LATAR BELAKANG
Baru-baru
ini ada salah seorang teman dari jurusan Tarbiyah yang sudah menginjak
semester 9 di STAIN Pekalongan menawarkan tentang bisnis Multi Level Marketing (MLM),
awalnya saya belum paham apa itu MLM. Suatu saat saya diajak untuk
menghadiri sebuah diskusi yang diisi oleh seorang usahawan sukses, dan
dihadiri pula oleh seorang Habaib yang masing-masing dari mereka
memberikan motivasi untuk giat dalam bekerja. Ternyata setelah saya
amati modus mereka mengajak seseorang untuk diajak mengikuti presentasi
mengenai bisnis mereka, kemudian ditawari untuk bergabung dengan membeli
tanda anggota dengan membayarnya. Setelah kita bergabung kita disuruh
menjualkan barang dari mereka yang sudah kita beli, nah dengan semakin
banyaknya produk yang kita beli, maka akan semakin banyak pula komisi
yang kita dapat tiap bulannya. Selain hal itu kita juga diharapkan untuk
merekrut anggota-anggota lain yang mau bergabung dengan jaringan
tersebut, semakin banyak anggota-anggota dibawahnya semakin banyak pula
komisi yang didapat dari setiap penjualan produk-produk tersebut.
Disamping
menjalankan hal tersebut para anggota diharapkan menghadiri sebuah
seminar yang diisi oleh seorang yang sudah sukses, dengan harapan
mendapat motivasi dari narasumber tersebut. Berkaitan dengan hal ini,
saya juga ingin menggagas bagimana hukum Multi Level Marketing. Apakah diperbolehkan? Atau tidak diperbolehkan? Atau bahkan ada hal-hal tertentu yang harus diperhatikan?
Pertanyaan
ini patut muncul sebagai kegelisahan ilmiah kami, mengingat maraknya
praktek-praktek MLM baik yang menawarkan lewat jasa barang, pelatihan
ataupun bentuk-bentuk lain.
Memang salah satu cara perusahaan untuk menembus pasar dengan cepat adalah dengan sistem pemasaran bertingkat (Multi Level Marketing) atau biasah disingkat menjadi MLM. MLM adalah sistem pemasaran yang mengandalkan penjualan langsung (direct selling)
melalui jaringan distributornya yang terbentuk secara berantai, dimana
setiap distributor yang merecrut dan direkrut selalu ada kaitan
perhitungan komisi dan bonus. Tujuan dari sistem pemasaran bertingkat
ini adalah menyebarkan produk dan mensejahterahkan distributor sekaligus
konsumenya. Karena pemasaran produk dilakukan secara langsung ke
konsumen, maka sukses tidaknya kegiatan pemasaran sangat tergantung pada
jumlah dan kemampuan distributor dalam menjual. Disamping atau berhasil
tidaknya suatu MLM juga ditentukan oleh kualitas produk dan layanannya,
yaitu produk yang memenuhi keinginan konsumen, akrab dengan kesehatan
dan lingkungan, dan tentu saja sang distributor harus mengikuti aturan
main bisnis perusahaan MLM (Wiratmo,Pengantar Kewiraswastaan.1996).
Praktik
bisnis MLM banyak diminati, banyak kalangan diantaranya mengingat
jumlah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar mencapai 200 juta
jiwa. Bayangkan kalau rata-rata minimal belanja per bulan Rp. 10 ribu
per jiwa, akan terjadi transaksi dan perputaran uang sejumlah Rp. 2
trilyun per bulan.
Hal
itu menjadi menarik dibahas dengan harapan tahu apa sebenarnaya MLM
itu, bagaimana cara kerjanya dan yang tidak kalah penting dan harus tahu
adalah hukum dari MLM tersebut dalam perspektif hukum islam, mengingat
MLM sudah marak dan menyebar luas di seluruh Indonesia.
