MEMBONGKAR SYUBHAT
PARA PEMBELA
THAGHUT
**
*
PENULIS
SYAIKH ABU MUHAMMAD `ASHIM
AL MAQDISY
**
*
ALIH BAHASA
ABU SULAIMAN
AMAN ABDURRAHMAN Lc
DAFTAR ISI
Hal
- Judul ……………………………………………… 1
- Muqaddimah Cetakan Pertama…………………… 2
- Muqaddimah Penulis……………………………………………. 6
- Pokok Syubhat – Syubhat………………………... 11
- SYUBHAT PERTAMA
Penguasa itu tidak Kufrun Akbar tapi
Kufrun Duuna Kufrin…………………………… 12
- SYUBHAT KEDUA
Sesungguhnya Mereka Itu Mengucapkan
Laa Ilaaha Illallah………………………………. 40
- SYUBHAT KETIGA
Sesunguhnya Mereka Itu Shalat Dan Shaum…... 63
- SYUBHAT KEEMPAT
Siapa Yang Mengkafirkan Orang Islam
Maka Dia Telah Kafir………………………….. 73
- SYUBHAT KELIMA
Diudzur Karena Kejahilan……………………... 81
- SYUBHAT KEENAM
Terpaksa, Tertindas, Sumber Pencaharian,
dan Maslahat………………………………….. 98
- Khatimah……………………………………... 109
MUQADDIMAH
CETAKAN PERTAMA
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah dan orang – orang yang loyalitas kepadanya, wa ba'du :
Ini adalah salah satu risalah penjara yang telah saya tulis saat saya mendekam di penjara Sawwaqah tahun 1416 H untuk membantah syubhat – syubhat terbesar orang – orang yang membela-bela[1] bala tentara[2] dan penghusung[3] qawaaniin (undang – undang) buatan.
Dan syubhat-syubhat itu ada setelah tersebarnya dakwah kami dengan karunia Allah subhaanahu wa ta'aala di dalam dan di luar penjara, sehingga dengan tersebarnya dakwah itu kaum muwahidin mendapatkan angin segar dan orang – orang mulhidin serta kaum musyrikin pun merasa kepanasan lagi berang.
Maka semenjak itu mulailah berbangkitan orang – orang yang membela mereka, orang – orang yang ciut dari mengkafirkan dan menjihadinya dari kalangan jama'ah Tajahhum[4] dan Irja,[5] mereka mendengung – dengungkan syubhat – syubhat semacam ini, dan mereka berusaha dengannya untuk menghalangi dakwah tauhid, dan menambal/menutupi/melenggangkan jalan bagi para penghusung kemusyrikan.
Saya telah menulis lembaran – lembaran ini dengan uslub/metode yang sesuai dengan keadaan untuk memudahkan bantahan terhadap mereka serta terhadap syubhat – syubhatnya, juga untuk mempermudah bagi ikhwan – ikwan yang baru bergabung dengan dakwah yang penuh berkah ini. Dan apa yang saya harapkan itu dengan karunia Allah Alhamdulillah biasa terealisasi, sehingga orang – orang 'awam dari kalangan muwahidin mampu mematahkan dengan telak dalam masalah ini dalih orang – orang yang merasa bangga bahwa mereka itu adalah alumni fakultas syari'ah dan fakultas lainnya. Ini semua sebagai pembuktian ucapan Syaikhul Islam Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalam kitabnya Kasyfusyubuhat : (Bisa jadi musuh – musuh tauhid itu memiliki ilmu yang banyak sebagaimana firman Allah subhaanahu wa ta'aala, "Maka tatkala datang kepada mereka rasul – rasul (yang diutus kepadanya) mereka dengan membawa keterangan – keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka, dan mereka dikepung oleh adzab Allah yang selalu mereka perolok – olokan," (Ghafir:83), dan wajib atas setiap muslim untuk mempelajari dari dien ini apa yang bisa menjadi senjata baginya, yang dengan senjatra itu dia bisa menghadang dan menghadapi setan – setan itu,[6] sehingga dia tidak merasa takut dan sedih karena, "sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah," (An Nisa:76)
(Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah) berkata: Dan satu orang awam dari kalangan muwahidin mampu mengalahkan seribu orang dari kalangan ulama kaum musyrikin, sebagaimana firman Allah subhaanahu wa ta'aala, "Dan seseungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang," (Ash Shaaffaat:173). Tentara Allah itu merekalah yang menang dengan pedang dan tombak.
Pada saat itu ikhwan kami di penjara memperbanyak tulisan ini dan menyebarkannya di kalangan para penghuni penjara yang sangat beragam masalah dan kasus yang mereka alami, sebagaimana kami juga membagi – bagikannya kepada banyak para polisi, tentara dan para perwira yang kami dakwahi mereka itu untuk baraa'ah dari kemusyrikan – kemusyrikan undang – undang mereka serta dari kekafiran para thaghutnya. Kemudian ternyata banyak di antara mereka malah berlindung di balik syubhat – syubhat semacam ini. Saat saya menulisnya sama sekali tidak ada dugaan bahwa tullisan ini akan dicetak dan disebarkan secara lengkap dan lebih rinci seperti risalah Imtaa'un Nadhri Fi Kasyfi Syubuhaati Murji'atil 'Ashri dan risalah lainnya, apalagi tulisan ini saya tulis dengan sangat ringkas dan hanya berpegang kepada ma'lumat yang ada di benak dan di kepala, ini karena susahnya mencari rujukan di dalam penjara, kemudian setelah dibebaskan saya dikagetkan dengan keberadaan tulisan itu telah disebarkan lewat internet dan dicopy serta beredar luas dikalangan para pemuda karena statusnya yang ringkas dan mudah, padahal masih adanya salah cetak, kalimat yang gugur, dan kekurangan yang nampak di sebagian tempat. Dan hal itulah yang mendorong saya untuk mengkoreksi ulang cetakan itu atas permintaan sebagian ikhwan untuk menjaganya dari kalimat yang gugur dan kekurangan sesuai dengan kemampuan serta mempersiapkannya untuk dicetak,"Dan tidak ada taufiq bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah."
Saya memohon kepada Allah suhaanahu wa ta'aala agar menjadikan risalah ini bermanfaat, meneguhkan kami serta menolong kami untuk selalu bisa membela agama-Nya, dan menerima segala upaya dan usaha kami karena sesungguhnya Dia adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengatahui. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi-Nya Muhammad, keluarganya dan seluruh para sahabatnya.
Shafar 1420 H
MUQADDIMAH
Segala puji hanya milik Allah Rabul 'aalamiin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada penutup para nabi dan rasul, wa a'du :
Ini adalah syubhat – syubhat yang selalu didengung – dengungkan oleh orang – orang yang membela para tentara thaghut dan para penghusung qawaaniin, sehingga pada akhirnya syubhat – syubhat itu dipegang dan diambil pula oleh para penghusung/pasukan yang musyrik itu, yang dimana mereka itu tidak mengetahui dari dien ini kecuali namanya saja, dan tidak mengetahui dari syi'ar – syiarnya kecuali sekedar ritual belaka. Kemudian dengan syubhat – syubhat itu mereka mendebat kaum muwahidin, dan menghujat kaum muslimin dalam rangka melegalkan kemusyrikan mereka, kebatilannya, serta pembelaannya terhadap thaghut yang padahal sesuatu yang paling pertama Allah subhaanahu wa ta'aala fadhukan atas mereka adalah menjauhi thaghut itu dan kafir terhadapnya.
Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman :
ô‰s)s9ur $uZ÷Wyèt/ 'Îû Èe@à2 7p¨Bé& »wqß™§' Âcr& (#r߉ç6ôã$# ©!$# (#qç7Ï^tGô_$#ur |Nqäó»©Ü9$# ( ÇÊÊÌÈ
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap – tiap umat (untuk menyerukan_ : Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu, "(An-Nahl : 36)
Dan firman – Nya subhaanahu wa ta'aala :
ƒÌ ムbr& (#þqßJx.$yÛtFtƒ 'n<Î) ÏNqäó»©Ü9$# ô‰s%ur (#ÿrâ ÉDé& br& (#rã àÿõ3tƒ ¾ÏmÎ ÇÊÊÌÈ
"Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah untuk kafir terhadap thaghut itu. " (Qs: An - Nisaa': 60)[7] (Lalu orang – orang yang dhalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak dipeintahkan kepada mereka), yang seharusnaya mereka itu kafir terhadap thaghut itu, malah mereka justru menjaganya, melindunginya, membela untuk mempertahankannya, dan menjadi pasukan yang selalu siap, dan garda yang selalu setia setap saat, mereka mengorbankan jiwa raganya demi mempertahankannya, serta mereka mengerahkan waktu dan usia mereka demi menjaga keutuhannya.
Dan saat kami mendakwahi banyak dari kalangan mereka untuk bertauhid, dan baraa'ah dari kemusyrikan dan tandiid (penetapan tandingan bagi Allah), ternyata mereka mendebat (kami) dengan syubhat – syubhat yang telah dibiskan oleh setan – setan jin dan manusia kepada mereka yang dengannya mereka kaburkan yang hak dengan kebatilan, serta cahaya dengan kegelapan. Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman :
y7Ï9ºx‹x.ur $oYù=yèy_ Èe@ä3Ï9 @cÓÉ<tR #xr߉tã tûüÏÜ»u‹x© ħRM}$# Çd`Éfø9$#ur ÓÇrqムöNßgàÒ÷èt/ 4'n<Î) <Ù÷èt/ t$ã ÷zã— ÉAöqs)ø9$# #Y'rá äî 4 öqs9ur uä!$x© y7•/u' $tB çnqè=yèsù ( öNèdö'x‹sù $tBur šcrçŽtIøÿtƒ ÇÊÊËÈ #ÓxöóÁtGÏ9ur ÏmøŠs9Î) äoy‰Ï«øùr& tûïÏ%©!$# Ÿw šcqãZÏB÷sムÍot ÅzFy$$Î/ çnöq|Ê÷Žz Ï9ur (#qèùÎŽtIø)u‹Ï9ur $tB Nèd šcqèùÎŽtIø)•B ÇÊÊÌÈ
"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap – tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan – syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikan kepada sebagahian yang lain perkataan – perkataan yang indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada – adakan. Dan (juga) agar hati kecil orang – orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (syaitan) kerjakan, " (Qs: Al An'aam : 112-113).
Allah subhanahu wa ta'aala telah menjelaskan bahwa hati kecil orang – orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhiratlah yang cenderung kepada perkataan – perkataan yang indah (yang mengandung tipuan). Hati semacam itulah yang rela dengan syubhat – syubhat tersebut dalam rangka menyembunyikan kebatilan mereka, dan dengannya mereka menyembunyikan kemusyrikan mereka itu, serta supaya bisa mengerjakan apa yang mereka kerjakan.
Allah subhanahu wa ta'aala berfirman dalam ayat yang lain :
öqs9 (#qã_t yz /ä3‹Ïù $¨B öNä.rߊ#y— žwÎ) Zw$t6yz (#qãè|Ê÷rV{ur öNä3n=»n=Ï{ ãNà6tRqäóö7tƒ spuZ÷FÏÿø9$# óOä3‹Ïùur tbqã軣Jy™ öNçlm; 3 ª!$#ur 7OŠÎ=tæ tûüÏJÎ=»©à9$$Î/ ÇÍÐÈ
"Jika mereka berangkat bersama – sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas – gegas maju ke muka di celah – celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antaramu, sedang di antaramu ada orang – orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang – orang yang dhalim." (Qs:At Taubah : 47).
Allah subhaanahu wa ta'aala menjelaskan bahwa diantara barisan kaum muslimin ada orang yang terkadang mendengarkan penggembosan orang – orang munafiq dan syubhat – syubhat para penebar kebohongan.
Karena alasan itu semua, kami dalam lembaran – lembaran ini ingin membantah syubhat – syubhat mereka terbesar, dengan sedikit ringkas yang sesuai dengan keadaan, tempat dan zaman, sehingga memungkinkan untuk ditelaah oleh para tentara thaghut itu, juga oleh orang – orang yang membela – bela mereka serta yang lainnya dari kalangan orang – orang yang terpengaruh dengan syubhat – syubhat itu. Padahal hakikat syubhat – syubhat tersebut adalah sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair :
Syubhat – syubhat yang gugur bagaikan kaca yang engkau kira benar
Sedangkan setiap sesuatu itu bisa memecahkan lagi bisa dipecahkan.
Mudah – mudahan dengan lembaran – lembaran ini Allah membukakan telinga – telinga yang tuli, mata – mata yang buta, dan hati – hati yang tertutup, karena sesungguhnya Dia itu yang berwenang untuk itu dan kuasa atasnya, Dialah Penolong kita, sebaik – baiknya Yang Mengasihi dan Yang Menolong.
Penjara Sawwaqah, Rabi'ul Awwal 1416 H
Abu Muhammad Al Maqdisiy.
POKOK SYUBHAT – SYUBHAT
Syubhat –syubhat yang kami bantah dalam lembaran – lembaran ini adalah :
· Penguasa itu tidak kafir kufrun akbar tapi kufrun duuna kufrin.
· Sesungguhnya mereka itu mengucapkan Laa ilaaha Illallaah.
· Sesungguhnya mereka itu shalat dan shaum.
· Siapa yang mengkafirkan orang Islam maka dia telah kafir.
· Udzur jahil.
· Terpaksa, tertindas, sumber pencaharian, dan mashlahat.
SYUBHAT PERTAMA
Penguasa itu Tidak Kafir Kufrun Akbar
Tapi Kufrun Duuna Kufrin.
Al Mujaadiluun (orang – orang yang membela) bala tentara qawaaniin itu berkata : Kami tidak sepaham dengan kalian dalam ashl (pokok ) yang kalian jadikan sebagai landasan untuk mengkafirkan para pendukung penguasa / pemerintah dari kalangan intelejen, para tentara/polisi dan yang lainnya, karena kekafiran pemerintahan – pemerintahan ini menurut kami adalah sekedar kufrun duuna kufrin sebagaimana yang dikatakan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma. Sehingga setiap cabang yang kalian bangun di atasnya untuk mengkafirkan para penguasa dengan kufrun akbar adalah tidak benar menurut hemat kami."[8]
Maka kita jawab : Tidak ada satu masalahpun melainkan pasti ada perselisihan pendapat manusia di dalamnya, akan tetapi hal itu tidak berarti boleh dipelintirkan dan tidak boleh mengetahui yang benar di dalmnya, sebab tidak setiap perbedaan itu bisa dianggap. Kebenaran itu hanyalah satu tidak berbilang, Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman :
#sŒ$yJsù y‰÷èt/ Èd,ysø9$# žwÎ) ã@»n=žÒ9$# ÇÌËÈ
"Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, malainkan kesesatan." (Qs.Yunus : 32).
Dan firman – Nya subhaanahu wa ta'aala :
4 öqs9ur tb%x. ô`ÏB ωZÏã ÎŽö xî «!$# (#r߉y`uqs9 ÏmŠÏù $Zÿ»n=ÏF÷z$# #ZŽ ÏWŸ2 ÇÑËÈ
"Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya."
(Qs. An Nisa : 82).
Oleh sebab itu para ulama berkata bahwa ikhtilaf tanawwu' itu bisa saja, karena itu adalah ikhtilaf dalam furuu' yang bisa bersumber dari perbedaan dalam penilaian shahih atau dhaifnya suatu hadits, atau karena tidak sampainya hadits itu kepada si ahli fiqh dan sebab – sebab lainnya.
