berbagi pengetahuan tentang Islam diakhir zaman.بِـسْـمِ اللهِ

Premium Blogger Themes - Starting From $10
#Post Title #Post Title #Post Title

Homofobia meningkat

Sebuah survei baru yang diterbitkan pada hari Minggu (21/10)
mengungkapkan bahwa intoleransi minoritas berkembang, dengan tingkat
tertinggi permusuhan diarahkan pada komunitas gay dan lesbian.
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menemukan dalam jajak pendapatnya,
bahwa 80,6 persen dari populasi sampel keberatan untuk memiliki gay
atau lesbian sebagai tetangga. Angka tersebut melonjak secara
signifikan dari 64,7 persen pada tahun 2005. (Lihat The Jakarta Post,
22 Oktober 2012).

LSI juga menemukan bahwa intoleransi kaum homoseksual lebih tinggi
dari keengganan responden terhadap orang-orang mengikuti agama yang
berbeda, berselisih 15,1 persen. Untuk survei, LSI mewawancarai 1.200
responden antara 1 Oktober dan 8 Oktober. Para responden malah lebih
suka tinggal bersebelahan dengan apa yang mereka anggap sebagai
pengikut aliran sesat seperti Syi'ah dan Ahmadiyah, bukan dengan gay
atau lesbian. Survei menunjukkan bahwa 41,8 persen dan 46,6 persen
dari responden merasa tidak nyaman tinggal di samping pengikut Syiah
atau Ahmadiyah.

"Sebagian besar responden menunjukkan intoleransi [terhadap
kelompok-kelompok minoritas] adalah laki-laki, orang-orang yang
berpenghasilan rendah dan terbatas-pendidikan," kata peneliti LSI
Ardian Sopa saat jumpa pers pada hari Minggu sore.

60 persen responden yang mengaku intoleransi adalah laki-laki. Lebih
dari 67 persen dari mereka adalah berpendidikan atau lulusan SMA yang
terbaik. LSI juga menemukan bahwa 63,4 persen responden yang mengaku
toleran terhadap kelompok minoritas memperoleh pendapatan Rp 2 juta
(US $ 208,49) atau kurang per bulan. Sebelumnya pada bulan Juni 2012
lalu, sebuah survei yang diterbitkan oleh Centre for Strategic and
International Studies (CSIS) menegaskan asumsi luas bahwa intoleransi
agama meningkat di negeri ini. Survei CSIS dilakukan antara 16 Januari
dan 24 Januari tahun ini, menemukan bahwa meskipun 83,4 persen
responden mengatakan bahwa mereka tidak punya masalah dengan tetangga
dari kelompok etnis yang berbeda, tapi 79,3 persen keberatan dengan
pernikahan antar-agama.

Direktur kelompok nirlaba Yayasan Denny JA, Novriantoni Kahar,
mengatakan bahwa survei ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki jalan
panjang untuk untuk dapat menerima homoseksualitas. "Ini akan sangat
sulit karena tingkat penerimaan bahkan lebih rendah dari yang
diberikan kepada orang-orang dari berbagai agama atau etnis," katanya.

Novriantoni mengatakan apa yang pemerintah perlu lakukan adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat, karena intoleransi sebagian besar
ditunjukkan oleh warga miskin. "Pemerintah perlu berbuat lebih banyak
untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi. Orang-orang yang menganggur
atau miskin dengan mudah dapat terpancing untuk menyerang kelompok
minoritas, "katanya.

Dihubungi The Jakarta Post secara terpisah, Hartoyo, seorang eksekutif
dari organisasi pemberdayaan LGBT (lesbian, gay, biseksual dan
transgender) menyalahkan kelompok-kelompok Islam radikal dan media
dalam pertumbuhan homofobia ini. Hartoyo mengatakan bahwa mayoritas
penduduk mengambil ide karena dipromosikan kelompok garis keras Islam,
yang mengutuk homoseksualitas sebagai perbuatan dosa dan produk budaya
Barat. Menurut The Jakarta Post, pada bulan Mei lalu,
kelompok-kelompok Islam radikal membubarkan peluncuran sebuah buku
baru yang diluncurkan oleh aktivis Muslim Kanada Irshad Manji karena
ditakutkan dia akan mempromosikan lesbianisme di negara ini.

Media juga berbagi karena hanya mempromosikan stereotip dan karikatur
dari orang gay. Hartoyo mengatakan. "Beberapa media, terutama portal
berita online dan saluran TV yang mudah diakses oleh orang-orang
cenderung untuk memberikan laporan yang tidak seimbang tentang kami
atau menggambarkan bahwa kita hanya sebagai badut." Dia mengatakan
bahwa dalam jangka panjang, homofobia tumbuh lebih lanjut bisa
memperburuk ketidakadilan terhadap masyarakat. "Lihat saja Dede
Oetomo, seorang sosiolog terkenal dan aktivis hak asasi manusia".
Setelah ia diangkat sebagai calon anggota Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM), masyarakat mulai rewel tentang orientasi
seksualnya dan diabaikan prestasi gemilangnya. Jadi, bagaimana mungkin
orang seperti saya bisa menjadi menteri ?"kata Hartoyo. (nh/sumber:The
Jakarta Post/Yps).

--
ttd.


M. Alie Marzen

Leave a Reply

    close
    Banner iklan disini

    Kunjungan Anda

    Total Tayangan Halaman