A. Pengertian Dan Cara Kerja MLM
MLM adalah singkatan dari Multi Level Marketing yang juga disebut dengan istilah Network Marketing. Secara
Etimologi Multi Level marketing (MLM) berasal dari bahasa Inggris,Multi
berarti banyak sedangkan Level berarti jenjang atau tingkat. Adapun
marketing berarti pemasaran. Jadi dari kata tersebut dapat difahami
bahwa MLM adalah pemasaran yang berjenjang banyak.[1]Dalam bahasa Indonesia MLM dikenal dengan istilah Pemasaran Berjenjang, atau Penjualan Langsung Berjenjang,
Secara
umum Multi Level Marketing adalah suatu metode bisnis alternatif yang
berhubungan dengan pemasaran dan distribusi yang dilakukan melalui
banyak level (tingkatan), yang biasa dikenal dengan istilah Upline
(tingkat atas) dan Downline (tingkat bawah), orang akan disebut Upline
jika mempunyai Downline. Inti dari bisnis MLM ini digerakkan dengan
jaringan ini, baik yang bersifat vertikal atas bawah maupun horizontal
kiri kanan ataupun gabungan antara keduanya.[2]
MLM
adalah menjual atau memasarkan langsung suatu produk baik berupa barang
atau jasa konsumen sehingga biaya distribusi dari barang yang dijual
atau dipasarkan tersebut sangat minim bahkan sampai ke titik nol yang
artinya bahwa dalam bisnis MLM ini tidak diperlukan biaya distribusi.[3]
MLM juga menghilangkan biaya promosi dari barang yang hendak dijual
karena distribusi dan promosi ditangani langsung oleh distributor dengan
sistem berjenjang.
Mekanisme
operasional pada MLM ini adalah seorang distributor dapat mengajak
orang lain untuk ikut juga sebagai distributor. Kemudian orang lain itu
dapat mengajak pula orang lain lagi untuk ikut bergabung. Begitu
seterusnya, semua yang diajak dan ikut merupakan suatu kelompok
distributor yang bebas mengajak orang lain lagi sampai level yang tanpa
batas. Inilal salah satu perbedaan MLM dengan pendistribusian secara
konvensional yang bersifat single level.
Pada
pendistribusian konvensional, seorang agen mengajak beberapa orang
bergabung ke dalam kelompoknya menjadi penjual atau sales atau
wiraniaga. Pada sistem single level para wiraniaga tersebut meskipun
mengajak temannya, hanya sekedar pemberi referensi yang secara
oraganisasi tidak di bawah koordinasinya melainkan terlepas. Mereka
berada sejajar sama-sama sebagai distributor.
Dalam
MLM terdapat unsur jasa. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya seorang
distributor yang menjualkan barang yang bukan miliknya dan ia
mendapatkan upah dari presentase harga barang. Selain itu jika ia dapat
menjual barang tersebut sesuai dengan target yang telah ditetapkan maka
ia mendapatkan bonus yang ditetapkan perusahaan. Menurut catatan APLI
(Asosiasi Penjual langsung Indonesia), saat ini terdapat sekitar 200-an
perusahaan yang menggunakan sistem MLM dan masing-masing memiliki
karakteristik, spesifikasi,pola, sistem dan model tersendiri. Sehingga
untuk menilai satu persatu perusahaan MLM sangat sulit sekali.[4]
- Hukum Multi Level Marketing Perspektif Hukum Islam
secara fiqh sebuah akad (transaksi) harus ada ma’qud ‘alaih (obyek transaksinya), akad tanpa ma’qud alaih adalah batal.Tidak bias disebut dengan Multi Level Marketing, kalau tidak ada sesuatu yang di marketing -kan. Untuk MLM yang menjual produk berupa barang, maka pada hakekatnya kegiatan MLM adalah transaksi jual beli ( al-bai’ atau al-buyuu’),[5] dan sudah menjadi kesepakatan ulama’[6] bahwa jual beli adalah merupakan akad yang dihalalkan oleh syariah Islam, berdasarkan Al-quran, sunnah dan Ijma’.
Semua
bisnis yang menggunakan sistem MLM dalam literature syariah Islam pada
dasarnya termasuk kategori muamalah yang dibahas dalam bab al-Buyu’
(jual beli) yang hukum asalnya secara prinsip boleh berdasarkan kaidah
fiqh (al-ashlu fil asya’ al-ibahah) hukum asal segala sesuatu termasuk muamalah adalah boleh selama bisnis tersebut bebas dari unsur-unsur haram seperti riba (system bunga), gharar (tipuan), dharar (bahaya), dan jahalah (ketidakjelasan). Dzulm (merugikan hak orang lain) disamping barang atau jasa yang dibisniskan adalah halal.
Diantara dalil halanya jual beli adalah firman Allah swt :
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي
يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا
إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا
سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ
النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. ( QS Al-Baqarah :275)[7]
Ada juga ayat lain :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ
بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا
تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.(QS An-Nisaa’: 29[8])
Mengenai
produk atau barang yang dijual apakah halal atau haram tergantung
kandungannya, apakah terdapat sesuatu yang diharamkan Allah seperti
unsur babi, khamr, bangkai atau darah. Begitu pula dengan jasa yang
dijual apakah mengandung unsur kemaksiatan seperti praktik perzinaan,
perjudian atau perdagangan anak dsb, dan ini semua bisa kita rujuk pada
serifikasi Halal dari LPPOM MUI.