Adapun ikhtilaf tadhaadd terutama dalam masalah yang paling penting dalam dien ini seperti syirik dan tauhid, iman dan kafir, maka tidak boleh dan tidak halal bagi seorangpun untuk rela dengannya, atau mengkuinya, atau loyalitas kepada kaum murtaddin dan ahli syirik, atau membelanya, atau berkasih sayang dengannya. Dan justeru harus divonis tuntas dengan tegas dalam masalah – masalah yang dibangun di atasnya autsaqu 'ural iimaan (ikatan iman yang paling kokoh), serta cepat sampai kepada kebenaran di dalamnya, karena Allah subhaanahu wa ta'aala tidak membiarkan kita begitu saja dan tidak menciptakan kita sia – sia belaka :
óOçFö7Å¡yssùr& $yJ¯Rr& öNä3»oYø)n=yz $ZWt7tã öNä3¯Rr&ur $uZøŠs9Î) Ÿw tbqãèy_ö è? ÇÊÊÎÈ
"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main – main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami ?," (Qs. Al Mu'minuun :115).
Dan Allah subhaanahu wa ta'aala tidak mengalpakan sesuatupun dalam Al Kitab, Dia berfirman :
4 $¨B $uZôÛ§ sù 'Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx« ÇÌÑÈ
"Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab," (Qs.Al An'am : 38).
Tiada satupun kebaikan melainkan Allah telah memberikan petunjuk kita atas hal itu dan menganjurkan untuk meraihnya. Dan tidak ada satu keburukanpun melainkan Allah telah mengingatkan kita dari hal itu dan menghati – hatikan dari bahayanya :
š Î=ôguŠÏj9 ô`tB š n=yd .`tã 7poYÍh‹t/ 4Óz óstƒur ô`tB †yr .`tã 7poYÍh‹t/ 3 ÇÍËÈ
"Yaitu agar orang yang binasa itu binasa dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata pula," (Qs. Al Anfaal : 42 ).
dan masalah ini yaitu kafirnya para penguasa dan thaghut – thaghut itu bagi orang yang paham akan diennya dan telah mengetahui tauhidnya adalah lebih terang daripada matahari di siang bolong, akan tetapi tidak aneh apabila cahaya matahari itu menjadi samar atas orang yang ada penyakit belek di matanya.[9]
Dan maksud kami di sini Insya Allah ta'aalaa adalah mengobati belek itu dan menghilangkan yang mengaburkannya dengan pancaran tauhid dan dengan obat itsmid dari Al Kitab dan Assunnah.
Maka kami katakana : ketahuilah terlebih dahulu bahwa sesungguhnya thaghut – thaghut itu tidak dikafirkan dari satu sisi saja sehingga pengkafirannya bisa dibantah dengan syubhat yang rapuh yang dibangun di atas ucapan yang dinisbatkan kepada Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, "kufrun duna kufrin," akan tetapi thagut – thagut itu dikafirkan dari banyak sisi yang beraneka ragam :
Diantaranya : Sesunguhnya syahadat tauhid Laa ilaaha Illallaah itu memiliki dua rukun yang sangat mendasar yang di mana salah satunya tidak bisa berdiri sendiri tanpa yang satunya lagi.
Untuk diterima dan sahnya syahadat ini harus didatangkan kedua rukun itu seluruhnya, yaitu penafian (Laa ilaaha) dan penetapan (illaallaah) atau al kufru bith thaghut wal iimaan billah, sebagaimana yang telah Allah subhaanahu wa ta'aala jelaskan dalam firman-Nya :
sù ö àÿõ3tƒ ÏNqäó»©Ü9$$Î/ -ÆÏB÷sãƒur «!$$Î/ ωs)sù y7|¡ôJtGó™$# Íouró ãèø9$$Î/ 4's+øOâqø9$# Ÿw tP$|ÁÏÿR$# $olm; ÇËÎÏÈ
"Karena itu barangsiapa ingkar kepada thaghut dan beriman kepad Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus" (Qs. Al Baqarah : 256).
Siapa orangnya yang tidak menggabungkan antara dua rukun ini maka dia itu tidak berpegang kepada al 'urwah al wusqaa (tauhid), dan sedangkan orang yang tidak berpegang kepada al 'urwah al wusqaa maka dia itu binasa bersama orang – orang yang binasa, karena dia bukan tergolong dalam jajaran kaum muwahhidiin, akan tetapi dia berada dalam deretan kaum musyrikin atau orang – orang kafir.
Para penguasa yang telah menjadikan bersama Allah tandingan – tandingan yang membuat hukum dan perundang – undangan itu, kalau seandainya kita percayai klaim mereka bahwa mereka itu beriman kepada Allah, tentu ini tidak cukup untuk masuk di dalam lingkungan tauhid, sebab masih ada satu rukun lain yang Allah sebutkan di dalam ayat itu sebelum rukun beriman kepada – Nya karena keberadaannya yang sangat penting, yaitu al kufru biththaghut (kafir terhadap thaghut).
Jadi iman mereka terhadap Allah tanpa kufur terhadap thaghut adalah sama seperti imannya orang – orang Quraisy terhadap Allah tanpa disertai kafir terhadap thaghut – thaghut mereka. Dan merupakan suatu yang maklum bahwa iman semacam ini sama sekali tidak bermanfaat bagi orang – orang Quraisy, darah dan harta mereka tidak terjaga dengannya sehingga mereka menyertakan terhadapnya baraa'ah dan kafir kepada thaghut – thaghut mereka. Dan adapun sebelum itu dilakukan maka keimanan mereka yang masih bercampur dengan kemusyrikan yang nyata itu sama sekali tidak berguna bagi diri mereka, baik di dunia[10] ataupun di akhirat[11], Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman :
$tBur ß`ÏB÷sムNèdçŽsYò2r& «!$$Î/ žwÎ) Nèdur tbqä.ÎŽô³•B ÇÊÉÏÈ
"Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan – sembahan yang lain)," (Qs. Yusuf : 106).
syirik itu membatalkan keimanan dan menghapuskan seluruh malan, Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman :
÷ûÈõs9 |Mø.uŽõ°r& £`sÜt6ósu‹s9 y7è=uHxå £`tRqä3tGs9ur z`ÏB z`ƒÎŽÅ£»sƒø:$# ÇÏÎÈ
"Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang – orang yang rugi," (Qs. Az Zumar : 65).
Dan suatu yang maklum bahwa para penguasa itu tidak kafir terhadap thaghut – thaghut timur dan barat, serta mereka tidak berlepas diri darinya, bahkan justeru mereka itu beriman kepada thaghut – thaghut itu, loyalitas terhadapnya, dan berhakim kepada mereka dalam menyelesaikan persengketaan dan perselisihan,[12] mereka rela dengan hukum thaghut – thaghut yang kafir itu dan dengan undang – undang internasionalnya di bawah naungan dan payung PBB dan mahkamah internasionalnya yang kafir itu.[13]
Dan begitu juga thaghut- thaghut arab dan perjanjian/kesepakatan mereka yang sama persis dengan kesepakatan internasional PBB yang mulhid lagi kafir.[14]
Mereka (para penguasa) terhadap semua thaghut – thaghut itu adalah teman dekat, auliyaa, dan budak – budak yang tidak menjuhinya, dan tidak menjauhi pembelaan terhadap mereka dan dukungannya terhadap kemusyirikan mereka itu, sehingga mereka bisa keluar dari kemusyrikan yang di mana mereka telah masuk di kubangannya, dan setelah (melakukan) itu semua baru bisa dihukumi sebagai orang Islam.
Bila saja status thaghut – thaghut arab itu masih samar/kabut di mata orang yang berbelek, akan tetapi status thaghut – thaghut kekafiran barat dan timur dari kalangan nasrani, budha, komunis, hindu, dan yang lainnya adalah tidak samar lagi demi Allah kecuali atas orang yang buta. Namun demikian para penguasa (thaghut – thaghut) arab[15] itu adalah saudara dan sahabat karib bagi thaghut – thaghut tadi, mereka tidak kafir kepadanya, dan justeru mereka diikat dengan hubungan persaudaraan, kedekatan dan saling menyayangi, mereka diikat dengan perjanjian kafir PBB, dan saat terjadi persengketaan merekapun merujuk ke mahkamah kafir internasional yang bersarang di Denhaag.[16]
Mereka tidak merealisasikan rukun tauhid yang paling pertama dan paling penting (al kufru bith thaghut) sehingga dengannya mereka bisa dihukumi muslim. Ini bila kita mengalah mau menerima bahwa mereka itu telah mendatangkan rukun tauhid yang lain yaitu (al iman billaah), maka bagaimana keadaanya bila di samping itu semua sesungguhnya diri mereka itu juga adalah thaghut – thaghut yang disembah selain Allah,[17] mereka membuat hukum dan perundang – undangan bagi manusia, mereka mengajak rakyatnya untuk mentaatinya, serta memaksa mereka untuk mematuhi undang- undangnya yang batil ini sebagaimana yang akan datang penjelasannya.
Mereka dikafirkan juga dari status istihzaa' (perolok – olokan) mereka terhadap Allah dan Syari'at-Nya.
Dan pelegalan yang mereka berikan kepada setiap orang yang memperolok – olok (syari'at) Allah lewat Koran, siaran radio, atau televisi, dan yayasan – yayasan yang mereka lindung dan mereka jaga dengan undang – undang dan aparat hukumnya.
Sedangakan Allah subhaanahu wa ta'aala telah mengatakan :
ö@è% «!$$Î/r& ¾ÏmÏG»tƒ#uäur ¾Ï&Î!qß™u'ur óOçFYä. šcrâäÌ"öktJó¡n@ ÇÏÎÈ Ÿw (#râ'É‹tG÷ès? ô‰s% Länö xÿx. y‰÷èt/ óOä3ÏY»yJƒÎ) ÇÏÏÈ
"Katakanlah : "Apakah dengan Allah, ayat – ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok – olok ?" tidak usah kamu minta maaf karena kamu kafir sesudah beriman." (Qs. At Taubah : 65-66).
Ayat ini turun berkenaan dengan orang – orang yang asalnya muslim, mereka shalat, shaum, zakat, dan keluar ikut dalam peperangan yang tergolong peperangan terbesar bagi kaum muslimin, namun demikian Allah subhaanahu wa ta'aala telah mengkafirkan mereka tatkala muncul dari mereka ungkapan – ungkapan yang dengannya mereka memperolok – olok para penghapal Al Qur'an (para sahabat). Maka apa gerangan dengan makhluk – makhluk hina itu (para penguasa sekarang maksudnya) yang tidak menghargai keagungan agama allah, dan mereka telah menjadikan dien ini sebagai mainan dan bahan perolok – olokan bagai setiap orang hina, serta mereka meletakkannya di belakang punggungnya.
Dan lebih dasyat dari itu semua adalah mereka itu mensejajarkan dien ini dengan undang - undang dan hukum – hukum mereka yang hina. Mereka bertarung suara di atasnya, dan mereka bermusyawarah dalam hal perintah – perintah dan larangan – larangannya bersama orang – orang sekuler, orang – orang nasrani, dan orang – orang mulhid. Maka apakah ada bentuk perolok – olokan dan peghinaan yang lebih besar dari ini ?
Mereka dikafirkan juga dari sisi loyalitas mereka terhadap orang – orang musyrik barat dan timur, serta kerjasama mereka dengan orang – orang musyrik itu untuk menghabisi/membungkam kaum muwahhidiin.
Baik itu dengan akad kesepakan keamanan yang dengan jalur ini mereka saling tukar menukar informasi tentang kaum muwahhidiin yang mereka cap sebagai teroris dan Islam militan (garis keras). Dan dengan jalur kesepakatan ini diserahkanlah kaum muwahhidiin dan mujahidiin kepada musuh – musuh mereka dari kalangan thaghut – thaghut negara – negara lain.[18] Sedangkan Allah subhaanahu wa ta'aala telah berfirman :
* 4 `tBur Nçl°;uqtGtƒ öNä3ZÏiB ¼çm¯RÎ*sù öNåk÷]ÏB ÇÎÊÈ
"Barangsiapa di antara kami mengambil mereka menjadi pemimpuin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka". (Qs. Al Maaidah : 51).
Oleh sebab itu Syaikh Muhammad Ibnu abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam hal – hal yang membatalkan keislaman : Pembatal yang ketiga : Mendukung dan bekerja sama dengan orang – orang musyrik untuk membinaskan/membabat kaum muwahhidin adalah kekafiran.
Cucu beliau Syaikh Sulaiman Ibnu Abdillah Ibnu Muhammad Ibnu abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam risalahnya Hukmu Muwaalaati Ahli Isyraak saat menjelaskan firman-Nya :
* öNs9r& t s? 'n<Î) šúïÏ%©!$# (#qà)sù$tR tbqä9qà)tƒ ÞOÎgÏRºuq÷z\} tûïÏ%©!$# (#rã xÿx. ô`ÏB È@÷dr& É=»tGÅ3ø9$# ÷ûÈõs9 óOçFô_Ì ÷zé& Æy_ã ÷‚uZs9 öNä3yètB Ÿwur ßì‹ÏÜçR óOä3ŠÏù #´‰tnr& #Y‰t/r& bÎ)ur óOçFù=Ï?qè% ö/ä3¯RuŽÝÇYuZs9 ª!$#ur ߉pkô¶tƒ öNåk¨XÎ) tbqç/É‹»s3s9 ÇÊÊÈ
"Apakan kamu tidak memperhatikan orang – orang munafiq yang berkata kepada saudara – saudar mereka yang kafir di antara ahli kitab :". Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersama kalian: dan kami selama – lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kalian, dan jika kalian diperangi pasti kami akan membantu kalian". Dan Allah menyaksikan, bahwa sesungguhnya mereka benar – benar pedusta. (Qs. Al Hasyr : 11).
Sesungguhnya ayat – ayat ini turun berkenaan dengan orang – orang yang mereka itu menampakkan keislaman, dan hal itu diterima dari mereka di dunia ini sehingga mereka itu diperlakukan layakanya kaum muslimin, karena orang – orang muslim itu diperintahkan untuk menghukumi sesuai dhahir, akan tetapi tatkala meteka mengadakan kesepakatan untuk melawan kaum muwahhidiin padahal Allah mengtahui bahwa mereka itu dusta dalam kesepakatan ini, telah dijalin di antara mereka dengan ahli kitab kesepakan ukhuwwah dan Allah mensifati mereka bahwa mereka itu adalah saudara – saudara ahli kitab, dan ini adalah takfir bagi mereka. Ini adalah makna ucapan beliau rahimahullah.
Maka apa gerangan dengan orang yang mengikat berbagai macam kesepakatan saling membantu dengan kaum timur atau dari barat, dia memerangi kaum muwahhidiin, dan menyerahkan mereka kepada pemerintah – pemerintahnya ? tidak diragukan lagi, bahwa ini masuk lebih utama dalam hukum tersebut.
Mereka dikafirkan dari sisi bahwa mereka menjadikan demokrasi sebagai dien yang mereka anut pengganti dienullaah.
Allah subhaanahu wa ta'aala telah berfirman :
¨bÎ) šúïÏe$!$# y‰YÏã «!$# ÞO»n=ó™M}$# ÇÊÒÈ
"Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam. (Qs. Ali Imran : 19).
Islam adalah dienullah yang haq yang dengannya Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam diutus.
Adapun demokrasi adalah dien yang telah diciptaan oleh orang – orang Yunani. Dan ini tidak diragukan lagi bukanlah bagian dari dienul Islam, sehingga secara pasti bukanlah bagian dari kebenaran.
