَّخِذُوا مِنْهُمْ وَلِيًّا وَلاَ نَصِيرًا " إِلاَّ الَّذِينَ يَصِلُونَ إِلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَاقٌ أَوْ جَآءُوكُمْ حَصِرَتْ صُدُورُهُمْ أَن يُقَاتِلُوكُمْ أَوْ يُقَاتِلُوا قَوْمَهُمْ وَلَوْ شَآءَ اللهُ لَسَلَّطَهُمْ عَلَيْكُمْ فَلَقَاتَلُوكُمْ فَإِنِ اعْتَزَلُوكُمْ فَلَمْ يُقَاتِلُوكُمْ وَأَلْقَوْا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ فَمَا جَعَلَ اللهُ لَكُمْ عَلَيْهِمْ سَبِيلاً " سَتَجِدُونَ ءَاخَرِينَ يُرِيدُونَ أَن يَأْمَنُوكُمْ وَيَأْمَنُوا قَوْمَهُمْ كُلَّ مَارُدُّوا إِلَى الْفِتْنَةِ أُرْكِسُوا فِيهَا فَإِن لَّمْ يَعْتَزِلُوكُمْ وَيُلْقُوا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ وَيَكُفُّوا أَيْدِيَهُمْ فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأُوْلاَئِكُمْ جَعَلْنَا لَكُمْ عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا مُّبِينًا "
"Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kalian menjadi sama dengan mereka. Maka janganlah kalian jadikan diantara mereka penolong-penolong kalian.Maka jika mereka berpaling maka tawanlah dan bunuhlah mereka dimana saja kalian menjumpai mereka, dan janganlah kalian menjadikan seorangpun diantara mereka sebagai pelindung dan juga penolong, kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum, yang antara kalian dan kaum tersebut telah terikat perjanjian damai atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kalian dan memerangi kaum mereka. Kalau Alloh menghendaki tentu Alloh memberi kekuasaan kepada mereka untuk menguasai kalian, lalu pastilah mereka memerangi kalian. Tetapi jika mereka membiarkan kalian dan tidak memerangi kalian serta mengemukakan perdamaian kepada kalian, maka Alloh tidak memberi jalan kepada kalian untuk melawan dan membunuh mereka. Kelak kalian akan mendapati kelompok yang lain, yang bermaksud supaya aman dari kalian dan aman dari kaumnya, setiap kali mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik) merekapun terjun ke dalamnya. Karena itu jika mereka tidak membiar kankalian dan tidak mau mengemukakan perdamaian kepada kalian serta tidak menahan tangan mereka untuk memerangi kalian maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dimana saja kalian menjumpai mereka dan merekalah yang Kami berikan kepada kalian alasan yang nyata untuk menawan dan membunuh mereka. " (QS. An-Nisa': 89-91)
Jawaban:
Dalam ayat ini disebutkan bahwasanya perdamaian itu mereka yang mengajukan dan bukan kaum muslimin dengan cara mereka menyatakan maksud mereka dan dengan syarat mereka tidak ikut campur dalam memerangi kaum muslimin. Dan tidaklah cukup hal itu hanya berupa sikap dan tidak dibarengi dengan pernyataan keadaan mereka kepada kaum muslimin. Oleh karena itu hal ini termasuk bentuk perdamaian yang telah diatur syarat-syaratnya dalam syari'at sebagaimana yang telah kita bahas dalam pembahasan tersendiri tentang sikap netral.