Perusahaan
yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya sekedar
menjalankan penjualan produk barang, melainkan juga produk jasa, yaitu
jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan
berupa marketing fee, bonus sebagainya tergantung level, prestasi
penjualan dan status keanggotaan distributor. Jasa penjualan ini
(makelar) dalam terminologi fiqh disebut sebagai “Samsarah/simsar”.
Maksudnya perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang atau
mencarikan pembeli) untuk memudahkan jual beli. Pekerjaan
Samsarah/simsar yang berupa makelar, distributor atau agen dalam fiqh
termasuk akad ijarah yaitu transaksi memanfaatkan jasa orang dengan imbalan. Pada dasarnya para ulama seperti Ibnu Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, Atha dan Ibrahim memandang boleh jasa ini.[9] Namun untuk sahnya pekerjaan ini harus memenuhi beberapa syarat diantaranya :
- Adanya Perjanjian yang jelas antara kedua belah pihak.
- Objek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan.
- Objek akad bukan hal-hal yang diharamkan dan maksiat.
Distributor
dan perusahaan harus jujur, ikhlas, transparan, tidak menipu dan tidak
menjalankan bisnis yang haram dan syubhat (tidak jelas halal/haramnya).
Distributor dalam hal ini berhak menerima imbalan setelah berhasil
memenuhi akadnya. Sedangkan pihak perusahaan yang menggunakan jasa
marketing harus segera memberikan imbalan para distributor dan tidak
boleh menghanguskan atau menghilangkannya.[10] Pola ini sejalan dengan firman Allah :
“Dan
(Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syuaib. Ia
berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan
bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata
dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah
kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan
janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan
memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul
kamu orang-orang yang beriman".( QS. Al-A’raf : 85)[11]
“Istri-istrimu
adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah
tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan
kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah
dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar
gembira orang-orang yang beriman”.( al- Baqarah : 233)
Dan hadis nabi “ Berilah para pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya.”
(H.R. Ibnu Majah, Abu Ya’la dan Thabrani). [12]
Jumlah upah atau imbalan jasa yang harus diberikan kepada makelar atau
distributor adalah menurut perjanjian sesuai dengan Qs. al-Maidah : 1.[13]
kemudian hadist nabi ; “ orang-orang muslim itu terikat dengan pejanjian-perjanjian mereka (H.R. Ahmad, Abu Dawud, hakim dari Abu Hurairah).[14]
Jadi pada dasarnya hukum dari MLM ini adalah mubah berdasarkan kaidah ushuliyah “ al-ashlu fil mu’amalah al-ibahah hatta dallad dalilu ala tahrimiha “
(asal dari semua transaksi atau perikatan adalah boleh sehingga ada
indikator yang menunjukkan keharamannya). Selain itu bisnis ini bebas
dari unsur-unsur Riba (sistem bunga), gharar (penipuan), dharar (bahaya), jahalah (tidak transparan) dan zhulm
(merugikan orang lain) dan yang lebih urgen adalah produk yang
dibisniskan adalah halal. Karena bisnis MLM merupakan bagian dari
perdagangan oleh sebab itu bisnis ini juga harus memenuhi syarat dan
rukun sahnya sebuah perikatan.[15]
Dalam pandangan jumhur yang termasuk rukun akad adalah sebagai berikut :
- Al-‘aqidain (subjek/ dua orang yang melakukan akad)
- Al-‘aqidain (subjek/ dua orang yang melakukan akad)
Yaitu
para pihak yang melakukan akad. Sebagai pelaku dari suatu tindakan
hukum (subjek hukum) tertentu dan sering kali diartikan sebagai
pengemban hak dan kewajiban. Subjek hukum terdiri dari dua macam yaitu
manusia dan badan hukum. Adapun syarat manusia yang menjadi subjek hukum
adalah berakal, tamyiz (dapat membedakan), dan mukhtar (bebas dari paksaan atau suka sama suka).
- Objek Perikatan (mahallul ‘aqdi)
Yaitu
sesuatu yang dijadikan objek akad dan dikenakan padanya akibat hukum
yang ditimbulkan. Hal ini bisa berupa benda (produk) atau jasa
(manfaat). Adapun syarat yang harus dipenuhi yaitu :
1) Objek harus ada ketika akad dilangsungkan
2) Objek harus dibenarkan oleh syariah
3) Objek harus jelas dan dikenali
4) Objek dapat diserah terimakan
Dalam
bisnis MLM biasanya menjual sebuah produk baik itu barang maupun jasa.