#sŒ$yJsù y‰÷èt/ Èd,ysø9$# žwÎ) ã@»n=žÒ9$# ( ÇÌËÈ
"Maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan". (Qs. Yunus : 32).
Sedangkan para penguasa itu menyatakan dan selalu meneriakan dalam keadaan rela lagi tidak terpaksa, bahkan mereka merasa bangga dan girang bahwa demokrasi adalah pilihan mereka satu – satunya dan bukan Islam.
Demokrasi dengan Islam itu tidak bisa kedua – duanya bersatu,[19] sebab Allah subhaanahu wa ta'aala tidak akan menerima kecuali Islam yang khaalish (murni tidak bercampur syirik). Sedangkan Islam yang merupakan dienullah al khaalish telah menjadikan tasyrii' (wewenang membuat aturan/perundang – undangan/hukum) serta putusan adalah hanya milik Allah saja, sedangakan demokrasi adalah dien syirik lagi kafir yang telah menjadikan putusan dan tasyrii' hanyalah milik rakyat bukan milik Allah, dan Allah subhaanahu wa ta'aala tidak menerima dan tidak rela bila seseorang menggabungkan antara kekafiran dengan Islam atau antara tauhid dengan syirik.
Bahkan Islam dan tauhid itu tidak sah kecuali bila seseorang kafir dan berlepas diri dari setiap paham (dien) selain dien Al Islam al khaalish.
Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman tentang Yusuf 'alaihissalam :
4 'ÎoTÎ) àMø.t s? s'©#ÏB 7Qöqs% žw tbqãZÏB÷sム«!$$Î/ Nèdur Íot ÅzFy$$Î/ öNèd tbrã Ïÿ»x. ÇÌÐÈ àM÷èt7¨?$#ur s'©#ÏB ü"Ïä!$t/#uä zOŠÏdºt ö/Î) t,»ysó™Î)ur z>qà)÷ètƒur ÇÌÑÈ
"Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang – orang yang tidak beriman kepada Allah, sedangkan mereka ingkar kepada hari kemudian. Dan aku mengikutai agama bapak – bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya'qub. Tidaklah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah. (Qs. Yusuf : 37 – 38).
dan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :
"Siapa mengucapkan Laa ilaaha Illallaah dan kafir terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah, maka haramalah harta dan darahnya, sedangkan penghisabannya adalah atas Allah,"
Dan dalam riwayat muslim yang lain : Siapa yang mentauhidkan Alah….."
Yang disebut agama itu bukanlah hanya nasrani dan yahudi saja, akan tetapi juga termasuk komunisme, demokresi dan ajaran – ajaran serta paham – paham kafir yang ada di bumi ini. Wajib baraa'ah dari seluruh ajaran – ajaran, agama – agama, paham – paham yang batil agar Allah menerima dien Al Islam.
Sebagaimana tidak boleh dalam dienullah ini seseorang berstatus sebagai muslim nasrani, atau muslim yahudi, maka begitu juga Allah tidak rela bila seseorang berstatus sebagai muslim demokrat, karena Islam adalah dienullah, sedangkan demokrasi adalah agama kafir.
`tBur Æ÷tGö;tƒ uŽö xî ÄN»n=ó™M}$# $YYƒÏŠ `n=sù Ÿ@t6ø)ムçm÷YÏB uqèdur 'Îû Íot ÅzFy$# z`ÏB z`ƒÌ Å¡»y‚ø9$# ÇÑÎÈ
"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali – kali tidklah akan diterma agama itu daripadanya, dn dia di akhirat termasuk orangt – orang yang rugi. (Qs. Ali Imran : 85).
Ini bila mereka menggabungkan antara Islam dengan demokrasi, maka bagaimana halnya bila mereka itu telah meninggalkan Islam dan berpaling dari syari'atnya, hukum – hukumnya, hududnya, dan mereka justeru memilih demokrasi, hukumnya dan tasyrii'Nya.
Mereka dikafirkan dari keberadaan mereka yang mensetarakan diri mereka dan tuhan – tuhan mereka yang beragam itu dengan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.
Bahkan mereka itu dalam agama (paham) yang mereka anut tersebut lebih agaung dari Allah. Hukum – hukum Allah ditelantarkan dan dilemparkan begitu saja, dan siapa orangnya yang menentang hukum - hukum Allah itu, atau menyalahinya, atau memeranginya, atau memperolok – olokannya, maka dia itu adalah kekasih mereka, wali mereka yang dilindungi undang – undang mereka. Dan undang – undang itu menjamin baginya kebebasan I'tiqad, dan hak hidup padahal orang itu adalah murtad agama Allah ini.
Adapun orang yang menyalahi undang – undang mereka atau mencaci dustur – dusturnya, atau mencela para arbab mereka yang beragam itu, maka orang itu adalah orang yang dibenci, disiksa, dipenjara, dan diintimidasi. Di antara fenomena – fenomena itu adalah banyak sekali.
Sesungguhnya orang yang mencela Allah dan Rasulullah dalam ajaran mereka bila orang itu diadukan kasusnya, maka sesungguhnya mahkamah yang menanganinya adalah mahkamah madaniyyah (perdata), dan hukumnya tidak lebih dari satu bulan atau dua bulan (penjara), berbeda dengan orang yang mencela/mencaci aalihah (tuhan – tuhan) mereka yang diada – adakan dan arbab mereka yang beragam, dari kalangan raja (presiden/emir) atau para menteri – menterinya, atau para kaki tangannya, maka orang yang mencacinya itu akan diadili di mahkamah keamanan Negara, dan biasanya dipenjara sampai tiga tahun.
Mereka itu tidak mensetarakan diri mereka dan para arbabnya dengan Allah saja, akan tetapi mereka berbuat lebih dari itu dan mengagungkannya lebih dari pengagungan terhadap Allah ini bila memang itu adalah bentuk pengagungan mereka terhadap Allah.
Sungguh kemusyrikan orang – orang musyrik terdahulu adalah bahwa mereka itu mencintai tuhan – tuhan mereka sama seperti kecintaan mereka kepada Allah, atau mereka mensetarakan para tuhan tersebut dengan Allah dalam hal ta'dhim, tasyrii', hukum, atau ibadah, Allah suhanahu wa ta'aala berfirman :
šÆÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ä‹Ï‚Gtƒ `ÏB Èbrߊ «!$# #YŠ#y‰Rr& öNåktXq™6Ïtä† Éb=ßsx. «!$# ( t ÇÊÏÎÈ
"Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tandingan – tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah". (Qs. Al Baqarah : 165).
Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala :
«!$$s? bÎ) $¨Zä. 'Å"s9 9@»n=|Ê AûüÎ7•B ÇÒÐÈ øŒÎ) Nä3ƒÈhq|¡èS Éb>t Î/ tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÑÈ
"Demi Allah : Sesungguhnya kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan semesta alam." (Qs. Asyu'araa' : 97 – 98).
Adapun orang – orang musyrik zaman kita sekarang ini, maka sesungguhnya mereka itu sudah kelewatan, dan aniaya, mereka mencintai aalihah dan arbaab mereka dan mengangkatnya di atas kedudukan Allah, maha suci Allah dari apa yang mereka katakan, Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Ini adalah hal yang tidak dibantah oleh seorangpun yang mengetahui kenyataan mereka dan undang – undangnya.
Dan engkau akan mengetahui nanti bahwa sang hakim yang sebenarnya, dan sang pembuat aturan yang inti, serta bosnya yang mengesahkan undng – undang adalah bukan Allah dan dien-Nya akan tetapi itu adalah thaghut mereka dan tuhan mereka yang selalu mereka cintai dan mereka agungkan lebih dari penggungan terhadap Allah. Mereka marah karenanya, karena ajarannya, dan karena hukumnya, mereka mengintimidasi, mereka memenjarakan, dan mereka melakukan pembelaan dengan apa yang tidak pernah mereka lakukan bila dien Allah dilanggar dan syari'at-Nya dihina. Dan kenyataan yang selalu berulang yang kita alami adalah saksi dan bukti yang paling nyata akan hal itu.
· Mereka dikafirkan dari sisi tasyrii' bersama Allah subhaanahu wa ta'aala.
Ini adalah syirik modern yang selalu mereka promosikan, dan mereka mngajak orang kepadanya, bahkan mereka memberikan dorongan orang – orang untuk masuk di dalam (parlemen)nya dan ikut seta di dalamnya, juga memperindahnya di hadapan mereka.
Dalam undang – undangnya itu mereka menetapkan hukum – hukum yang bertentangam dengan dienullah dan tauhid-Nya, di mana undang – undang itu menjadikan bagi mereka hak (wewenang) tasyrii' (membuat hukum/aturan secara muthlaq dalam setiap permasalahan.
Sebagaimana bunyi pasal 26 dalam UUD Yordania :
1. Kekuasaan tasyrii' (legislatif) berasal di tangan raja dan anggota majelis rakyat.
2. Kekuasaan tasyrii' menjalankan wewenangnya ssesuai dengan materi UUD.
Sedangkan Allah subhaanahu wa ta'aala telah berfirman seraya mengingkari orang – orang musyrik :
÷Pr& óOßgs9 (#às¯»Ÿ2uŽà° (#qããuŽŸ° Oßgs9 z`ÏiB ÉúïÏe$!$# $tB öNs9 .bsŒù'tƒ ÏmÎ/ ª!$# ÇËÊÈ
"Apakah mereka mempunyai sembahan – sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agma yang tidak diizinkan Allah ?" (Qs: Asy-Syuura : 21).
Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala :
$t/ö'r&uä šcqè%Ìh xÿtG•B îŽö yz ÏQr& ª!$# ߉Ïnºuqø9$# â'$£gs)ø9$# ÇÌÒÈ
"Manakah yang baik, tuhan – tuhan yang bermacam – macam itu ataukan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa ?," (Qs. Yusuf : 39).
Dan Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman tentang taat dalam satu masalah saja :
( ÷bÎ)ur öNèdqßJçG÷èsÛr& öNä3¯RÎ) tbqä.ÎŽô³çRmQ ÇÊËÊÈ
"Dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang – orang yang musyrik." (Qs. Al An'aam : 121).
.Maka apa gerangan dengan wewenang membuat hukum seecara muthlaq, dan di antara yang memperjelas bahwa mereka itu telah menyekutukan Allah subhaanahu wa ta'aala dengan syirik akbar yang jelas dalam segala tasyrii' adalah bahwa sesungguhnya UUD mereka telah menegaskan bahwa (syari'at Islamiyyah adalah sumber inti dari sekian sumber – sumber tasyrii' (hukum)), dan ini berarti bahwa mereka itu tidak mentauhidkan Allah dalam tasyrii',[20] bahkan justeru tasyrii' itu bagi mereka memiliki banyak sumber hukum yang inti dan yang cabang, sedangkan syaria'at Islamiyyah menurut mereka tidak lain adalah salah satu sumber dari sekian sumber hukum itu, atau dengan ungkapan kafir yang lebih tegas adalah : (Sesungguhnya aalihah dan arbaab yang membuat hukum di sisi mereka itu banyak lagi beraneka ragam, di antaranya ada yang sebagai pempinan dan ada yang sekedar cabang saja, sedangkan Allah menurut mereka tidak lain adalah salah satu Tuhan dari sekian tuhan – tuhan yang beraneka ragam itu) Maha Suci Allah dari apa yang mereka ada – adakan dan dari apa yang mereka katakan.
Orang yang memiliki pengetahuan tentang hukum – hukum mereka tentu dia bakal mengetahui bahwa tuhan merteka terbesar yang di mana suatu hukum tidak diakui dan tidak disahkan kecuali dengan tanda tangannya pada hakikatnya adalah thaghut mereka, baik itu raja, emir, atau presiden. Sedangakan syari'at Al Ilah Yang Maha Esa yang berada di atas langit, bila saja dipakai dalam sebagian permasalahan, ini tidak diterapkan di tengah – tengah mereka dan tidak bisa menjadi hukum resmi dan baku kecuali dengan kerelaan, persetujuan, dan pengesahan tuhan mereka yang berada di bumi ini, Maha Suci Allah dari apa yang mereka ada – adakan.[21]
Ketahuilah sesungguhnya kekafiran mereka itu adalah ruku' dan sujud, sedangkan ibadah mereka itu adalah taat dalam tasyrii' di semua permasalahan. Kami katakan bahwa kekafiran mereka itu lebih busuk, karena sesungguhnya orang – orang musyrik Quraisy itu telah menjadikan Allah subhaanahu wa ta'aala sebagai tuhan mereka yang paling tinggi dan paling agung di antara tuhan – tuhan lainnya, dan mereka mengklaim bahwa mereka tidak menyembah tuhan –atuhan itu kecuali supaya tuhan – tuhan tersebut mendekatkan diri mereka kepada Al Ilaah Yang Paling Agung yang ada di atas langit, sehingga talbiyah sebagian mereka yang mereka suarakan saat haji adalah : Labbaikallaahumma labbaik, labbaika Laasyariikalaka illaa syarikan huwa laka tamlikuhuu wa maa malaka.
Adapun orang – orang musyrik dustuur (undang – undang/aturan), maka sesungguhnya mereka itu meskipun menerima bahwa Allah itu adalah Sang Pemberi rizki, Dia yang menghidupkan yang mati, Dia yang menurunkan hujan dari atas, Dia tumbuhkan rerumputan, Dia yang menyembuhkan, Dia yang memberikan anak perempuan kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan memberikan anak laki – laki kepada yang Dia kehendaki atau Dia menggabungkan antara anak laki – laki dan perempuan bagi mereka, serta Dia yang menjadikan mandul orang yang Dia kehendaki. Ya, mereka itu meyakini bahwa semua itu di tangan Allah, tidak pada raja atau emir mereka, akan tetrapi tasyrii', perintah, putusan yang berlaku di antara mereka yang berada di atas segala putusan dan tasyrii' pada hakikatnya adalah wewenang milik raja mereka, sang thaghut atau tuhan mereka yang ada di bumi.
Dalam kemusyrikan ini mereka sama seperti orang – orang kafir Quraisy, akan tetapi mereka melebihi kekafiran orang Quraisy dengan keberadaan mereka yang mengagungkan perintah, hukum, tasyrii' aalihah dan arbaab mereka yang beraneka ragam yang ada di bumi ini melebihi pengagungan mereka terhadap Allah, kukum-Nya serta tasyrii'-Nya.
Enyalah, enyahlah, dan binasalah orang yang lebih kafir dari Abu Jahal dan Abu Lahab.
4 'n?»yès? ª!$# $£Jtã šcqà2ÎŽô³ç„ ÇÏÌÈ
"apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya)." (Qs. An Naml : 63).
Dan ketahuilah sesungguhnya sisi – sisi kemusyrikan dan kekafiran yang nyata mereka itu adalah sangatlah banyak, seandainya kita sebutkan seluruhnya tentulah pembahasan menjadi panjang. Mereka itu tidak membiarkan satu macam dari macam – macam kekafiran yang ada melainkan mereka masukinya. Akan tetapi apa yang telah disebutkan sudahlah cukup bagi orang yang mencari hidayah. Adapun orang yang hatianya sudah Allah kunci rapat, dia itu seandainya gunung – gunung saling berbenturan di hadapannya, tentulah itu tidak bermanfaat atau dia mendapat hidayah.
Dan yang ingin saya beritahukan kepada akhi muwahhid di sini adalah bahwa kekafiran mereka itu tidaklah terbatas pada satu sisi saja sehingga bisa ditolak dengan syubhat atau ucapan orang.