3. Allah tidak mensyari'atkan pemaksaan didalam beragama akan tetapi yang diperintahkakepada manusia adalah agar memilih, sebagaimana firman Allah dalam kitab-Nya :
لا إكراه في الدين قد تيبن الرشد من الغي
"Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat." (QS. Al-Baqoroh: 256)
ولو شاء ربك لأمن من في الأرض كلهم جميعا أفانت تكره الناس حتي يكون مؤمنين
"Dan jikalau Tuhanmu menghendak, tentulah semua orang di muka bumi ini akan beriman. Maka apakan kamu hendak memaksa semua manusia untuk menjadi orang-orang beriman?" (QS. Yunus: 99)
Ini menunjukkan bahwasanya perang itu tidak disyari'atkan untuk memaksa manusia masuk kedalam agama Islam. Dengan demikian maka dasar hubungan antara kaum muslimin dengan ummat yang lain adalah perdamaian, bukan peperangan. (Lihat: As-Sunnah-Siyasah Asy-Syar'iyyah, karangan Syaikh Kholaf, hal. 74)
Adapun ayat :
لا إكراه في الدين قد تيبن الرشد من الغي
"Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat." (QS. Al-Baqoroh: 256)
Adalah bagi mereka yang mau membayar jizyah. (Lihat tafsir Ath-Thobari III/12 dan Ahkamul Qur'an karangan Ibnul 'Arobi)[7]
Jawaban:
Sesungguhnya selama orang kafir itu bebas memilih antara tiga pilihan; masuk Islam, membayar jizyah dan perang, hal itu berarti tidak ada paksaan untuk masuk Islam, dan dengan demikian juga tidak merubah status dasar hubungan perang antara umat Islam dengan orang kafir. (Lihat Zaadul Masiir I/305)
Dan juga pendapat ini dijawab bahwasanya tujuan peperangan melawan orang-orang kafir adalah menundukkan mereka di bawah kekuasaan kaum muslimin dan menjalankan syari'at Islam di dalamnya dan bukan maksudnya memaksa setiap individu mereka untuk merubah agama mereka. (Majmu'ah Buhuts Fiqhiyyah karangan Dr. Abdul Karim Zaidan, hal. 56)
Atau hal ini juga dijawab bahwasanya Islam adalah agama yang bersifat universal, agama yang haq dan selainnya adalah agama yang bathil. Semua yang tidak beragama islam maka dia adalah celaka, oleh karena itu kewajibamn muslimin adalah menyelamatkan manusia dari kecelakaan dengan wasilah yang telah diberikan kepada mereka yaitu dimulai dengan dakwah kemudian dengan kekuatan apabila manusia itu masuk islam maka tercapailah tujuannya kalau tidak maka mereka harus masuk kedalam dzimmatul muslimin atau berdamai dalam jangka waktu tertentu kalau tidak maka yang ada adalah perang (lihat Mabadi'u nidhomil hukmi fil Islam karanagnn Dr. Abdul Hamid Mutawally hal 293). Sebagaimana disebutkan dalam hadits Buraidah :
إذا لقيت عدوك من المشركين فادعهم إلي ثلاث خصال أو خلال فأيتهن أجابوك فاقبل منهم وكفّ عنهم
"Apabila kamu menjumpai musuhmu dari orang-orang muusyrik maka tawarkanlah kepada mereka tiga perkara, mana saja yang mereka pilih terimalah dan jangan ganggu mereka."
Kemudian beliau menyebutkan tiga alternatif itu dengan urut yaitu : masuk Islam kemudian bayar jizyah kemdian perang.
4. Alloh berfirman:
لاَيَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ " إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَن تَوَلَّوْهُمْ وَمَن يَتَوَلَّهُمْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ "
"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. 60:8-9)
Jawaban:
Para ulama' tafsir berselisih pendapat tentang ayat ini, apaka ayat ini mansukh atau tidak.
Ø Berkata Ibnu Zaid dan Qotadah serta nukilan dari Ibnu Syihab Al-Khofaji bahwasanya ayat ini mansukh dengan ayat-ayat qital dalam surat at-taubah dan ayat-ayat qital yang lain.
Ø Sekelompok ahli tafsir berpandapat bahwasanya ayat ini memperbolehkan untuk berbuat baik atas ijin Alloh kepada perempuan dan anak-anak karena mereka adalah termasuk golongan yang tidak boleh diperangi. Dan mereka berpendapat bahwasanya ayat ini adalah muhkamah (tidak mansukh).
Ø Mujahid berpendapat bahwasanya yang dimaksud dalam ayat ini adalah mereka yang beriman di Mekah dan belum berhijroh, maka Alloh mengijinkan untuk berbuat baik kepada mereka.
Ø Sekelompok ahli tafsir berpendapat bahwasanya ayat ini sebagai rukhshohh untuk berbuat baik kepada orang-orang yang tidak memerangi umat Islam dan sebagai dalil atas bolehnya berbuat baik kepada mereka meskipun tidak boleh berwala' kepada mereka.
