Demikian dikatakan Achmad Nashir Budiman (Intelektual, Sesepuh/Aktivis
Senior Masjid Salman ITB), dalam diskusi terbatas sekaligus “Silaturahmi
Forum Komunikasi Sosial Masyarakat Merah Putih Bersatu di Jalan
Padaringan KPAD Geger Kalong Kota Bandung, beberapa wktu lalu.Hadir
dalam kesempatan tersebut Penulis, Budi Praptono (Ketua FKSM Merah
Putih bersatu, Pendiri Forum Aktivis Bandung), Mintoro Hadi (Pengurus
Forum kativis Bandung, Aktivis Merah Putih Bersatu ), Bambang Syaerudin
(Merah Putih Bersatu), Asep Rohmandar (Ketua DPD MPB Kab. Bandung) dan
Ari Mulyana ( Forum Diskusi Pekerja dan Buruh (Forsi PB) Bandung).
Menurut Nashir, melihat sitausi diatas manusia yang sadar hendaknya mempunyai pilihan.“Sekarang
persoalannya adalah ketika terjadi seperti itu kita harus milih mau
ikut yang mana?” Kata Nashir, yang telah menulis dan menterjemaahkan
puluhan buku ini.
Nashir mengkritisi bahwa saat ini orang untuk
memenuhi “nafsu duniawinya” terjebak mencari yang gampang-gampang,
sehingga lupa dan tidak peduli terhadap proses dan nilai, prinsip mereka
adalah mencari keuntungan terus menerus dan sebanyak-banyaknya. Namun
menurutnya, alam pun mempunyai keterbatasan, sehingga sangat tidak
mungkin mengantarkan manusia dalam “kerakusannya”.
“Orang-orang
yang mau nyari yang gampang, nggak peduli proses lah, yang penting dalam
kegiatan (hidup-red) ini, misalnya seperti orang “jual beli saham”
pokoknya supaya dapat untung terus, tapi apakah bisa jalan seperti itu
terus? Tidak. Karena namanya alam ada batasnya”
Dalam pandangan Nashir contoh yang paling nyata adalah “krisis global” yang menimpa Amerika, akibat dari imprealisme-nya.“Krisis
di Amerika ini,kan sebetulnya bukti itu. Bahwa tidak bisa, (alam-red)
tidak terbatas kita ambilin (lalu-red) kita untung terus, nggak mungkin”
Kata Pria Bersahaja, yang pada tahun 1980 telah berhasil mengantarkan
Pondok Pesantren Cipasung mendapatkan Kalpataru, berkat aktivitasnya
sebagai pendamping dalam melestarikan lingkungan hidup di Sekitar Pondok
Pesantren sejak Tahun 1977.
“Kadang dengan cara yang paling
kasar. Kalau kita lihat kasus (Penyerangan-red) Iraq misalnya,
(Iraq-red) dibikin tuduhan senjata nuklir tidak terbukti. Sebetulnya
yang penting apa? dia mengancam sumber minyaknya Irak, dengan demikian
ada alasaan ngomong sumberdaya terbatas, disana ada peluang untuk
menaikan harga dengan tidak terbatas, padahal kan(mau-red) sampai
kapan?“ Katanya
“Apalagi kemudian tumbalnya itu mahal, manusia dibunuhin”Tambah Nashir.
Kembali Pada Agama
Dinegara
liberalis kapitalis menurut Nashir, pemerintah dijadikan alat oleh
private untuk meguasai publik, padahal, tetapi jangan sampai juga
seperti gaya sosialis komunis, hak-hak private menjadi hilang.
“Tetapi
bagaimana orang ini mendapat suatu kelayakan, maksudnya didalam agama
itu disampaikan bahwa di sebagian hartanya orang yang mampu itu itu
terdapat haknya orang miskin juga” Kata Nashir.
Untuk berusaha
keluar dari jerat-jerat dan gaya hedonisme imprealis dan kapitalis,
menurut Nashir, masyarakat dihadapkan pada ketakutan, kecemasan
seolah-olah kalau tidak mengikuti perilaku hidup mereka, seolah-olah
tidak bisa hidup.
“Secara makronya seperti itu, yang kemudian
dalam tataran lebih rendah kita dibikin cemas, dibikin khawatir. Terus
akhiranya apa, yaitu muncul jargon wong nyari yang haram aja susah
apalgi yang halal. Terus ya, dengan segala cara dimunculkan ketakutan,
kecemasan, kalau nggak mengikuti cara itu nanti kita nggak bisa hidup.
Kalau saya sampai pada saat itu, tidak ada jawaban yang memuaskan
kecuali kembali pada agama” Katanya.
“Memang yang bikin kita hidup siapa?” Tanya Nashir.
“Kalau
ada orang yang mulai cemas, selalu saya tanya, tiap hari anda makan
apa? Makan nasi. Pernah nanam padi nggak seumur hidup? Nggak pernah.
Tapi makan kita, Itulah kasih sayang Allah. Ibarat, kita nggak pernah
minta masang sambungan sambungan listrik, tapi tiap hari kita dapat
cahaya, dapat udara. Kadang kita mempunyai kecemasan yang berlebihan
sehingga perilaku kita, jadi nggak beragama” Jelas Nashir.
Negara
kita, membutuhkan banyak orang-orang ahli, S1, S2, S3, untuk
menyelesaikan keterpurukan bangsa ini, Kata Nashir, tapi buru-buru
dikritisi oleh Budi Praptono, bahwa S1, S2, S3 nya menurut Allah yang
lebih penting, artinya orang yang bener, jadi selain pinter, harus
bener, bukan pinter jadi keblinger, dan langsung dibenarkan oleh Nashir.
Nurdin S Drajat, Sekretaris Forum Komunikasi Sosial Merah Putih Bersatu, Editor Media Center Forum Aktivis Bandung.
Negara Ini tak butuh orang 'Pinter' tapi orang bener
Posted by Marz on
- -
Posted in