Mereka itu telah dipenuhi dengan berbagai macam kemusyrikan dan kekafiran. Dan yang penting di sini adalah engakau mengetahui bahwa sisi kemusyrikan dalam tasyrii' itu bukanlah sisi meninggalkan berhukum dengan apa yang Allah turunkan karena syahwat, atau hawa nafsu yang sifatnya terkadang yang bisa diterapkan padanya perkataan yang dinisbatkan kepada Ibnul Abbas dan para sahabat lain di dalamnya. Karena pada zaman Ibnu Abbas dan zaman Khawarij tersebut tidak pernah ada dari kalangan penguasa kaum muslimin seorangpun yang mengklaim bahwa dirinya memiliki wewengan membuat hukum/undang – undang , dan tidak ada di antara mereka seorangpun yang membuat hukum/undang – undang meskipun dalam satu masalah saja,sebab hal ini menurut mereka adalah kekafiran dengan ijma.
Sedangkan Ibnu Abbas yang di mana ungkapan kufrun duuna kufrin itu dinisbatkan kepadanya, beliaulah juga yang meriwayatkan sebab turun firman Allah subhaanahu wa ta'aala tentang taat kepada orang – orang musyrik meskipun dalam satu kasus pembuatan satu hukum saja.[22]
wur (#qè=à2ù's? $£JÏB óOs9 Ì x.õ‹ãƒ ÞOó™$# «!$# Ïmø‹n=tã ¼çm¯RÎ)ur ×,ó¡Ïÿs9 3 ¨bÎ)ur šúüÏÜ»u‹¤±9$# tbqãmqã‹s9 #'n<Î) óOÎgͬ!$u‹Ï9÷rr& öNä.qä9ω»yfã‹Ï9 ( ÷bÎ)ur öNèdqßJçG÷èsÛr& öNä3¯RÎ) tbqä.ÎŽô³çRmQ ÇÊËÊÈ
"Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik." (Qs. Al An'aam : 121).
Seandainya yang digembar – gemborkan oleh orang – orang Khawarij itu adalah alhukmu yang bermakna tasyrii' (membuat hukum/undang – undang), tentulah Ibnu Abbas tidak berkata kufrun duuna kufrin tentangnya, dan mana mungkin beliau mengatakan itu tentangnya sedangkan beliau adalah pakar Al Qur'an.
Dan yang dikeriktik dan dicela oleh orang – orang Khawarij itu hanyalah sebagian penyimpangan dan ijtihad – ijtihad yang di mana mereka menilainya keliru.
Di antara contohnya adalah kisah al hakamain (dua sahabat yang memutuskan perselisihan) yang telah terjadi dalam tahkiim antara pasukan Ali dengan Mu'awiyah, serta yang berlangsung di dalamnya di mana orang – orang Khawarij protes dan berkata kalian telah menjadikan orang sebagai pemutus permasalahan, serta mereka berdalil dengan keumuman firman – Nya subhaanahu wa ta'aala :
4 `tBur óO©9 Oä3øts† !$yJÎ/ tAt"Rr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrã Ïÿ»s3ø9$# ÇÍÍÈ
"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (Qs. Al Maa-idah : 44).
Mereka mengklaim bahwa setiap orang yang bermaksiat kepada Allah berarti dia telah memutuskan dengan selain apa yang Allah turunkan. Mereka mengkafirkan al hakamain dan orang – orang yang rela dengan putusan keduanya, mereka mengkafirkan Mua'awiyah dan Ali radhiyallahu 'anhuma. Dan ini adalah awal mula munculnya mereka, dan oleh sebab itu firqah mereka yang paling pertama dinamakan Al Muhakkimah. Mereka didebat oleh para sahabat, dan orang yang paling sering mendebat mereka adalah Ibnu Abbas, beliau memberikan hujjah/alasan kepada mereka bahwa hal itu (tahkimul hakamain)adalah termasuk ash shulhu (mendamaikan) antara sesama kaum muslimin dan bukan termasuk memutuskan dengan selain apa yang telah Allah turunkan dengan maknanya yang kafir, Ibnu Abbas berdalil untuk menguatkan ungkapannya dengan firman Allah subhaanahu wa ta'aala tentang pertikaian antara suami isteri :
(#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr& ÇÌÎÈ
"Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan." (Qs. An Nisaa : 35).
Dan bila boleh tahkimur rijaal (mengutus orang – orang sebaagai juru damai) untuk mendamaikan antara suami isteri, maka hal itu lebih boleh lagi dilakukan untuk menjaga pertumpahan darah umat Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Dan Ibnu Abbas mendebat mereka dengan dalil – dalil lainnya sebagaimana yang dijabarkan dalam tarikh dan firaq, beliau menjelaskan kepada mereka bahwa masalah ini meskipun terjadi kekeliruan dan pelanggaran di dalamnya, maka itu bukan termasuk kekafiran yang mereka yakini, sehingga kepada makna inilah perkataan (kufrun duuna kufrin) yang dinisbatkan kepada beliau itu ditempatkan/ditafsirkan. Dan banyak yang rujuk dari kalangan Khawarij itu, dan yang lainnya tetap bersikukuh, sehingga Ali dan para sahabatpun memerangi mereka, sehingga terjadilah apa yang sudah ma'lum dalam buku – buku sejarah.
Maka apakah yang dilakukan oleh para penguasa/pemerintah pada masa sekarang berupa klaim/tindakan pembuatan hukum/undang – undang di samping Allah, mengganti hukum – hukum Allah, serta mencari hakam, musyarri' selain Allah dan juga mencari dien dan manhaj selain Islam, apakah ini seluruhnya wahai orang – orang yang berakal termasuk dalam kasus yang terjadi di antara sahabat itu dan yang diingkari oleh orang – orang Khawarij, serta yang diperdebatkan oleh Ibnu abbas dan Khawarij, sehingga apa yang diucapkannya itu bisa dikaitkan kepadanya ?.
Tapi yang jelas bahwa firman-Nya subhaanahu wa ta'aala :
4 `tBur óO©9 Oä3øts† !$yJÎ/ tAt"Rr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrã Ïÿ»s3ø9$# ÇÍÍÈ
"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (Qs. Al Maa-idah : 44). itu adalah umum mencakup putusan yang dhalim (kufrun duuna kufrin) dan mencakup al hukmu yang bermakna tasyrii' (membuat hukum/undang – undang/aturan) yang merupakan kufrun bawwah.
Oleh sebab itu para salaf sesungguhnya bila membahas ayat tersebut dan orang yang berdalil dengannya memaksudkan makna pertama (dhalim) maka mereka menta'wilkan dan membawa ayat itu pada kufur ashghar, dan bila orang itu menginginkan makna yang kedua (tabdiil dan tasyrii') maka mereka membiarkan ayat itu di atas dhahirnya yaitu kufrun bawwah yang hakiki.
Padahal hukum asal dalam ayat – ayat itu adalah berkenaan dengan kekafiran akbar yang nyata yang dilakukan oleh orang – orang Yahudi, saat mereka bersepakat dan bersekongkol (untuk menerapkan) hukum – hukum selain hukum - hukum Allah.
Oleh sebab itu Al Baraa Ibnu 'Azib radhiyallahu 'anhu berkata sebagaimana dalam Shahih Muslim setelah menyebutkan firman Allah ta'aa :
4 `tBur óO©9 Oä3øts† !$yJÎ/ tAt"Rr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrã Ïÿ»s3ø9$# ÇÍÍÈ
"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (Qs. Al Maa-idah : 44).
4 `tBur óO©9 Nà6øts† !$yJÎ/ tAt"Rr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÍÎÈ
"Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim." (Qs. Al Maa-idah : 45).
4 `tBur óO©9 Nà6øts† !$yJÎ/ tAt"Rr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd šcqà)Å¡»xÿø9$# ÇÍÐÈ .
"Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik." (Qs. Al Maa-idah : 47).
Beliau berkata : Seluruhnya berkenaan dengan orang – orang kafir.
Seandainya orang – orang Khawarij menuturkan ayat – ayat itu pada tempatnya terhadap orang yang membuat hukum/undang – undang atau terhadap orang yang terjatuh dalam kasus yang di mana orang – orang Yahudi jatuh di dalamnya, tentulah para salaf tidak bakal mengingkari mereka, tentulah mereka membiarkan kekafiran dia dalam ayat itu pada hakikatnya dan tentulah mereka tidak menta'wilnya.[23].
Akan tetapi hal itu belum pernah ada pada zaman mereka itu sehingga mereka perlu mengomentarinya, dan seandainya hal itu ada tentu mereka tidak bakalan mengutarakan terhadap seperti ayat ini yang masih dhanniy dilalahnya yang mengandung dua makna, akan tetapi mereka tentu mengutarakan nash-nash yang qath'iy dilalahnya yang tidak mengandung kecuali makna tasyrii' lagi tabdil, seperti fiman-Nya subhaaanahu wa ta'aala:
÷Pr& óOßgs9 (#às¯»Ÿ2uŽà° (#qããuŽŸ° Oßgs9 z`ÏiB ÉúïÏe$!$# $tB öNs9 .bsŒù'tƒ ÏmÎ/ ª! ÇËÊÈ
"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka Telah dibinasakan. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih." (Qs. Asy-Syuura : 21).
Dan firman-Nya subhaaanahu wa ta'aala:
Ÿwur (#qè=à2ù's? $£JÏB óOs9 Ì x.õ‹ãƒ ÞOó™$# «!$# Ïmø‹n=tã ¼çm¯RÎ)ur ×,ó¡Ïÿs9 3 ¨bÎ)ur šúüÏÜ»u‹¤±9$# tbqãmqã‹s9 #'n<Î) óOÎgͬ!$u‹Ï9÷rr& öNä.qä9ω»yfã‹Ï9 ( ÷bÎ)ur öNèdqßJçG÷èsÛr& öNä3¯RÎ) tbqä.ÎŽô³çRmQ ÇÊËÊÈ
" Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya[yaitu dengan menyebut nama selain Allah.]. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik." (Al –An'aam :121).
Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:
zNõ3ßssùr& Ïp¨ŠÎ=Îg»yfø9$# tbqäóö7tƒ ÇÎÉÈ
"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki." (Qs. Al Maa-idah : 50).
Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:
`tBur Æ÷tGö;tƒ uŽö xî ÄN»n=ó™M}$# $YYƒÏŠ `n=sù Ÿ@t6ø)ムçm÷YÏB u ÇÑÎÈ
"Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya." (Qs. Ali Imran : 85).
Akan tetapi satupun dari hal itu tidak pernah ada pada diri khalifah di zaman Khawarij dan Ibnu Abbas itu, oleh sebab itu tidak boleh menuturkan bantahan para sahabat terhadap Khawarij di tempat itu dan mendudukannya terhadap kemusyrikan para pemerintah itu dan kekafirannya yang nyata pada masa sekarang.
Siapa orangnya yang melakukan hal itu, maka sungguh dia itu telah mentalbis yang hak dengan kebatilan dan cahaya dengan kegelapan,[24] bahkan dia itu Demi Tuhan Ka'bah berada di atas bahaya yang sangat besar, karena sesungguhnya konsekuensi hal itu adalah bahwa apa yang dikritikan oleh Khawarij terhadap para sahabat dan Al Khulafaa Ar Rasyidiin adalah sama sejenis dengan kemusyrikan para penguasa yang kafir itu, dan dalam keyakinan ini terkandung pengkafiran terhadap para sahabat seluruhnya pada zaman sekarang ini.
Maka tidak diragukan lagi bahwa siapa yang mengkafirkan para sahabat dan para al Khulafaa Ar Rasyidiin itu maka sungguh dialah orang yang kafir, karena para sahabat itu telah diridhai Allah dan mereka ridha terhadap Nya dengan nash Al Qur'an.
Menuduh mereka dengan sesuatu dari kemusyrikan dan kekafiran para penguasa itu adalah takdzib (pendustaan) terhadap penegasan Al Qur'an atau merupakan penetapan sifat bagi Allah bahwa Dia ridha trhadap orang – orang kafir, sedangkan semua ini merupakan kekafiran.
Maka hendakalah setiap orang khawatir akan diennya dari jurang – jurang kebinasaan, dan hendaklah takut kepada Allah orang yang menuduh para sahabat dengan kekafiran dan kemusyrikan demi menutupi (kekafiran) para thaghut itu.
SYUBHAT KE DUA
Sesungguhnya Mereka Itu Mengucapkan
Laa Ilaaha Illallaah
Mereka berkata : Bagaimana kalian mengkafirkan para tentara, atau para intelejen, polisi, dan para penghusung undang – undang lainnya, kemudian kalian tidak mau mengucapkan salam terhadap mereka, dan kalian memperlakukan mereka sebagai orang – orang kafir padahal mereka itu bersaksi tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam sendiri pernah mengingkari Usamah atas vonis kafirnya terhadap seorang laki – laki yang mengucapkan Laa ilaah illallaah, terus dia membunuhnya, dan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya : "Bagaimana kamu membunuhnya setelah dia mengucapkan Laa ilaaha Illallaah ?.
Dan Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman :
$pkš‰r'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) óOçFö/uŽŸÑ 'Îû È@‹Î6y™ «!$# (#qãZ¨Šu;tFsù Ÿwur (#qä9qà)s? ô`yJÏ9 #'s+ø9r& ãNà6øŠs9Î) zN»n=¡¡9$# |Mó¡s9 $YZÏB÷sãB šcqäótGö;s? šßt tã Ío4quŠysø9$# $u‹÷R'‰9$# y‰ZÏèsù «!$# ÞOÏR$tótB ×ot ŠÏVŸ2 4 š Ï9ºx‹x. NçGYà2 `ÏiB ã@ö6s% ÆyJsù ª!$# öNà6ø‹n=tã (#þqãZ¨ t7tFsù 4 žcÎ) ©!$# šc%x. $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? #ZŽ Î6yz ÇÒÍÈ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, Maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu : "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, Karena di sisi Allah ada harta yang banyak. begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, Maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Qs. An Nisaa : 94).
Dan sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam :
"Siapa yang mati sedang dia bersaksi bahwa tidak ada Ilaah yang berhak disembah kecuali Allah, maka dia masuk surga."
Dan hadits bithaaqah yang di dalamnya disebutkan bahwa ada seseorang yang datang pda hari kiamat dengan membawa 99 catatan dosa, sampai – sampai dia mengira bahwa dirinya pasti binasa, terus catatan – catatan ini ditimbang dengan bithaaqah yang tertera Laa ilaaha Illallaah di dalamnya, kemudian bithaqah itulah yang lebih berat.
Dan begitu juga hadits yang diriwayatkan dari Huzaifah secara marfuu', berkata : Dihapus Kitabullah dalam satu malam, sehingga tidak tersisa darinya satu ayatpun, dan tersisalah sekelompok orang – orang yang tidak mengetahui apa itu shalat, apa itu shadaqah, apa itu Illallaah), kami medapatkan bapak – bapak kami di atasnya, maka kamipun mengtakannya," Shilah[25] berkata : Apa manfaatnya Laa ilaaha Illallaah bagi mereka sedangkan mereka tidak mengetahui apa itu shalat, shadaqah, dan nusuk ?" Huzaifah berkata : Itu menyelamatkan mereka dari api neraka."