Dan Ibnu Jarir Ath-Thobari berkata:"Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah semua orang kafir yang tidak memerangi umat Islam, jika hal itu tidak sampai membuka rahasia umat Islam atau menguatkan mereka dengan persenjataan." (Lihat:Tafsir Ah-Thobari XXVIII/43 dan lihat Ayatul Ahkam karangan Muhammad 'Ali As-Sayis IV/139-140)
Sesungguhnya ayat pertama menerangkan bahwasanya Alloh tidaklah melarang kita untuk berbuat baik dan adil kepada orang-orang kafir yang tidak memerangi kita, namun ayat itu tidak menyatakan untuk tidak memerangi mereka. Dan berbuat baik itu tidaklah bertentangan dengan memerangi mereka. Kita berbuat baik dan adil kepada mereka sebelum berperang. Kemudian jika kita hendak memerangi mereka kitapun juga berbuat baik dan adil kepada mereka dengan mendakwahi mereka sebelum menyerang. Dan jika kita memerangi merekapun kita berbuat baik dan adil kepada mereka dengan tidak menmcincang mayat mereka, tidak membunuh perempuan dan anak-anak serta adab-adab perang yang lain dalam Islam. Dan jika perang telah usai dengan kemenangan di tangan umat Islam, maka kita tetap berbuat baik kepada mereka dengan membuka peluang untuk membebaskan tawanan dan juga berbuat adil dengan menebusnya serta yang lain-lainnya. Dengan demikian maka sebenarnya perintah untuk berbuat baik dan adil kepada mereka tidaklah bertentangan dengan perintah untuk memerangi mereka. Dengan demikian maka yang benar (wallohu a'lam) adalah pendapat yang dipilih oleh Ath-Thobari yaitu bahwasanya ayat tersebut tidaklah mansukh dan tidak pula terkhususkan.
Orang yang memperhatikan kepada dua ayat tersebut ia akan memahami bahwasanya dua ayat tersebut berbicara tentang dua macam manusia yang berbeda, namun kita akan mendapatkan tidak ada perbedaan hukum antara kedua golongan manusia ini. Ayat yang pertama membolehkan untuk berbuat baik kepada golongan yang pertama sedangkan ayat yang kedua tidak melarang untuk berbuat baik kepada golongan yang kedua namun hanya melarang untuk berwala' kepada mereka dengan ketentuan bahwasanya wala' juga terputus dari golongan yang pertama berdasarkan keumuman ayat yang melarang untuk berwala' kepada orang-orang kafir. Artinya berbuat baik dan adil itu bukan diperbolehkan kepada orang kafir ghoiril muharibin (yang tidak memerangi) saja akan tetapi juga diperbolehkan kepada orang-orang kafir muharibun juga. Dalilnya adalah ayat kedua yang melarang untuk berwala' kepada orang-orang kafir muharibun dan tidak melarang untuk berbuat baik dan adil kepada mereka, bahkan ada nas-nas lain menerangkan atas bolehnnya hal itu kepada mereka. Hal itu telah diingatkan oleh Imam Al-Mathlabi Muhammad bin Idris Asy-Syafi'I belau mengatakan dalam kitab Ahkamul Qur'an yang ditulis oleh Al-Baihaqi :"Dan hubungan baik dan harta, berlaku adil, berbicara lembut dan surat-menyurat berkaitan dengan hukum Alloh bukanlah termasuk wala' yang dilarang kepada orang-orang yang dilarang untuk memberikan perwala'an kepada mereka karena memerangi umat Islam. Hal itu karena Alloh membolehkan untuk berbuat baik dan adil kepada orang-orang musyrik yang tidak memerangi umat Islam dan tidak mengharamkannya kepada mereka yang memusuhi, akan tetapi Alloh hanya menyebutkan mereka yang memusuhi lalu Alloh melarang untuk berwala' kepada mereka. Sedangkan perwalian tidaklah sama dengan berbuat baik dan adil. Dahulu nabi mengambil tebusan dari tawana perang Badar, Abu 'Izzah Al-Jumahi diantara yang dibebaskan padahal dia telah diketahui permusuhannya terhadap nabi baik dengan lisan maupun dirinya, dan beliau juga membebaskan Tsumamah bin Utsal setelah perang Badar padahal dia sudah dikenal permusuhannya terhadap Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam dan beliaupun memerintahkan untuk membunuhnya namun beliau membebaskan setelah tertawan, dan masuk Islamlah Utsamah dan memboikot makanan penduduk Mekkah lalu mereka meminta kepada nabi untuk memberi makanan kepada mereka maka diijinkanlah oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan Alloh berfirman
