Kecenderungan
untuk mempelajari hukum, apalagi hukum Islam, di kalangan umat Islam
sudah mulai berkurang. Karena hukum lebih banyak dilanggar atau tidak
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari baik oleh
masyarakat maupun oleh aparat penegak hukum. Mempelajari dan menguasai
hukum hanya sekedar untuk membela kliennya demi uang. Hukum rimba yang
berlaku.Yang
benar atau tidak terbukti bersalah divonis penjara, yang salah tertawa.
Terkadang pejabat yang berjasa besar memakmurkan rakyatnya, dan banyak
mendapatkan penghargaan, baik dalam negeri maupun luar negeri, ditahan
gara-gara ada sentimen dari LSM.
Sementara
mereka yang korupsi besar-besar, bebas berkeliaran karena diback up
oleh oknum yang sedang berkuasa. Kasus bank Century, misalnya, masih
dibiarkan abu-abu. Karena dekat dengan kekuasaan. Kasus Antasari Azhar lebih banyak muatan sandiwara politik yang sarat dengan kebohongan.
Anehnya, hakim tidak
memiliki hati nurani yang jernih. Padahal diberi kebebasan oleh hukum
tanpa intervensi dari luar. Rupanya lebih takut kepada penguasa daripada
takut kepada Tuhan. Belum lagi kasus Nazaruddin yang sedang marak
dibicarakan di berbagai media massa. Masyarakat mempertanyakan
kredibilitas KPK yang baru dibentuk.
Mengapa
aspek ketaatan terhadap hukum diabaikan, penghayatan dan pengamalan
ajaran-ajaran agama yang bersumber pada Alqur’an tidak disukai. Mereka
lebih menyenangi membaca Alqur’an dengan suara merdu dan lagu-lagu
indah, sementara perilakunya jauh dari isi kandungan Alqur’an.
Anehnya
pemerintah mendukung dan menganggarkan cukup besar dana untuk kegiatan
ini. Yaitu, penyelenggaraan MTQ dan MHQ yang lebih menonjolkan aspek
syi’ar atau keramaian daripada aspek pengamalan.Demikian
halnya soal retorika agama, tidak sedikit orang berbicara tentang
agama, berpidato, berkhutbah di masjid-masjid, di panggung-panggung PHBI
(Hari-hari Besar Islam), di seminar-seminar, dan di kantor-kantor, tetapi sekali lagi sebatas bicara, belum menyentuh pada pengubahan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara
kebebasan, kelonggaran dan peluang untuk berbuat dosa dan maksiat
semakin terbuka lebar dan mereka yang notabene muslim tidak merasa risih
atau malu malah mengiyakan. Orang lebih tertarik berbicara tentang ilmu
pengetahuan agama, dengan hiruk pikuk pro dan kontra, tetapi tidak mau
berbicara soal amaliyah atau praktek kehidupan sehari-hari yang jauh
dari nilai-nilai agama.
Akibat
jauhnya msyarakat dari nilai-nilai agama, tidak ada keberkahan dalam
hidup, tidak ada kenyamanan dan ketentraman, tetapi kegelisahan hampir
menyelimuti setiap insan. Hingar bingar tawuran antar pelajar, antar
kampung, antar warga, acapkali membikin repot pihak keamanan.
Perselisihan dalam rumah tangga, KDRT, perselingkuhan, kenakalan remaja, pergaulan bebas, menjadi masalah
yang semakin memprihatinkan. Pengemis di jalan-jalan, di lampu merah,
di tempat-tempat ramai, tampak semakin padat dan berbaris antrian
menunggu uluran tangan dari jamaah salat Jum’at yang keluar dari masjid. Belum
lagi pengemis amal jariyah untuk pembangunan masjid yang mangkal di
jalan-jalan raya utama dengan suara lantang sempat memacetkan arus lalu
lintas. Sungguh memalukan fenomena pandangan seperti ini yang dapat
mengubah image masyarakat terhadap Islam.