Dan hadits – hadits lainnya.[26]
Jawabannya adalah dari beberapa sisi :
Pertama : Allah subhaanahu wa ta'aala telah berfirman di dalam Kitab-Nya :
uqèd ü"Ï%©!$# tAt"Rr& y7ø‹n=tã |=»tGÅ3ø9$# çm÷ZÏB ×M»tƒ#uä ìM»yJs3øt'C £`èd 'Pé& É=»tGÅ3ø9$# ã yzé&ur ×M»ygÎ7»t±tFãB ( $¨Br'sù tûïÏ%©!$# 'Îû óOÎgÎ/qè=è% Ô÷÷ƒy— tbqãèÎ6®KuŠsù $tB tmt7»t±s? çm÷ZÏB uä!$tóÏGö/$# ÏpuZ÷GÏÿø9$# uä!$tóÏGö/$#ur ¾Ï&Î#ƒÍrù's? 3 $tBur ãNn=÷ètƒ ÿ¼ã&s#ƒÍrù's? žwÎ) ª!$# 3 tbqã‚Å™º§ 9$#ur 'Îû ÉOù=Ïèø9$# tbqä9qà)tƒ $¨ZtB#uä ¾ÏmÎ/ @@ä. ô`ÏiB ωZÏã $uZÎn/u' 3 $tBur ã ©.¤‹tƒ HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇÐÈ
"Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal." (Qs. Ali 'Imran : 7).
Allah subhaanahu wa ta'aala menjelaskan bahwa Dia menguji hamba – hamba–Nya dengan cara menjadikan dalam syari'at yang Dia turunkan kepada mereka itu ada ayat – ayat muhkamat, kaidah – kaidah yang baku, dan perintah – perintah yang jelas yang merupakan putaran roda syari'ah dan kepadanyalah segala urusan dikembalikan saat terjadi perselisihan dan pertentangan.
Dan di sana ada ayat – ayat mutasyaabihaat atau dhanniy dilalah yang mengandung banyak makna di dalam benak.
Dia menjelaskan bahwa orang – orang yang sesat lagi menyimpang mereka adalah orang – orang yang mengikuti apa yang masih samar (mutasyabih) dan meninggalkan yang muhkam dalam rangka ingin memalingkannya dari makna yang dimaksud Allah yang telah diturunkan kepadanya, ini dilakukan dalam rangka talbiis (mengkaburkan kebenaran) dan mencari fitnah di antara hamba – hamba Allah.
Adapun jalan para pencari kebenaran dan para ulama yang kokoh keilmuannya, maka mereka itu mengembalikan yang mutasyaabih yang mereka anggap sulit kepada nash muhkam yang merupakan inti al Kitab dan induknya yang setiap ta'wil harus berpatokan di atasnya dan setiap perselisihan harus dikembalikan kepadanya.
Asy Syathibiy telah menjelaskan di dalam kitab al I'tishaam bahwa kaidah ini bukanlah khusus berkenaan dengan Al Kitab saja, akan tetapi menjadi kaidah baku yang dierlakukan di dalam Assunnah An Nabawiyyah dan Sirah Muhammadiyyah. Karena di sana banyak hadits – hadits dan kejadian – kejadian individu yang dikatakan atau terjadi di munasabat – munasabat tertentu yang bila diambil secara menyendiri saja tanpa disertakan dengan dalil – dalil yang menjelaskannya, maka itu termasuk cara mengikuti yang mutasyaabih dan meninggalkan yang muhkam.
Begitu juga mengambil dalil umum tanpa yang mengkhususkannya, atau yang muthlaq tanpa yang membatsinya, atau mencomot/serabutan mengambil satu nash dari nash – nash yang ada yang di mana semuanya berbicara tentang satu masalah, dia mengambil (satu saja) dan meninggalkan yang lainnya yang padahal berkaitan dengannya, dan perbuatan seperti ini termasuk mengikuti yang mutasyaabih dan meninggalkan yang muhkam, juga termasuk berbicara atas nama Allah tanpa ilmu dan menisbatkan kepada syari'at apa yang tidak pernah dikatakannya.
Jadi wajiblah beriman kepada firman Allah dan sabda Rasul–Nya secra keseluruhan, mengambilanya semua, serta masuk ke dalam Islam ini secara kaaffah.
Adapun selalu mengmbil apa yang selaras dengan keinginan (hawa nafsu), maka itu adalah jalan orang – orang yang menyimpang dan sesat, dan itulah penyebab utama sesatnya mayoritas ahlil bid'ah.
Khawarij telah sesat tatkala mereka menelantarkan nash – nash wa'd (janji) dan mereka memfokuskan terhadap nsah – nash ancaman (wa'iid), mereka mengambil firman Allah subhaanahu wa ta'aala :
4 `tBur ÄÈ÷ètƒ ©!$# ¼ã&s!qß™u'ur ¨bÎ*sù ¼çms9 u'$tR zO¨Yygy_ tûïÏ$Î#»yz !$pkŽÏù #´‰t/r& ÇËÌÈ
"Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka Sesungguhnya baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya." (Qs. Al Jin : 23).
Ini adalah nash yang umum, yang tergolong mutasyabih bila tidak dikembalikan kepada yang membatasinya dan yang menjelaskannya yang mereka tinggalkan, yaitu firman–Nya subhaanahu wa ta'aala :
¨bÎ) ©!$# Ÿw ã Ïÿøótƒ br& x8uŽô³ç„ ¾ÏmÎ/ ã Ïÿøótƒur $tB tbrߊ y7Ï9ºsŒ `yJÏ9 âä!$t±o„ ÇÍÑÈ
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (Qs. An Nisaa : 48).
Begitu juga Murji'ah mereka berpegang dengan sebagian nash – nash yang lalu yang memberikan kabar gembira bagi orang yang mengucapkan Laa ilaah Illallaah dengan surga, terus mereka menagguhkan amal – amal dan menelantarkannya, serta merasa cukup ketika menghukumi keislaman seseorang dan masuknya ke dalam surga dengan sekedar ucapan (Laa ilaaha Illallaah) tanpa merealisasikan konsekuensi – konsekuensinya dan tanpa komitmen dengan lawazimnya, meskipun hal – hal itu mampu dilakukan dan bisa dilaksanakan.
Padahal para ulama telah menjelaskan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Shahihnya dari Wahb Ibnu Munabbih bahwa "Laa ilaaha Illallaah itu adalah kunci surga, akan tetapi setiap kunci itu ada gigi – giginya, siapa orangnya yang membawa kunci yang memiliki gigi maka dia bisa membuka pintu surga, dan barangsiapa membawa kunci yang tidak bergigi maka tidak bisa membukanya" sedangkan gigi – gigi Laa ilaaha Illallaah itu adalah merealisasikan syarat – syaratnya dan menjauhi pembatal – pembatalnya.
Karena orang berakal yang mengetahui hakikat dienul Islam tidak meragukan lagi bahwa yang dimaksud dari Laa ilaaha Illallaah adalah maknanya yang terdiri dari nafyu dan itsbaat. Adapun sekedar mengucap tanpa memaksudkan maknanya dan atau tanpa merealisasikan tuntutan – tuntutannya serta tanpa meninggalkan pembatal – pembatalnya, maka ini bukanlah yang dituntut oleh Allah subhaanahu wa ta'aala.[27]
Oleh sebab itu Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman :
óOn=÷æ$$sù ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) žwÎ) ª!$# ÇÊÒÈ
"Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal." (Qs. Muhammad : 19).
Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala :
Ÿwur à7Î=ôJtƒ šúïÏ%©!$# šcqããô‰tƒ `ÏB ÏmÏRrߊ spyè»xÿ¤±9$# žwÎ) `tB y‰Íky Èd,ysø9$$Î/ öNèdur tbqßJn=ôètƒ ÇÑÏÈ
"Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi syafa'at; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa'at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya)." (Qs. Az Zukhruf : 86).
Dan adapun hadits yang tadi : "Siapa yang mati sedang dia bersaksi bahwa tidak ada ilaah yang berhak disembah kecuali allah, maka dia masuk surga," ini juga merupakan dalil yang menunjukan bahwa mengetahui makna kalimat ini yang mengandung tauhid dan baraa'ah dari syirik serta bermaksud akan maknanya dalam syahadat itu merupakan syarat untuk merealisasikannya dan untuk meraih apa yang dijanjikan allah subhaanahu wa ta'aala atasnya.[28]
Untuk hal ini an Nawawiy telah membuat bab dalam Syarah Shahih Muslim (Bab siapa orangnya yang mati di ats tauhid maka dia masuk surga). ]
Jadi yang dituntut itu adalah tahqiia (merealisasikan) tauhid yang dikandung oleh kalimat ini, dan bukan hanya sekedar melafalkannya tanpa menjauhi pembatal – pembatalnya serta tanpa istislaam akan hak – haknya.
Sebagaimana dalam hadits Mu'adz yang diriwayatkan dalam Ash Shahihain bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam memberikan wasiat kepadanya dan mengajarkannya metode dakwah saat beliau mengutusnya ke Yaman, beliau bersabda : "Hendaklah yang paling pertama kamu dakwahkan kepada mereka adalah Laa ilaah Illallaah," dan dalam satu riwayat : "mereka agar mentauhidkan Allah," ini menunjukan bahwa yang dimaksud dari hakikat kalimat adalah apa yang dinafikanya dan apa yang ditetapkannya, bukan hanya sekedar mengucapkan belaka.
Dan telah kami jelaskan kepad engkau makna tauhid dalam tulisan kami terdahulu yang diberi judul Haadzaani Khashmaani Ikhtashamuu fill Rabbihim, dan engaku telah mengtahui bahwa tauhid adalah mekna Laa ilaah Illallaah dan al 'urwatul wutsqaa, dan sesungghunya itu memiliki dua rukun : Yaitu An Nafyu dan Al Itsbat.
Adapun An Nafyu itu adalah (illallaah), yang maknanya adalah ibadah hnya kepada Allah, sebagaimana yang telah allah jelaskan dalam definisi Al 'Urwatul Wutsqaa, Dia berfirman :
4 `yJsù ö àÿõ3tƒ ÏNqäó»©Ü9$$Î/ -ÆÏB÷sãƒur «!$$Î/ ωs)sù y7|¡ôJtGó™$# Íouró ãèø9$$Î/ 4's+øOâqø9$# ÇËÎÏÈ
"Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat." (Qs. Al Baqarah : 256).
Allah subhaanahu wata'aala telah menjadikan syarat bagi keselamatan dan keberpegangan denganal 'urwatul wutsqaa dua hal yang tidak bisa dipsahkan satu sama lain (al kufru bithaghuut) dan (al iimaan billaah), tidak cukup (al kufru bith thaghuut) saja tanpa (al iimaan billaah), sebagaimana tidak cukup (al iimaan billah) saja tanpa (al kufru bith thaghut), akan tetapi wajib menggabungkan dua hal itu.[29]
Selama para tentara/polisi dan yang lainnya itu tidak kafir terhadap thaghut, bahkan justeru mereka menjadi pengawalnya, penghusungnya, pasukannya, barisannya, dan pelindungnya, maka mereka itu bukanlah sebagai kamu muslimin, bukan pula sebagai kaum mu'minin, serta bukan pula tergolong orang – orang yang berpegang teguh dengan al 'urwatul wutsqaa, akan tetapi mereka itu adalah tergolong orang – orang yang binasa bila mati di atas kemusyrikan merka meskipun mereka itu mengucapkan Laa ilaaha Illallaah beratus – rataus bahkan beribu – ribu kali.[30]
Dan sebagaimana yang telah kami katakana sebelumnya sesungguhnya para pengikut Musailamah Al Kadzdzaab mereka itu mengucapkan Laa ilaah Illallaah, mereka shalat, shaum, dan bersaksi bahwa Muhammad itu adalah Rasulullah akan tetapi mereka menyertakan seseorang bersama Rasulullah dalam risalah, maka mereka itu menjadi kafir dengan (perbuatan itu), darah dan harta mereka menjadi halal, dan Laa illaha Illallaah yang mereka ucapkan itu tidak berguna bagi mereka dengan sekedar perbuatan mereka menyertakan (menyekutukan) orang dari kalangan suku mereka bersama Raasulullah dalam nubuwwah dan risalah.[31]
Maka apa gerangan dengan orang yang menyertakan raja, emir, presiden, atau orang 'lim bersama Allah dalam ibadah, dia memalingkan kepada mkhluk tadi satu macam ibadah dari ibadah 0 ibadah yang beragam, baik itu sujud atau ruku' atau tasyrii' (wewenang menetapkan hokum/undang – undang) sebagaimana yang terjadi pada syirik para penguasa/pemerintah itu ?
Dan definisi hal ini, yaitu al kufru bith thaghuut beserta al iman billaah tidak lain adalah salah satu syarat dari syarat – syarat Laa ilaaha Illallaah yang banyak itu. Para ulama telah membahas syarat – syarat ini dan mereka mengemukakan dalil – dalil atas hal itu supaya orang muslim tahu bahwa kalimat ini bukan hanya sekedear pengucapan dengan lisan dan cukup, (akan tetapi memiliki syarat – syarat dan rukun – rukun), mereka menyebutkan syarat – syaratnya :
1. Tahu akan knsekuensinya, baik itu penafian atau penetapn.
2. AlInqiyaad (nduk) terhdadap hak – haknya.
3. ash Shidqu (jujur) yang menafikan dusta.
4. Al Ikhlash yang menafikan syirik.
5. Al Yaqiin yang menafikan keraguan.
6. Al Mahabbah (cinta) akan kalimah ini dan kandungannya.
7. Al Qabuul (menerima) yang menafikan penolakan akan sesuatu dari lawazimnya.
Dan pembahasan rinci hal itu bisa didapatkan dalam pembahasan khusus beserta dalil – dalilnya.
Dan yang dimaksud dari penyebutannnyadi sini adalah engakau mengetahui bahwa hadits – hadits semacam itu yang disebutkan dalam syubhat ini memiliki nash – nash lain dari Al Qur'an dan assunnah yang mejelaskannya.
Maka hadits :
"Siapa yang mati sedang dia bersaksi bahwa tidak ada ilaah yan berhak disembgah kecuali Allah, maka dia masuk surga," adalah harus ditafsirkan dan dihubungkan dengan firman allah suhaanahu wa ta'aa :
4 `yJsù ö àÿõ3tƒ ÏNqäó»©Ü9$$Î/ -ÆÏB÷sãƒur «!$$Î/ ωs)sù y7|¡ôJtGó™$# Íouró ãèø9$$Î/ 4's+øOâqø9$# Ÿw tP$|ÁÏÿR$# $olm; 3 ª!$#ur ìì‹Ïÿxœ îLìÎ=tæ ÇËÎÏÈ
"Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui." (Qs. Al Baqarah : 256).
Dan wajib dikembalikan kepada firman'Nya subhaanahu wa ta'aala :
¨bÎ) ©!$# Ÿw ã Ïÿøótƒ br& x8uŽô³ç„ ¾ÏmÎ/ ã Ïÿøótƒur $tB tbrߊ y7Ï9ºsŒ `yJÏ9 âä!$t±o„ ÇÍÑÈ
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. " (Qs. An Nisaa : 48).
Seandainya oran musyrik mengucapkan Laa ilaah Illallaah seribu kali, dan dia itu mengetahui maknanya, akan tetapi dia tidak meninggalkan kemusyrikannya dan tidak berlepas diri dari thaghutnya yang dia sembah dan dia bela, maka sesungguhnyadia itu tidaklah berpegang teguh dengan al 'urwatul wutsqaa, Allah tidak bakal mengampuninya, serta tidak mungkin masuk surga, allah subhaanahu wa ta'aala berfirman :
¼çm¯RÎ) `tB õ8ÎŽô³ç„ «!$$Î/ ô‰s)sù tP§ ym ª!$# Ïmø‹n=tã sp¨Yyfø9$# çmÇÐËÈ
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga." (Qs. Al Maidah : 72).