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan." (QS. 76:8)
…… dan tawanan adalah termasuk orang-orang yang memusuhi Alloh dan Rosul-Nya. (Ahkamul Qur'an II/193-194)[8]
5. Jumhurul Fuqoha berpendapat bahwasanya haram membunuh wanita, anak – anak, orang tua dan orang yang semisal dengan mereka dalam pertempuran karena mereka tidak bisa bereperang (lihat Al-Fatawa Al-Hindiyyah II/ 195, Hasyiatud Dasuki II / 176, Al-Kafi karangan Ibnu Qudamah IV / 267, dan Al-Muhalla VII /471 masalah no. 926). Ini menunjukkan bahwasanya memerangi orang – orang kafir itu adalah karena mereka memerangi kita bukan karena sekedar kekafiran saja, karena kalau sebabnya itu hanya kekafiran saja, maka pasti wajib membunuh setiap orang kafir yang mukallaf ( lihat al 'Alaqot Ad-Dauliyyah fil Islam karangan Az-Zuhaily hal 25-28 ) .
Jawaban:
Hadits-hadits yang melarang membunuh anak-anak dan perempuanhanyalah merupakan dalil-dalil yang menjadi mukhoshshis dari perintah memerangi orang kafir secara umum. Lalu jumhur ulama' berpendapat bahwasanya anak-anak dan perempuan itu tidak boleh dibunuh disebabkan karena mereka bukan orang yang layak untuk ikut berperang, sehingga mereka menyamakan halnya dengan orang yang sakit, tua renta, para pendeta dan orang-orang semacam mereka. Oleh karena itu mereka mengatakan bahwasanya orang-orang yang diperangi adalah ahlul qital (orang yang layak berperang). Adapun mereka yang tidak berpendapat bahwasanya alasan dilarangnya membunuh perempuan dan anak-anak itu karena tidak mampu berperang, maka mereka tidak mengecualikan selain anak-anak dan perempuan. Dengan demikian maka orang yang diperangi adalah semua orang kafir selain anak-anak dan perempuan atau orang-orang yang tidak mampu berperang. Lalu kita setelah itu bisa katakan bahwasanya sebab disyari'atkannya perang itu adalah kekafiran dengan syarat orang yang diperangi tersebut adalah orang yang mapu berperang dan bukan orang yang tidak mampu berperang, sebagaimana yang dikatakan Syaikh Abdul 'Aziz bin Abdulloh bin Bazz di atas, atau bisa juga kita katakan bahwasanya yang menjadi penyebab adalah kemampuan berperang sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Rusyd dari sebagian ulama'.
Al-Qodli Abu Bakar Ibnul 'Arobi dalam menjawab masalah ini mengatakan:"Jika dikatakan;'kalau yang menyebabkan bolehnya dibunuh itu kekafiran, maka pasti semua orang kafir dibunuh sedangkan anda membiarkan dari kalangan orang kafir itu perempuan, pendeta dan orang-orang yang telah tersebut diatas'. Maka dijawab; sebenarnya kami membiarkan mereka, padahal pada mereka ada alasan untuk boleh dibunuh karena ada manfaat dan maslahat padanya. Adapun manfaatnya adalah menjadikannya budak bagi golongan yang boleh dijadikan budak, maka dengan demikian ia menjadi harta dan pembantu, dan ini adalah ghonimah yang Alloh halalkan. Sedangkan maslahatnya adalah sesungguhnya kalau pendeta itu dibiarkan, hal tersebut akan mendorong para lelaki mereka untuk tidak ikut berperang dengan demikian melemahlah peperangan mereka dan sedikitlah kelompok mereka kemudian kita akan lebih banyak menguasai mereka." (Ahkamul Qur'an I/109)[9]