Produk tersebut haruslah memiliki kualitas yang cukup baik agar bisa
bersaing di pasar dan ini merupakan faktor kunci dari sebuah perusahaan
agar bisa disebutsebagai sebuah MLM atau tidak dan produk ini sudah
disiapkan oleh perusahaan sebelum perusahaan menjual kepada calon member
atau konsumen. Ketika seorang calon member membeli sebuah produk, dia
diharuskan mempelajari terlebih dahulu kegunaan dan manfaat dari produk
yang akan dibelinya, apakah sesuai dengan syariah atau tidak.
Selanjutnya setelah dia membeli produk tersebut maka otomatis dia
memiliki hak kepemilikan atas produk tersebut serta otomatis produk
tersebut telah berpindah ketangan calon member/konsumen tersebut, dan
pola ini
sesuai dengan syarat dan rukun diatas.
- Tujuan Perikatan (maudhu’ul aqdi)
Yaitu sebuah akad harus sesuai dengan azas kemaslahatan dan manfaat.
Ahamad
Azhar Basyir menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu
tujuan sebuah akad dipandang sah dan memiliki akibat hukum yaitu :
1) Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak yang bersangkutan tanpa akad yang diadakan.
2) Tujuan akad harus berlangsung adanya hingga berakhirnya pelaksanaan akad
3) Tujuan akad harus sesuai syariat.
- Shigatul aqdi (Ijab-qobul)
Yaitu ungkapan para pihak yang melakukan proses transaksi. Ijab merupakan suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan sesuatu atau tidak sedangkan qobul
merupakan pernyataan menerima atau persetujuan dari pihak kedua atas
penawaran dari pihak pertama. Ijab dan Kabul dapat dilakukan dengan
empat cara yaitu lisan, tulisan, isyarat dan perbuatan.
Sistem
MLM melakukan sebuah transaksi atas keempat hal diatas, bisa dilakukan
dengan tulisan dimana calon member atau konsumen diharuskan mengisi
formulir pendaftaran yang disediakan oleh perusahaan sebelum membeli
produk atau menjadi anggota dari perusahaan tersebut, kemudian ketika
dia merekrut anggota baru otomatis dia mendapatkan bonus (fee)
dari hasil kerjanya memasarkan produk tersebut kepada orang lain.
Pendapatan bonus ini bekerja secara otomatis sesuai dengan sistem yang
telah ditetapkan dan ini bisa di analogikan dengan bentuk ijab-kabul
secara perbuatan yang dalam istilah fiqhnya disebut ta’athi atau mu’athah
(saling memberi dan menerima). Adanya perbuatan saling memberi dan
menerima dari para pihak yang telah saling memahami perbuatan perikatan
tersebut akan membawa kepada sahnya transaksi tersebut.[16]
KESIMPULAN
Secara
umum Multi Level Marketing adalah suatu metode bisnis alternatif yang
berhubungan dengan pemasaran dan distribusi yang dilakukan melalui
banyak level (tingkatan), yang biasa dikenal dengan istilah Upline (tingkat atas) dan Downline (tingkat bawah), orang akan disebut Upline jika mempunyai Downline.
Salah
satu ruang lingkup permasalahan dari bisnis MLM yaitu pendukung MLM
senantiasa menekankan bahwa anda dapat menjadi kaya karena dimotivasi
untuk dapat melakukan MLM di waktu luang sesuai kontrol anda sendiri
karena sebagai sebuah bisnis, MLM menawarkan fleksibilitas dan
kebebasan mengatur waktu. Beberapa jam seminggu dapat menghasilkan
tambahan pendapatan yang besar dan dapat berkembang menjadi sangat besar
sehingga kita tidak perlu lagi bekerja yang lain.
Sistem kerja MLM yang sesuai syariah menurut al-Quran dan al-hadits yaitu terhindar dari unsur-unsur haram seperti riba, gharar, dharar, dan jahalah. Dzulm,
walaupun barang atau jasa yang dibisniskan adalah halal. Dan tidak
diperbolehkan memakai sistem MLM atau hanya berkedok MLM yang masih
meragukan ataupun yang sudah jelas ketahuan tidak sehatnya bisnis
tersebut baik dari segi kehalalan produknya, sistem marketing fee, legalitas formal, maupun pertanggungjawabannya.