Begitulah setiap hadits yang berbicara tentang masalah ini wajib dihubungkan dengan nash – nash itu agar kita menguasai materi dari semua sisi – sisinya dan kita tidak termasuk orang – orang yang mengikuti nash yang masih samar (mutasyaabih). Digabungkan kepada hadits tadi hadits Ash Shahihain :
"Saya bersaksi bahwa tiada ilaah yang berhak disembah selain allah dan bahwa sesungguhnya saya adalah rasulullah, tidaklah seorang hamba bertemu Allah dengan maembawa keuanya tanpa ada sedikitpun keraguan akan keduanya melainkan dia (pasti) masuk surga."
"Tidaklah seorangpun bersaksi bahwa tiada ilaah yang berhak disembah melainkan allah dan bahwa sesungguhnya saya adalah Rasulullah dengan penuh kejujuran dari hatinya melainkan Allah mengharmkan neraka atasnya."
Dan hadits – hadits lain yang semacam itu. Dan dengan cara seperti inilah dien ini dipahama dan ilmu didaptkan serta, maksud allah diketahui sebagaimana yang Dia cintai dan Dia ridlai. Dan oleh sebab itu an Nawawiy menukil dalam Syarah Muslim 1/219 dari sebagian ahlu ilmi, beliau menukil ucapan mereka tentang ta'wil hadits - hadits ini bahwa sesungguhnya hadits – hadits itu masih mujmal (global) yang membutuhkan syarah (penjelasan), dan maknanya adalah bahwa siapa yang mengucapkan kalimat ini, dan dia menunaikan haknya dan kewajibannya. Ini adalah ungkapan Al Hasan al Bashriy. Dan dikatakan pula bahwa hal itu bagi orang yang mengucapkannya saat penyesalan dan taubat serta mati di atas hal itu, dan ini adalah ucapan Al Bukhari, An Nawawiy berkata : Ta'wil – ta'wil ini digunakan bila hadits – hadits itu dibiarkan sesuai dhahirnya, dan adapun bila hadits – hadits ini ditempatkan pada tempat – tempatnya maka penafsirannya tidak susah sebagaimana yang dijelaskan oleh para muhaqqiqun.
Dan seperti penjelasan hadits tadi, maka dikatakan pula pada hadits bithaqah, maka yang dimaksud bithaqah Laa ilaaha Illallaah sebagaimana yang telah engkau ketahui adalah merealisasikan tauhid yang terdiri dari al iman billah dan al kufru bith thaghuut serta tidak melakukan sedikitpun dari pembatal – pembatalnya.
Dengan meembalikan hadits ini dan memahaminya sesuai dengan pancaran caaya nash – nash yang muhkam seperti firman'Nya subhaanahu wa ta'aala :
¨bÎ) ©!$# Ÿw ã Ïÿøótƒ br& x8uŽô³ç„ ¾ÏmÎ/ ã Ïÿøótƒur $tB tbrߊ y7Ï9ºsŒ `yJÏ9 âä!$t±o„ ÇÍÑÈ
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. " (Qs. An Nisaa : 48), maka engkau mengetaui secara pasti bahwa catatan yang 99 itu adalah dosa – dosa yang tidak menyebabkan kafir (dzunuub ghair muaffirah) atau dosa – dosa di bawah syirik akbar, karena syirik (akbar) yang membatalkan bithaqah ini tidaklah allah ampuni sebagaimana penjelasan ayat tadi, sedang pelakunya jika mati di atasnya maka dia pasti tidak bakal masuk surga. Dan seandainya dia dalam catatan – catatan itu ada satu pembatal dari pembatal – pembatal keislaman, tentulah bithaqah itu tidak akan lebih berat, dan tentulah pelakunya tidak bakal selamat, karena pada saat itu bithaqah tersebut bukanlah bithaqah tauhid yang shahih, akan tetapi bithaqah ucapan dan pengakuan saja yang dilanggar, yang hanya diucapkan dengan lisan tanpa memaksudkan maknanya atau peralisasian lawazimnya.
Seandainya yang terdapat dalam catatan – catatan itu adalah ibadah kepada selain Allah, atau pembuatan hokum dan perundang – undangan (tasyrii') bersama Allah, atau pembelaan terhadap para pembuat hokum dan undang – undang itu dan loyal kepada mereka, atau celaaan terhadap dien ini, atau memerangi kaum muwahhidiin, tentulah bithaqah itu tidak akan lebih berat, atau bermanfaat, atau penghalang – penghalang dan sandungan – sandungan yang menghalangi tercapainya kemenangan dan keselamatan. Jadi yang aada dalam catatan – catatan itu adalah dosa – dosa di bawah syirik.
Idi dalam hadits itu justeru terdapat penjelasan pentingnya dan gegitu agungnya tauhid, dan mengandung penjelasan bahwa siapa orang yang merealisasikannya kemudian dia mendatangkannya sesuai dengan apa yang diinginkan dan diridlai Raab kita, maka sesungguhnya tauhid itu dengan keagungannya mampu menutupi dan meleburkan seluruh dosa dan kesalahan yang dibawah syirik. Ini dikuatkan dan diperjelas jugalleh hadits qudsiy :
"Hai anak adam seandainya engkau dating kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi, terus engkau berjumpa dengan-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Ku, tentulah Aku akan dating kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh bumi pula. HR At Tirmidzi.
Dan begitu juga hadits Huzaifah yang telah disebutkan di atas : Dihapus Kibatullah dalam satu malam, sihingga tidak tersisa darinya satu ayatpun di bumi ini," maka hadits ini bila memang shahih diartikan kepada makna bahwa orang – orang itu tidak mengetahui dari syari'at Islam kecuali kalimat ini saja, mereka merealisasikan maknanya lagi tidak menyekutukan allah, karena Allah tidak mengampuni dosa pengyekutuan terhadap-Nya.
Adapun status mereka meninggalkan shalat, shadaqah, dan nusuk (haji), bila mereka itu adalah muwahhiduun maka sesungguhnya mereka itu diudzur karenanya, sebab syari't – syari'at ini tidak bisa diketaui kecuali dengan hujjah risaliyyah.
Dan di dalam hadits tersebut dinyatakan bahwa Kitabullah itu diangkat pada zaman mereka sehigga tidak tersisa darinya satu ayatpun di muka bumi in.
Sedangkan Kitabullah itu adlah hujjah yang dengannya allah mengaitkan peringatan, Dia berfirman :
4 zÓÇrré&ur ¥'n<Î) #x‹»yd ãb#uäö à)ø9$# Nä.u'É‹RT{ ¾ÏmÎ/ .`tBur x÷n=t/ ÇÊÒÈ
"Dan Al Quran Ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia Aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya)." (Qs. Al An'aam : 19).
Siapa saja yang al Qur'an telah sampai kepadanya, maka berarti hujjah sudah tegak atasnya, dan siapa saja yang Al Qur'an belum sampai kepadanya maka dia diudzur dengan sebab (meninggalkan) furuu' syari'at, akan tetapi dia tidak diudzur dengan sebab meninggalkan ashlut tauhid dan mengikuti kemusyrikan yang nyata dan penetapan tandingan (bagi Allah), karena ini adalah hal yang telah Allah tegakkan atasnya hujjah-Nya yang nyata dari bergai sisi sebagaimana yang akan datan penjelasannya.
Dan keadaan mereka itu bila hadits ini shahih adalah seperti keadaan Zaid Ibnu "amr Ibnu Nufail yang sebelum diutusnya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dia tiu adalah hanif (muwahhid) muslum tapa ada seorang nabipun dating kepadanya. Sesungguhnya dia itu telah metrealisasikan tauhid dan berada di atas mullah Ibrahim sebagaimana yang tercantum dalam Shahihul Bukhariy, dan dia pernah berkata sebagaimana dalam riwayat Ibnu Ishaq :
"Y a Allah, seandainya saya menetahui tata cara ibadah yang paling Engkau cintai tentu saya beribadah kepada-Mu dengan cara itu, akan tetapi saya tidak mengetahui."
Orang yang statusnya seperti ini diudzur dengan sebab (meninggalkan) rincian syari'at – syaria'at yang tidak bisa diketahui kecuali lewat jalan para rasul, sedangkan dia itu tidak mengetahui bagaimana shalat, atau zakat, dan oleh sebab itu dia diudzur di dalamnya.
Adapun tauhid maka dia itu tidak bisa selamat kecuali dengan merealisasikannya, karena itu adalah hak allah atas hamba – hamba-Nya yang karenanya dia mengutus seluruh rasul – rsul-Nya dan Dia telah menegakkan atasnya berbagai macam hujjah.
Penjelasan ini semua dipakai bila ternyata lafadz, "Itu menyelamatkan mereka dari api nereka," adalah marfuu' kepada Nbai shallallaahu 'alaihi wa sallam, akan tetapi yang benar itu adalah mauquuf yang mudraj dari perkataan Huzaifah sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama.
Bahkan sebagian ulama muhaqqiqin berpandangan bahwa hadirs ini adalah tidak shahih, arena di dalam sanadnya ada Abu Muawiyah Khazim adl Dlariir, dia itu mudallis dan dalam marwiyyaatnya dari selain Al A'may, terus lebihdari itu dia itu adalah tergolong pentolan Murji'ah sebagaimana yang disebutkan oleh al Hafidh Ibnu Hajar, dan hadits ini di antarasekian hujjah yang dipegang dan dipakai dalil oleh orang – orang Murji'ah. Sedangkan para ulama telah menghati – hatikan dari menerima riwayat – riwayat ahlil bid'ah bila riwayatnya itu termasuk yahg mendukung bid'ahnya,[32] dan hadits ini termasuk apa yang dipegang oleh ahlul irjaa', maka apa gerangan apabila disertai kelemahan dan tadliils.
Adapun hadits Usamah :[33] itu berhubungan dengan orang kafir yang beru masuk Islam dan tidak menampakkan satupun pembatal keislaman, maka orang semacam ini tidak halal membunuhnya, sebab dia itu telah masuk dalam 'ishmah (keterjagaan harta dan darah dengan islamnya) maka wajib menahan diri dari (membunuh)nya sampai dia mendatangkan pembatal keislaman.
Oleh sebab itu An Nawawiy membuat bab bagi hadits ini dalam syarah shahih Muslim (Bab garamnya membunuh orang kafir seterlah mengucapl\kan Laa ilaaha Illallaah), akan tetapi harus diketahui bahwa ada perbedaan besar antara ibtidaaul 'ishmah (pemulaan keterjagaan darah dan harta) dengan istimraaruhaa (keberlangsungannya). 'Ishmah itu dimulai bagi orang kafir dengan pengucapan dia akan kalimat tauhid ini, akan tetapi keberlangsungan 'ishmah itu tidak ada kecuali dengan komitmen terhadap hak – hak kalimat ini dan menanggalkan serta menjauhi pembatal – pembatalnya.
Orang kafir saat dia ingin masuk Islam, dia mengucapkan kalimah tauhid. Dan sekedar mengucapkannya berarti dia siap untuk menerima syari'at – syari'at Islam dan istislaam akan hak – haknya, serta baraa'ah dari apa – apa yang membatalkannya. Bila dia tidak merelisasikan hal itu maka 'ishmah yang dia telah masuk ke dalamnya dengan kalimat itu tidaklah terus berlangsung, akan tetapi terputus.
Jadi hadits itu berkenaan dengan orang yang baru masuk Islam dan tidak menampakkan sedikitpun dari pembatal – pembatal keislaman. Dan bukan berkenaan dengan orang yang mengklaim dan mengaku Islam semenjak lama yang sementara bila engkau melihat perlakuannya tentu engkau akan mendapatkan dia itu sangat memusuhi Islam dan pemeluknya, dia damai dengan thaghut, konco – konconya, undang – undangnya, dan kebatilannya. Orang sepeerti ini meskipun dia mngucapkan Laa ilaah Illallaah seratus
[1] Dari kalangan jama'ah Irjaa' (Neo Murjia'ah) yang banyak bermunculan dengan baju salaf secara pengakuan dan klaim saja, dan diikuti banyak orang yang paling mengaku salafiy di negeri ini. Pent.
[2] Dari kalangan tentara, polisi, para laskar, serta barisan yang membela atau melindungi atau memperjuangkan atau menjunjung tinggi undang – undang tersebut. Pent.
[3] Dari kalangan penguasa, para pejabat, para pakar hukum (fuqahaa al qanuun), para anggota dewan dan majelis permusyawaratan atau perwakilan rakyat, para jaksa dan para hakim serta yang lainnya. Pent.
[4] Orang – orang yang berpaham Jahmiyyah dalam masalah tkfir, yaitu yang mengatakan bahwa pengkafiran itu bermuara hanya pada masalah keyakinan hati saja, silahkan lihat kitab Al Jihad Wal Ijtihad karya Syaikh Umar Bin Mahmud Abu Umar dan juga Aqidah Ad'iyaa Assalafiyyah, lihat juga Masaailul Iman jawaban Syaikh Al Fauzan yang disusun oleh Abdurrahman Al Harfiy. Pent.
[5] Yang sekarang merebak dengan pesat serta merasa diri merekalah yang paling salafiy, padahal mereka itu adalah salafiy maz'uum atau ad'iyaa (para pengaku saja bukan yang sebenarnya). Ciri khas mereka adalah memandang bahwa para penguasa atau para pemerintah atau negara yang mencampakkan syari'at Allah serta mengadopsi atau membuat undang – undang sendiri adalah masih berstatus sebagai pemerintah Islam, negara Islam, dan penguasa muslim yang wajib diberikan loyalitas, mereka berpandangan bahwa orang muslim muwahid yang berusaha memerangi, menjihadi, atau baraa' dari pemerintah semacam itu adalah Khawrij, Takfiriy, calon anjing – anjing neraka, yang wajib dilaporkan kepada thaghut itu. Pent.
[6] Beliau maksudkan dengan setan – setan itu adalah ulama – ulama kaum musyrikin, yang di mana mereka itu mahir dalam fiqh, atau nahwu, atau ushul fiqh, atau tafsir, atau hadits, akan tetapi mereka itu melegalkan kemusyrikan, seperti pada masa sekarang banyak orang yang bergelar Doktor dalam masalah Islam, akan tetapi mereka melegalkan demokrasi yang syirik itu dengan dalih maslahat dakwah, padahal mereka mengetahui bahwa demokrasi itu adalah penyandaran hukum kepada makhluk, sedangakan penyandaran wewenang membuat hukum kepada makhluk itu adalah syirik akbar.
[7] Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam risalah fi makna thaghut (lihat Al Jaami' Al Fariid hal: 308) : Dan adapun tata cara kufur terhadap thaghut itu adalah engkau meyakini bathilnya ibadah kepada selain Allah, engkau meninggalkannya, membencinya, mengkafirkan pelakunya dan memusuhi mereka itu." Beliau berkata pula dalam Ad Durar Assaniyyah 2/78 : Kafirlah kamu terhadap thaghut – thaghut itu, musuhilah mereka, bencilah orang yang mencintai mereka, atau orang yang membela – membela mereka, atau orang yang tidak mengkafirkan mereka, atau orang yang mengatakan saya tidak memiliki urusan untuk mengomentari mereka, atau orang yang mengatakan Allah tidak mentaklif saya untuk mensikapi mereka, sungguh dia telah berdusta dan mengada – ada atas Allah, justru Allah telah mentaklif dia untuk bersikap terhadap mereka, Dia telah mewajibkan dia untuk kafir terhadap thaghut – thaghut itu dan berlepas diri dari mereka meskipun mereka adalah saudara – saudara dan anak – anaknya."
Dan beliau menyebutkan dalam risalah fi makna thaghut bahwa di antara pentolan thaghut adalah : Yang kedua : Penguasa yang dhalim yang merubah hukum – hukum Allah…. Dan yang ketiga ;Orang yang memutuskan bukan dengan apa yang Allah turunkan…"
Yang kedua adalah para pembuat hukum dan perundang – perundangan, para pengusungnya, para perancangnya, para penggodoknya serta yang mengsahkannya, ini kalangan Eksekutif dan Legislatif. Dan adapun yang ketiga adalah para pelaksana baik dari kalangan penguasa, pejabat (Eksekutif), para hakim dan jaksa (Yudikatif) serta yang lainnya.
Dan jangan lupa para penghias kemusyrikan itu dari kalangan du'aatnya, para cendikiawan dan kalangan intelektualnya yang salalu membolehkannya, serta para aparat hukum dan para pelindungnya dari kalangan polisi dan tentara, Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam risalah beliau kepada Hamd At Tuwaijiriy sebagaimana yang dikutip oleh Syaikh Abdullathif Ibnu 'alasy Syaikhil Imam hal 104: Dan kami hanya mengkafirkan orang yang menyekutukan Allah dalam uluuhiyyah-Nya setelah jelas baginya hujjah akan batilnya syirik, dan begitu juga kami mengkafirkan membolehkannya, dan begitu juga orang yang menggunakan senjatanya untuk melindungi kuburan – kuburan keramat yang di sana dilakukan penyekutuan terhadap Allah dan dia memerangi orang yang mengingkarinya dan berusaha untuk memusnahkannya."
Siapa yang melindungi hukum dan perundang – undangan, falsafah negara, system syirik yang ada, lembaga dan sarang demokrasi kalau bukan aparat keamanan yang ada dari kalangan polisi dan tentara. Pent.
[8] Kufrun duuna kufrin adalah istilah kekafiran yang tidak mengeluarkan dari Islam, adapun kufrun akbar adalah yang mengeluarkan dari Islam. Pent.
[9] Ya sangat jelas sekali sebagaimana yang dikatakan oleh Al Imam Ar Rabbaniy Al Mufassir Al Ushuuliy Al Lughawyi Al 'Allamah Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah dalam tafsirnya Adhwaa-ul Bayan 4/66 :
"Sesungguhnya orang – orang yang mengikuti qawaaniin wadl'iyyah (undang – undang buatan) yang disyari'atkan oleh syaitan lewat lisan – lisan wali – walinya yang bertentangan dengan apa yang telah disyari'atkan Allah SWT lewat lisan – lisan para Rasul-Nya semoga shalawat dan salam tercurah kepada mereka, sesungguhnya tidak ada yang meragukan akan kekafiran dan kemusyrikan mereka kecuali orang yang bashirahnya telah dihapus oleh Allah dan dia itu dibutakan dari cahaya wahyu-Nya sepeerti mereka."
Juga ungkapan yang hampir serupa dikatakan oleh Al 'Allamah Al Muhaddits Ahmad Sakir dalam Umdatut Tafsir 4/174.
Akan tetapi ahlul Irjaa yang merasa paling salaf pada masa sekarang telah buta dan tak bisa melihat terangnya matahari dalil dan ijma ulama yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (Majmu Al Fatawaa 3/267, Ibnu Katsir (Al Bidayah Wan Nihayah 13/119, Asysyinqithiy dan yang lainnya, justeru mereka hanya bisa melihat masalah ini ditengah kegelapan syubhat, layaknya kelelawar yang tak bisa melihat saat ada cahaya matahari. Pent.
[10] Darah mereka halal ditumpahkan dan harta mereka halal diambil oleh kaum muslimin, baik statusnya sebagai fai' atau sebagai ghanimah. Pent.
[11] Mereka kekal di dalam api neraka dan tidak mungkin dikeluarkan darinya. Pent.
[12] Mereka saat terjadi perselisihan dan persengketaan di antara satu Negara dengan Negara tetangganya, mereka mengadukannya bukan kepada hukum Islam tapi kepada hukum PBB, atau Liga Arab umpamanya, Syaikh Abdul Aziz Ibnu Baz rahimahullah berkata saat menanggapi rencana bersatunya negara – negara arab di bawah satu naungan nasionalisme arab, beliau berkata dalam kitabnya Naqdul Qaumiyyah Al 'Arabiyyah 50 : Sisi keempat : "Di antara sisi – sisi yang menunjukan kepadanya dan bergabung satu di bawah panjinya menyebabkan anggota liga itu harus menolak hukum Al Qur'an, karena sesungguhnya orang – orang naionalis arab yang bukan muslim tidak akan rela akan tahkim Al Qur'an, sehingga keadaan ini mengharuskan para tokoh nasionalisme tersebut untuk membuat hukum – hukum itu, dan banyak di antara mereka telah tegas – tegasan mengatakan itu sebagaimana yang lalu. Dan ini adalah kerusakan yang maha besar, kekafiran yang terang, dan kemurtaddan yang jelas. " Pent.
[13] Contoh akan hal ini sangat banyak sekali, dan bukan di sini untuk memaparkannya, akan tetapi silahkan rujuk kitab kami Al Kawasyif Al Jaliyyah Fi Kufri Ad Daulah Assu'uudiyyah.
[14] Di mana negara – negara arab itu bersatu di bawah panji nasionalis arab yang kafir dengan undang – undangnya yang kafir, yaitu Liga Arab yang telah dijelaskan kekafirannya oleh Syaikh Abdul Aziz Ibnu Baz dalam kitab Khusus Naqdul Qaumiyyah Al 'Arabiyyah, silahkan lihat secara khusus halaman 50 – 51.
[15] Juga penguasa dan pemerintah negara – negara yang mayoritas berpenduduk muslim, yang di mana mereka adalah thaghut – thaghut pula karena statusnya adalah sama dengan thaghut – thaghut arab dan bahkan lebih parah, akan tetapi orang – orang dari kalangan salafiyyin maz'uumiin masih menganggap bahwa para penguasa itu adalah muslim dan negaranya adalah negara Islam!!! Serta orang yang menentangnya adalah Khawarij, sehingga merekapun subur dan gemuk karena mendapatkan kebebasan dan dukungan para thaghut itu, ini semua akibat dari paham irjaa' yang mereka pegang tanpa mereka sadari, kufur kepada thaghut hanya sekedar di lisan akan tetapi realitanya mereka banyak menyenangkan para thaghut itu. Pent.
[16] Ini yang dilakukan oleh semua negara, lihat contohnya persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia tentang pulau Sipadan dan Ligitan kemana keduanya merujuk, ke Denhaag (Belanda). Tapi para ustadz masih bilang Indonesia itu negara Islam!!!! Padahal para pemimpin dan para pejabgat mengatakan ini bukan negara Islam, dan rakyat yang awam juga berkata demikian. Pent.
[17] Bagaimana thaghut bisa kufur kepada thaghut, ini sangat aneh kecuali dalam kamus orang yang tidak paham tauhid yang mengatakan bahwa tidak semua thaghut itu kafir!!!!!!. Pent.
[18] Ini bisa dilihat dengan adanya kesepakatan Internasional untuk memerangi muwahhidiin mujahidiin yang mereka identikan dengan teroris, juga dengan adanya undang – undang anti teroris yang intinya adalah membabat kaum muwahhidiin di setiap negara. Pent.
[19] Demokrasi adalah syirik, sedangkan Islam adalah tauhid. Tauhid tidak bisa bersatu dengan syirik, Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam risalah syarah ashli dienil Islam (lihat Al Jaami Al Fariid 380) : Sesungguhnya orang yang melakukan syirik itu berati dia sudah meninggalkan tauhid, karena keduanya adalah dua hal yang berlawanan yang tidak bisa bersatu, sehingga bila syirik ada (pada diri menusia) maka hilanglah tauhid."
Putra beliau Syaikh Abdullathif rahimahullah berkata dalam Kitabnya Mnhaju Ta'siis 12 : Islam dan syirik adalah dua hal yang kontradiktif yang tidak bisa bersatu dan tidak bisa hilang kedua – duanya." Mustahil dalam Islam ini ada orang muslim yang demokrat atau demokrat muslim, tapi yang ada adalah muslim (muwahhid) dan demokrat (musyrik). Jadi orang – orang yang masuk parlemen yang berdasarkan demokrasi dan memang semua parlemen atau majelis permusyawaratan/perwakilan rakyat adalah berlandaskan demokrasi adalah musyrik bahkan merka itu arbaab, apapun alasannya,dari manapun latar belakangnya, baik itu dari partai Islam!!!! Katanya atau bukan. Pent.
[20] Bila yang menjadikan Islam sebagai salah satu sumber hukum adalah orang musyrik kafir, maka apa gerangan dengan yang sama sekali tidak mencantumkan Islam sebagai salah satu sumber hukumnya seperti negara yang kita hidup di dalam paksaan kekuasaannya, ini adalah kekafiran di atas kekafiran, akan tetapi para pengikut Murji'ah yang pada masa sekarang mereka buta akan hal ini, mereka tidak bisa atau tidak mau melihat kenyataan yang terang dan tidak bisa memahami dalil yang jelas, mereka hanya bisa melihat di kegelapan syubhat layaknya kelelawar yang tidak bisa melihat terangnya matahari tapi bisa melihat di kegelapan malam, juga para pengekor Murji'ah itu tuli tidak mndengar atau tidak mau mendenganr ucapan para penguasa yang dengan terang – terangan mengatakan bahwa ini bukanlah negara Islam dan kita tidak menginginkan negara Islam. Akan tetapi para pengekor ini bersikeras mengatakan ini adalah negara/pemerntah Islam bukan kafir. Sungguh tidak ada yang buta dan tidak ada yang tuli seperti ketulian dan kebutaan mereka, sampai orang yang dungu di antara mereka mengatakan bahwa tidak semua thaghut itu kafir!!!!Pent.
[21] Banyak sekali contoh – contoh akan hal itu, akan tetapi tidak bisa dipaparkan di sini, dan kami telah menjelaskan dan memaparkannya serta kami tunjukan bukti akan hal itu dari hukum - hukum dan undang – undang mereka dalam buku kami yang berjudul Kasyfun Niqaab 'Asy Syari'atil Ghaab (Membongkar Kebobrokan Hukum Rimba) yang sudah beredar luas.
[22] Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrak dengan sanad yang shahih, dan lihat tafsir Ath Thabarry. Adapun ungkapan kufrun duuna kufrin maka kita tidak bisa memastikan penisbatannya kepada Ibnu Abas meskipun sebagian orang menshahihkannya, karena pada sanadnya ada Hisyam Ibnu Hajar Al Makkiy dan dia itu dhaif. Dan perkataan Ibnu Abbas serta perkataan yang lainnya dari kalangan tabi'in telah tsabit, akan tetapi dalam kasus apa yang seperti ungkapan itu dilontarkan, bukan dalam apa yang dikaburkan oleh orang – orang khalaf dari kalangan Murji'ah gaya baru.
Pent: Di antara buku – buku penebar syubhat Irjaa masa sekarang di antranya : Al Hukmu Bi Ghairi Maa Anzalallaah Wa Ushuulut Takfiir karya Khalid Al Anbariiy, Ihkamu Taqriir Fi Ahakaamit takfir karya Murad Syukri, Dlabthudl Dlawabith karya Ahmad Shalih Az Zahraniy, Haqiqatul Iimaan Baina Ghuluwwil Khawarij wa Tafrithl Murji'ah Karya Adnaan Abdul Qadir, Shaihatu Nadziir karya Ali Hasan Al Halabiy (tokoh panutan kalangan salafiyyin maz'uumiin di Indonesia yang setiap tahun datang ke Surabaya untuk mengadakan daurah), At Tahdziir Min Fitnanit Takfiir karya Ali Hasan juga, buku – buku itu semua menebarkan paham Irjaa' dan sudah ditahdzir oleh para ulama yang tergabung dalam Al Lajnah Ad Daa'imah. Dan juga kitab Haziimatil Fikrit Takfiriy karya Khalid Al Anbariy yang sudah ditahdzir oleh Syaikh Shalih Al Fauzan. Semua ini lihat dalam kitab At Tahdzir Minal Irjaa' wa Ba'dlil Kutub Ad Daaiyah Ilaih cetakan Dar'Aalamil Fawaaid.
[23] Al Baraa Ibnu 'Azib berkata : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam melewati seorang yahudi yang dipoles hitam wajahnya dan didera,maka beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam memanggil mereka,terus berkata : Apakah kalian mendapatkan hukuman zina seperti ini dalam kitab kalian ? Mereka menjawab : Ya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memanggil salah seorsng ulama mereka,beliau berkata : Saya ingatkan kamu dengan Dzat Yang telah menurunkan taurat kepada musa, apakah kalian mendapatkan hukuman zina dalam kitab kalian seperti ini?. Maka dia berkata : Demi Allah tidak, seandainya engkau tidak mengingatkan saya dengan Allah tentu saya tidak akan menberitahukan engkau akannya, kami mendapatkan hukuman zina dalam kitab adalah rajam, akan tetapi banyak terjadi perzinahan dikalangan bangsawan kami, maka kami bila mendapatkan orang bangsawan berzina maka kami tinggalkan (tidak diberi hukuman) dan bila ynag berzina adalah orang lemah maka kami terapkan hukuman itu, maka akhirnya kami semua berkata: marilah kita sepakat untuk menjadikan hukuman yang diterapkan kepada orang bangsawan dan orang biasa, maka kami sepakat akan hukuman memoles yang hitam dan dera " Maka Nabi saw berkata: Ya Allah sesungguhnya saya adalah orang yang paling pertama kali menghidupkan perintahmu ini saat mereka mematikanya," maka dia berkata: Maka beliau memerintahkan untuk merajam orang itu, kemudian Allah menurunkan : Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir,"…..dhalim"…fasiq." (Qs: Al-Maa-idah: 44-46). Maka Al Barra berkata: berkenan dengan orang-orang kafir seluruhnya,"
Dan Perhatikan perkataannya: " Maka kami sepakat, " dan bukan," maka kami menghalalkan," sebagaimana yang ditipudayakan oleh Murji'ah gaya baru.
[24] Dan itulah kenyataan para pengikut Murji'ah pada masa sekarang, mereka selalu berpatokan kepada apa yang dinisbatkan kepada Ibnu Abbas itu dan menempatkannya bukan pada tempatnya, mereka telah membuat para thaghut itu girang dan senang. Mereka menuduh orang yang mengkafirkan para penguasa thaghut itu dengan tuduhan Khawarij gaya baru, takfiriy dan lain sebagainya, bahkan ada di antara mereka yang membantu thaghut untuk menangkap orang – orang yang mereka anggap sebagai Khawarij itu, dan bahkan ada yang berkeyakinan wajibnya melaporkan orang – orang yang mereka cap sebagai Takfiriyyin dan Khawarij itu kepada penguasa bila merka menyebarkan pahamnya. Sungguh buta orang – orang Murji'ah dan para pengikutnya itu, dan sungguh jauh sekali mereka itu dari memikirkan bagaimana menjihadi thaghut – thaghut itu. Pent.
[25] Shilah adalah tabi'in perawi hadits itu.
[26] Tentunya mereka tidak menuturkan syubhat ini dengan sebanyak ini dan tidak menguatkannya dengan seluruh dalil – dalil ini, mungkin bisa saja sebagian mereka menggunakan hadits, yang lain menggunakan perkataan orang, sebagian menggunakan pemahamannya, akan tetapi saya tuturkan bagi mereka mayoritas hadits – hadits yang sepertinya berada bersama mereka dan mereka mengiranya bahwa itu menguatkan syubhatnya, dalam rangka mengikuti perkataan sebagian ulama salaf : Ahlul ahwaa itu menuturkan apa yang menguntungkan mereka saja, sedangkan ahlussunnah meriwayatkan apa yang menjadi dalil – dalil mereka dan apa yang menghujat mereka.
[27] Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Ad Durar 1/323 dan Minhajut Ta'siis hal 61 :
"Sekedar mengucapkan kalimat syahadat tanpa mengetahui maknanya dan tanpa mengamalkan tuntutannya maka itu tidak membuat mukallaf tersebut menjadi muslim, dan justeru itu menjadi hujjah atas dia ….siapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, sedang dia itu beribadah kepada yang selain Allah (pula) maka kesaksiannya itu tidak dianggap meskipun dia itu shalat, zakat, shaum dan melaksanakan sebagaian ajaran Islam."
Ini adalah pernyataan yang jelas lagi gambling, akan tetapi orang – orang sekarang hanya berpegang kepada sekedar surat pengenal atau amalan Islam yang lahir tanpa memperhatikan kepada pembatal keislaman itu, padahal mereka melihat orang – orang itu melakukan pembatal keislaman. Sebagai contoh ketegasan dalam tauhid ini yang tidak mengenal sekedar pengakuan atau amalan syi'ar lahir yang biasa, adalah yang dikatakan Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah kepada seorang hakim (qadli) agung di kota Riyadl yang di mana dia itu orang yang terkenal 'alim dan rajin ibadah dan terpandang di masyarakatnya, akan tetapi dia itu melegalkan syirik kuburan yang ada di tengah masyarakatanya dan menentang dakwah tauhid yang digencarkan oleh Syaikh, Syaikh berkata kepada sang hakim agung itu (Sulaiman Ibnu Suhaim) dalam risalah beliau kepadanya (lihat Tarikh Nejd 304) :
"Akan tetapi kamu adalah orang jahil yang musyrik, yang benci dien Allah."
Syaikh Sulaiman Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Taisiir Al 'Aziz Al Hamid hal 58 :
"Siapa yang mengucapkan kalimat ini (Laa ilaaha Illallaah) dengan mengetahui maknanya, mangamalkan tuntutannya berupa menafikan syirik dan menetapkan wahdaniyyah hanya bagi Allah dengan disertai keyakinan yang pasti akan kandungan maknanya dan mengamalkannya maka dia itu adalah orang muslim yang senenarnya. Bila dia mengamalkannya secra dhahir tanpa meyakininya maka dia munafiq, dan bila dia mengamalkan apa yang menyalahinya berupa syirik maka dia itu kafir meskipun mengucapkannya (Laa ilaaha Illallah)".
Beliau mengatakan juga dalam kitab yang sama (lihat Juz Ashli Dienul Islam 30) :
"Sesungguhnya mengucapkan Laa ilaah Illallaah tanpa disertai pengetahuan akan maknanya dan tidak mengamalkan tuntutannya berupa iltizaam dengan tauhid dan meninggalkan syirik serta kufur kepada thaghut maka sesungguhnya pengucapan itu tidak bermanfaat dengan ijma para ulama."
Ini dikarenakan Laa ilaaha Illallaah itu mimiliki dua rukun, yaitu kufur kepada thaghut dan iman kepada Allah, salah satunya saja tidaklah berguna dan tidak menyebabkan orang terjaga darah dan hartanya serta dia tidak dianggap orang Islam, sebagaimana firman Allah subhaanahu wa ta'aala :
4 `yJsù ö àÿõ3tƒ ÏNqäó»©Ü9$$Î/ -ÆÏB÷sãƒur «!$$Î/ ωs)sù y7|¡ôJtGó™$# Íouró ãèø9$$Î/ 4's+øOâqø9$# Ÿw tP$|ÁÏÿR$# $olm; 3 ª!$#ur ìì‹Ïÿxœ îLìÎ=tæ ÇËÎÏÈ
"Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui." (Qs. Al Baqarah : 256).
Juga sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan Muslim:
"Siapa mengucapkan Laa ilaaha Illallaah dan kafir terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya, sedangkan penghisabannya adalah atas Allah,"
syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad rahimahullah berkata saat ditanya tentang hadits ini dalam Ad Durar Assaniyyah 2/156 :
"Dan adapun sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam,: dan kafir terhadap segala yang disembah selain Allah,: ini merupakan syarat yang agung. Pengucapan Laa ilaaha Illallaah tidak sah kecuali dengan adanya syarat itu, dan bila tidak ada maka orang yang mengucapkan Laa ilaaha Illallaah itu tidaklah haram darah dan hartanya. Pengucapan kalimat itu tidak bermanfaat baginya tanpa disertai dengan mendatangkan makna yang dikandung oleh kalimat tersebut berupa peninggalan syirik, baraa'ah darinya dan dari pelakunya. Bila dia mengingkari peribadatan segala sesuatu yang disembah selain allah, berlepas diri darinya, dan memusuhi orang yang melakukannya, maka dia itu telah menjadi orang muslim yang terjaga darah dan hartanya."
Ini adalah masalah yang sudah diijmakan oleh seluruh para ulama.
Al 'Allamah Syaikh Hamd Ibnu 'Atieq rahimahullah berkata dalam kitab Ibthalit Tandiid hal 76 :
"Para ulama telah ijma bahwa sesungguhnya orang yang memalingkan satu dari dua macam do'a kepada selain Allah, maka dia itu adalah musyrik meskipun dia mengucapkan Laa ilaaha Illallaah Muhammadur Rasulullah, dia shalat, shaum dan dia mengaku muslim."
Dia tidak menyadari bahwa dia itu musyrik, sehingga dia itu masih tetap shalat, shaum, zakat dan yang lainnya.
Al Imam Asysyaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Ad Durar Assaniyyah 11/545-546 :
"Para ulama dari kalangan salaf dan khalaf, semenjak para sahabat taabi'iin, para imam dan seluruh ahlussunnah telah berijma bahwa orang itu tidak dikatakan muslim kecuali bila dia mengosongkan diri dari syirik akbar dan berlepas diri darinya."
Jadi sekedar amalan dan pengucapan kalimah syahadat tanpa disertai peninggalan terhadap syirik akbar dan baraa'ah darinya maka status Islam itu tidak ada meskipun oran itu merasa dan mengaku Islam atau beridentitas muslim.
Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Inu Abdil Wahhab rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Mishbahudh dhalaam hal 37:
"Siapa yang beibadah kepada selain Allah, dan menjadikan tandingan bagi Tuhan-nya, serta menyamakan antara Dia dengan yang lainnya maka dia itu adalah musyrik yang sesat bukan muslim meskipun dia memakmurkan lembaga – lembaga pendidikan, mengangkat para qadli, membangun mesjid, dan adzan, karena dia tidak komitmen dengan (tauhid)nya, sedangkan mengeluarkan harta yang banyak serta berlomba – lomba dalam menampakkan syi'ar – syi'ar amalan, maka itu tidak meyebabkan dia memiliki predikat sebagai muslim bila dia meninggalkan hakikat Islam itu (tauhid)".
Sehingga tidak aneh kalau para ulama berijma akan kafirnya pemerintah/penguasa dan negara Fathimiyyah di Mesir padahal mereka itu yang membangun banyak mesjid termasuk Al Azhar, melaksanakan shalat jama'ah, jum'at, mengangkat para qadli para mufti, ini dikarenakan mereka itu menampakkan kemusyrikan dan kekufuran sebagaimana pemerintahan kita menampakkan kekafiran dan kemusyrikan pula, Syaikh Muhmmad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Sirah (lihat ikhtisharnya dalam Juz Ashli dienil Islam) :
Beliau juga berkata lagi dalam risalah beliau kepada Ahmad Ibnu Abdil Karim Al Ahsaaiy salah seorang musuh dakwah tauhid yang mengingkari pengkafiran Syaikh terhadap orang – orang yang mengaku muslim padahal mereka menampakkan kemusyrikan dan kekafiran (Tarikh Nejd 346):
"Seandinya kita menyebutkan orang – orang yang mengaku Islam yang telah dikafirkan oleh para ulama dan difatwakan akan kemurtadannya serta keharusan membunuhnya, tentulah pembahasan menjadi panjang, akan tetapi di antara kejadian yang paling akhir adalah kisah Bani 'Ubaid para penguasa Mesir beserta jajarannya, mereka itu mengaku bahwa dirinya adalah tergolong Ahlul Bait, mereka shalat jama'ah, shalat jum'ah, mengangkat para qadli dan para mufti, namun demikian para ulama telah ijma akan kekafiran mereka, kemurtadannya, dan keharusan memeranginya, serta (ijma)bahwa negerinya adalah negeri kafir harbiy yang wajib diperangi, meskipun (rakyatnya) itu dipaksa lagi benci kepada mereka (para penguasanya)."
[28] Orang – orang pengikut paham Irjaa' yang berbaju salaf sekarang, mereka itu saat berbicara teori syarat – syarat Laa ilaaha Illallaah sepertinya mereka itu serius komitmen dengan apa yang mereka sebutkan dalam syarat – syarat dan rukun – rukun Laa ilaaha Illallaah, akan tetapi saat prakteknya mereka memperlihatkan paham irjaa'nya itu secara jelas. Pent.
[29] Syaikh Muhammad Ibnu abdil Wahhab rahimahullah berkata tentang makna al iimaan billah dalm risalah fi makna thaghut lihat Majmu'atut tauhid 10, Al Jami' Al fariid 308) :
"Adapun makna iman kepada aalh adalah bahwa engkau meyakini bahwa aalah adalah satu – satunya ilaah yang berhak untuk diibadati, tidak yang lain-Nya, engkau memurnikan semua macam ibadah hanya kepada-Nya dan engkau menafikannya dari segala yang disembah selain-Nya, engaku mencintai ahli tauhid (ikhlash) dan loyal kepadanya, serta engkau membenci pelaku – pelaku syirik dan memusuhinya,"
apa arti kufur kepada thaghut, Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam kitab – kitab yang sama :
"Adapun tata cara kufur terhadap thaghut itu adalah engkau meyakini bathilnya ibadah kepada selain Allah, engkau meninggalkannya, membencinya, mengkafirkan pelakunya dan memusuhi mereka itu."
Ini sesuai dengan firman allah subhanahu wa ta'aala dalam surat Al Mumtahanah ayat 4 :
ô‰s% ôMtR%x. öNä3s9 îouqó™é& ×puZ|¡ym þ'Îû zOŠÏdºt ö/Î) tûïÏ%©!$#ur ÿ¼çmyètB øŒÎ) (#qä9$s% öNÍhÏBöqs)Ï9 $¯RÎ) (#ätÂuät ç/ öNä3ZÏB $£JÏBur tbr߉ç7÷ès? `ÏB Èbrߊ «!$# $tRö xÿx. ö/ä3Î/ #y‰t/ur $uZoY÷ t/ ãNä3uZ÷ t/ur äourºy‰yèø9$# âä!$ŸÒøót7ø9$#ur #´‰t/r& 4Ó®Lym (#qãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÿ¼çny‰ômur ž ÇÍÈ
"Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika mereka Berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan Telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja." (Qs. Al Mumtahanah : 4).
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah saat menjelaskan tentang status orang – orang badui Nejed saat itu, beliau menjelaskan bahwa mereka itu seluruhnya telah bergelimang kemusyrikan dan kekafiran. Beliau jelaskan bahwa mereka itu hanya mengucapkan Laa ilaaha Illallaah saja tanpa komitmen dengan tuntutannya, dan orang – orang yang dipanggil ulama – ulama di sana menganggap orang – orang badui tadi adalah sebagai ahlul islam (orang – orang Islam), karena mengucapkan Laa ilaaha Illallaah padahal ulama – ulama tadi mengakui bahwa yang dilakukan oleh orang – orang badui itu adalah kemusyrikan, Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab menamakan ulama – ulama tadi sebagai sysyaathiin (setan – setan), dan saat ada salah seorang dari badui itu yang belajar Islam kepada beliau dan baru mengetahui sedikit tentang tauhik, maka orang badui itu menerapkan ilmunya itu sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh rahimahullah dalam syarah sittati mawaadli minas sirah point ke enam (lihat al Jami' al Fariid 296) :
"Sungguh indah sekali apa yang dikatakan oleh seorang arab badui itu, tatkala di dating kepada kami dan telah mendengar sedekit tentang Islam, dai berkata : Sesungguhnya saya bersaksi bahwa kami ini adalah orang – orang kafir yangitu dia dan seluruh orang – orang badui tadi dan saya bersaksi bahwa sang muthawwi'' (ustadz) itu yang menamakan kami sebagai pemeluk Islam, sesungguhnya dia adalah kafir,"
[30] Para pelindung thaghut dari kalangan tentara dan polisi itu adalah tergolong para pelindung kemusyrikan dan sarang – sarangnya yang dimana tergolong kelompok keempat yang telah jelas dikafirkan oleh Syaikhul Islam Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalm risalah beliau kepada Hamd At Tuwaijiriy, selahkan lihat dalam Kitab Mishbahudhdhalaam Fi Man Kadzaba 'Alasy Syaikhil Imam karya Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Abdil Wahhab hal : 104. Pent.
[31] Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam syarah sittati mawaadli minas sirah (lihat Majmu'atut Tauhid : 23) saat beliau menyebutkan macam – macam orang – orang murtad pada zaman para sahabat : Dan di antara mereka ada yang tetap di atas dua kalimah syahadat, akan tetapi menyertakannya dalam kenabian, karena Musailamah dengan dugaan bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menyertakannya dalm kenabian, karena Musailamah ini mengangkat para saksi palsu yang menyaksikan kebenaran kenabian dia, terus dibenarkan oleh banyak orang, dan meskipun demikian (keberadaan mereka yang tertipu) para ulama talah berijma bahwa mereka itu adalah orang – orang murtad meskipun jahil akan hal itu, dan siapa yang meragukan kemurtaddan mereka maka dia itu kafir."
[32] Lihat umpamanya Nuzhatun Nadhr Syrh Nukhbatil Fikri.
[33] Haidts Usamah ini digunakan oleh musuh – musuh dakwah tauhid dari kalangan ulama kaum musyrikin zaman Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalam rangka merintangi Syaikh dari mengkafirkan orang yang telah mengucapkan Laa ilaaha Illallaah namun dia mendatangkan pembatal keislaman, maka Syaikh membantahnya dalam kitabnya Kasyfusy Syubuhat, dan setelahnya musuh dakwah tauhid yang bernama Usman Ibnu Manshuur yang divonis kafir pada zaman Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasn Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab menggunakan hadits itu pula, maka Syaikh Abdullathif membantahnya dalam kitab khusus membantah orang kafir itu degan kitab yang bernama Mishbahudldlalaam Fi Man Kadzaba ' Ala Asyaikh Al Imam, lihat hal : 351 dan sesudahnya. Siapa lagi yang akan mengikuti musuh dakwah tauhid yang memakai hadits ini untuk menghalangi kaum muwahhidiin dari mengkafirkan orang – orang musyrik yang mengaku Islam ???. Pent.